tirto.id - Istilah "Gaslighting" merujuk pada perilaku pelecehan secara emosional. Pelaku gaslighting merancang perilakunya sedemikian rupa untuk menanam benih keraguan diri pada korbannya. Perilaku gaslighting kerap terjadi dalam hubungan asmara, yang mana seseorang bertujuan untuk memegang kendali atas pasangannya, demikian dilansir dari Psychology Today.
Dari perilaku tersebut, pelaku akan berusaha meyakinkan bahwa perilakunya benar dan perilaku pasangannya salah meski kenyataannya tidak demikian.
Perilaku manipulatif ini hampir mirip dengan istilah cuci otak. Dalam konteks hubungan asmara, perilaku gaslighting dari pasangan bisa jadi rumit. Hal ini karena korban bisa saja tidak menyadari karena telah menerima perilaku gaslighting terlalu sering dalam waktu lama sehingga mewajarkan hal tersebut. Ditambah adanya kemungkinan korban merasakan takut kehilangan dan takut berpisah dengan pasangannya.
Ciri-ciri pasangan melakukan gaslighting
Pelaku gaslighting umumnya kerap melakukan kebohongan dan cenderung manipulatif. Pelaku gaslighting tidak segan-segan menghina korban (baik secara fisik, sifat, dan perilaku) dan menyebutkan bahwa hal itu demi kebaikannya. Namun, untuk menutupi kebohongannya tersebut ia akan bersikap manis dan perhatian agar mendapat hati dari korbannya.
Good Therapy menyebutkan ada beberapa ciri-ciri yang membuktikan bahwa pasangan adalah seorang pelaku gaslighting, yakni:
- Menolak untuk mendengarkan masalah apa pun atau berpura-pura tidak memahaminya.
- Mempertanyakan ingatan korban dengan menyangkal peristiwa yang terjadi meski diingat secara akurat oleh korban. Ia mungkin juga mengemukakan detail peristiwa yang tidak terjadi.
- Berpura-pura melupakan peristiwa yang telah terjadi untuk semakin mendiskreditkan ingatan korban, seperti menyangkal membuat janji untuk menghindari tanggung jawab.
- Mengubah subjek untuk mengalihkan perhatian target dari suatu topik. Pelaku gaslighting akan mengeluarkan kalimat seperti "Apakah kamu baru bicara dengan kakakmu lagi? Dia selalu berbicara buruk soal aku dan kamu dengan bodoh mempercayainya!"
- Menegaskan bahwa pasangan bereaksi berlebihan atau terlalu sensitif terhadap perilaku yang menyakitkan, contohnya "nggak usah baper, semua orang tau aku cuma bercanda."
- Pelaku gaslighting menggunakan kesalahan dan "reaksi berlebihan" korban untuk menjadikan dirinya sebagai korban.
Dilansir dari Healthline, Robin Stern, PhD, dalam bukunya menyebutkan sejumlah tanda-tanda bahwa seseorang menjadi korban gaslighting, antara lain:
- Tidak lagi merasa seperti diri sendiri yang dulu
- Menjadi lebih cemas dan kurang percaya diri dari sebelumnya
- Sering bertanya-tanya apakah diri sendiri terlalu sensitif
- Merasa diri sendiri melakukan semua kesalahan
- Sering meminta maaf
- Merasa ada sesuatu yang salah, tetapi tidak dapat mengidentifikasi apa itu
- Sering mempertanyakan apakah diri pantas mendapatkan hal-hal baik (seperti dicintai pasangan)
- Mewajari perilaku salah dari pasangan
- Menghindari memberikan informasi kepada teman atau anggota keluarga untuk menghindari konfrontasi tentang pasangan
- Merasa terisolasi dari teman dan keluarga
- Merasa semakin sulit untuk membuat keputusan
- Merasa putus asa dan tidak menikmati aktivitas yang biasa dinikmati
Efek gaslighting tentu negatif bagi kondisi emosional korban dalam waktu yang cukup lama bahkan setelah korban terlepas dari pelaku. Korban gaslighting dapat tumbuh dengan mempercayai semua yang mereka dengar, rasakan, dan ingat mengenai pelecehan yang mereka terima.
Gaslighting juga dapat memengaruhi kehidupan sosial seseorang. Hal ini karena bisa saja pelaku gaslighting memanipulasi pasangannya untuk memutuskan hubungan dengan teman dan keluarga. Sehingga korban akhirnya juga mengisolasi dirinya sendiri dan percaya bahwa mereka tidak stabil atau tidak dapat dicintai.
Menurut Psychology Today, cara terbaik untuk menyembuhkan diri dari efek gaslighting adalah dengan belajar untuk mengidentifikasi pola perilaku pelaku.
Sadari bahwa pelaku melakukan itu semua karena rasa malu dan perasaan tidak aman. Bandingkan pelecehan yang diterima dengan perilaku pelaku, karena pelaku gaslighting cenderung melecehkan berdasarkan proyeksi diri. Ini berarti apabila ia menuduh korbannya berselingkuh, berarti ia yang beselingkuh, apabila ia menyebut korbannya sebagai pembohong, berarti ia sendiri merupakan pembohong.
Menyembuhkan kepercayaan diri korban juga dibutuhkan dukungan orang-orang sekitar, termasuk keluarga dan sahabat. Apabila diperlukan, cari bantuan dengan mendatangi lembaga konseling atau psikolog.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yulaika Ramadhani