tirto.id - Nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menporo) Dito Ariotedjo turut terseret dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo tahun 2020-2022. Dito diduga menerima aliran dana Rp27 miliar dari salah satu tersangka bernama Irwan Hermawan, Komisiaris PT Solitech Media Sinergy.
Irwan mengakui memberikan uang kepada Dito ketika menjadi saksi mahkota dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi BTS 4G untuk terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif, dan tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto
“Yang terakhir namanya Dito. Pada saat itu saya tahunya namanya Dito saja. Belakangan saya ketahui namanya Dito Ariotedjo,” kata Irwan menjawab pertanyaan Hakim Ketua Fahzal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Irwan mengaku tak memberikan uang itu secara langsung kepada Dito, tetapi lewat perantara bernama Resi dan Windi. Resi adalah orang yang bekerja untuk Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak. Sementara itu, Windi Purnama merupakan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera. Galumbang dan Windi juga menjadi saksi mahkota dalam persidangan tersebut.
Irwan juga mengatakan, dirinya pernah sekali bertemu langsung dengan Dito Ariotedjo di rumahnya yang beralamat di Jalan Denpasar. Akan tetapi, dia mengaku tidak banyak mengobrol dalam pertemuan itu.
Pengakuan lain juga memperkuat Dito menerima aliran dana Rp27 miliar diakui saksi mahkota Menak Simanjuntak. Menak mengakui sebagai orang yang menyerahkan uang senilai miliaran itu kepada Dito.
Jauh sebelum kesaksian Irwan dan Menak, nama Dito sejatinya pernah diperiksa penyidik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 3 Juli 2023. Saat itu, Dito dicecar 24 pertanyaan oleh penyidik ketika diperiksa hampir tiga jam buntut kasus BTS Kominfo itu.
Namun, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi kala itu mengatakan, pemeriksaan politikus Partai Golkar itu tak berkaitan langsung dengan substansi perkara dugaan rasuah proyek BTS 4G Kominfo.
“Terinfo dalam rangka untuk menangani atau mengendalikan penyidikan, ada upaya untuk mengumpulkan dan memberikan sejumlah uang. Sehingga peristiwa ini tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang menyangkut proyek pengadaan BTS,” jelas Kuntadi kala itu.
Bantahan Menpora Dito Ariotedjo
Pria bernama lengkap Ario Bimo Nandito Ariotedjo itu sempat menyangkal dirinya menerima aliran dana Rp27 miliar, yang disebut-sebut bersumber dari kasus korupsi yang merugikan negara Rp8,03 triliun dan menjerat eks Menkominfo Johnny G Plate itu.
Dito mengaku, terganggu dengan pengakuan terdakwa Irwan tentang pemberian uang untuk pengendalian kasus korupsi BTS tersebut.
“Saya juga memiliki keluarga di mana saya harus meluruskan ini semua, dan juga untuk mempertanggungjawabkan kepercayaan publik selama ini,” kata Dito usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung kala itu sebagaimana dikutip Antara.
Menpora Dito pun diminta menjadi saksi dalam kasus BTS Kominfo pada Rabu (11/10/2023) pekan depan. Permintaan itu disampaikan JPU Kejagung kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Jaksa menjelaskan bahwa Menpora Dito dipanggil menyusul disebutnya nama yang bersangkutan oleh salah satu saksi mahkota pada sidang sebelumnya. Ia juga mengatakan, sejatinya JPU akan menghadirkan nama-nama lain, tetapi hanya Dito yang baru bisa dikonfirmasi.
“Nama-nama lain masih di penyidikan dan tetap dipanggil Yang Mulia. Ada beberapa yang memang tidak dideteksi keberadaannya, ada yang sedang dilakukan pemanggilan Yang Mulia," jelas jaksa.
Usai namanya disebut dalam persidangan, Dito mengaku menghormati Kejagung. Dito mengatakan, dirinya sudah diperiksa pada Juli lalu untuk mengonfirmasi aliran dana Rp27 miliar itu. Dito mengklaim dirinya telah kooperatif karena sudah menghadiri pemeriksaan Kejagung dan membuktikan dirinya tak terlibat dalam kasus itu.
Kasus korupsi ini bermula ketika BAKTI Kominfo ingin memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Kominfo membangun infrastruktur 4.200 site BTS. Dalam pelaksanaan perencanaan dan pelelangan, ada indikasi para tersangka merekayasa proses sehingga dalam pengadaannya tidak terjadi persaingan sehat.
BAKTI merupakan unit organisasi noneselon di lingkungan Kominfo yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. BAKTI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri dan dipimpin oleh direktur utama. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp8,03 triliun.
Angka tersebut merupakan hasil analisis Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian berupa biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.
Dalam surat dakwaan disebutkan sejumlah pihak mendapat keuntungan dari proyek BTS ini. Di antaranya, Johnny G. Plate menerima uang sebesar Rp17.848.308.000; Anang Achmad Latif menerima uang Rp5 miliar; dan Yohan Suryanto menerima Rp453.608.400.
Kemudian, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitechmedia Sinergy menerima Rp119 miliar; Windi Purnama menerima Rp500 juta; Muhammad Yusrizki menerima Rp50 miliar dan 2,5 juta dolar AS; Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk paket 1 dan 2 menerima Rp2.940.870.824.490; Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk Paket 3 menerima Rp1.584.914.620.955; dan Konsorsium IBS dan ZTE paket 4 dan 5 mendapat Rp3.504.518.715.600.
Peluang Menpora Dito Jadi Tersangka
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, Menpora Dito berpeluang menjadi tersangka bilamana telah cukup bukti. “Kalau alat bukti kuat, siapa pun, tidak hanya Dito, kami tidak bisa menutup mata,” kata Ketut saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (5/10/2023).
Ketut mengatakan, saat ini penyidik sedang mencermati fakta hukum untuk bisa menjadi bukti baru dalam kasus ini. Hal itu dilakukan usai ada keterangan saksi mahkota yang menyebutkan Dito menerima aliran dana.
“Jadi, begini kita lagi mencermati, mempelajari fakta hukum yang terungkap di persidangan, karena kalau fakta hukum nanti bisa menjadi alat bukti baru, juga ketika nanti kita mengembangkan perkara lebih jauh,” ucap Ketut.
Ihwal bantahan Dito, Ketut mengatakan hal biasa. Menurut Ketut, fakta persidangan tak bisa dibantah dengan apa pun.
“Kalau orang membantah itu hal biasa, pembelaan diri itu hal biasa, tetapi nanti mudah-mudahan setelah terungkap di persidangan, sedangkan kita memiliki bukti baru,” tutur Ketut.
Ketut mengatakan, pihaknya juga telah melayangkan surat panggilan agar Dito hadir memberikan kesaksian langsung di persidangan kasus BTS itu.
“Terkait dengan kehadiran Dito, kami sudah melayangkan panggilan melalui penetapan pengadilan untuk menghadirkan beliau ke pengadilan,” tutup Ketut.
Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono mengatakan, ihwal kebijakan partai untuk menindaklanjuti kasus yang menyeret Dito merupakan kewenangan Ketum Airlangga Hartarto. Nantinya, kata dia, Airlangga yang mengambil tindakan atas Dito.
“Ketua umum yang menentukan langkahnya,” kata Dave saat dikonformasi reporter Tirto terkaiat nama Dito disebut nerima duit oleh saksi dalam persidangan, Kamis (5/10/2023).
Dave sendiri mengaku telah mengetahui kasus yang menyeret Dito. Namun, dia enggan berkomentar lebih lanjut. Pasalnya, biarkan proses hukum yang berjalan untuk membuktikan keterlibatan Dito. Golkar juga dipastikan menghormati proses hukum yang berjalan.
“Kalau kasus hukum dari yang saya dengar sudah ada kepastian, tinggal bagaimana kelanjutan. Selalu menghormati proses hukum yang berjalan,” tutur Dave Laksono.
Berpotensi Jadi Tersangka
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah memandang, sedari awal Kejagung tidak serius menjelaskan soal keterlibatan Dito dalam kasus ini. Dito juga hanya diperiksa sekali dalam kasus ini. Menurut Herdiansyah, seharunya Kejagung terbuka sejak awal.
“Nah, ketidakseriusan kejaksaan [terkait] keterlibatan Dito dari awal itu juga dikuatkan pada saat tidak ada keterangan lebih lanjut bagaimana perkembangan lebih lanjut kasus itu,” kata Herdiansyah saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (5/10/2023).
Herdiansyah mengatakan, sedari awal dirinya telah tegas menyatakan uang Rp27 miliar yang diterima Dito itu tak mungkin tidak bertuah. Terbukti, dua saksi mahkota dalam persidangan kasus korupsi BTS secara terang benderang menyebutkan Dito menerima aliran dana miliaran rupiah tersebut. Oleh karena itu, kata dia, tidak alasan lain lagi bagi Kajagung unutk tidak menetapkan Dito sebagai tersangka.
“Berdasarkan fakta persidangan, saya pikir terbuka lebar peluang penetapan tersangka dengan mengingat keterlibatannya,” ucap Herdiansyah.
Penetapan tersangka itu dikuatkan dengan kesesuaian keterangan antara saksi mahkota lain dengan saksi lainnya. Apalagi sebelum saksi memberikan keterangan terlebih dahulu disumpah.
“Peluang penetapan Dito sebagai tersangka itu terbuka lebar. Tinggal kita meminta keseriusan dari jaksa untuk proses lebih lanjut dan lebih dalam membuka keterlibatan orang per orang itu, bukan hanya Dito, [tapi] termasuk Rp40 miliar ke DPR itu,” tutur Herdiansyah.
Dia memandang, sulit dibantah keterlibatan Dito dalam perkara ini. “Kejaksaan sudah tidak punya alasan lagi untuk tidak segera memproses Dito dan menetapkannya sebagai tersangka,” kata dia.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz