tirto.id - Sebuah notifikasi pesan elektronik dari TikTok Shop yang dikirimkan melalui email cukup mengejutkan Diki Permana. Pesan yang masuk pada Selasa, 3 Oktober 2023 pukul 16.35 WIB itu, menginformasikan tentang penutupan perdagangan di aplikasi berlogo huruf 'd' dengan latar belakang hitam tersebut.
“Kami tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di TikTok Shop mulai tanggal 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB,” demikian informasi TikTok Shop yang diterima Diki.
Sebagai pelaku usaha digital sekaligus reseller TikTok Shop, Diki tidak setuju dengan adanya penutupan tersebut. Karena jika keputusannya adalah menutup, tentu berdampak kepada para reseller (penjual) yang menggantungkan mata pencahariannya lewat TikTok Shop.
“Di awal pemerintah ingin memisahkan media sosial dan e-commerce, kalau point ini setuju. Tapi kalau akhirnya harus ditutup berarti mematikan seller yang sudah jualan di TikTok yang sudah stok produk," kata Diki kepada reporter Tirto, Rabu (4/10/2023).
Menurut Diki, pemerintah terlalu cepat memberikan waktu untuk TikTok bisa melakukan transisi mengubah TikTok Shop. Pun jika pelaku usaha atau reseller harus pindah ke e-commerce lain, kata Diki, tidak segampang memindahkan barang dagangannya begitu saja.
“Kalau ditanya menguntungkan atau enggak, ya pasti menguntungkan. Karena di TikTok, seller tidak wajib dituntut beriklan dengan budget besar kayak [e-commerce lain]," ujarnya
TikTok Shop belakangan memang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Setidaknya terdapat sekitar 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop.
Namun dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023, yang merupakan penyempurnaan Permendag 50/2020 tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, pengawasan, dan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik, justru banyak dikeluhkan pelaku usaha. Terlebih, beleid tersebut menjadi dasar hukum untuk melarang media sosial merangkap platform perdagangan (social commerce) seperti TikTok Shop.
“Kami menerima banyak keluhan dari penjual lokal yang meminta kejelasan terhadap peraturan yang baru,” demikian keterangan TikTok Indonesia dalam keterangan persnya, Selasa (26/9/2023).
Meski begitu, TikTok Indonesia tetap menghormati hukum dan regulasi yang berlaku di Indonesia. Salah satunya dengan melakukan penutupan perdagangan atau tidak lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di TikTok.
“Prioritas utama kami adalah untuk menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia,” demikian penjelasan TikTok.
Permendag 31/2023 Bermuatan Politik?
Pengamat Media Sosial, Enda Nasution menilai, dengan keluarnya peraturan yang membuat TikTok harus menutup fitur TikTok Shop di dalam aplikasinya menandakan bahwa pemerintah membuat kebijakan karena semata memiliki kekuasaan atau sekadar hadir. Tidak dengan data dan analisa ekonomi mendalam demi kepentingan publik dan kalangan UMKM.
“Narasi yang diangkat melindungi UMKM, tapi tidak mengindahkan UMKM lainnya yang justru hidup karena adanya fitur shop itu,” kata dia kepada Tirto, Rabu (4/10/2023).
Enda justru berpikir bahwa lahirnya aturan Permendag 31/2023 tersebut beririsan dengan motif politik di belakangnya. Apalagi Kemendag sendiri dipimpin oleh salah satu ketua umum partai.
“Saya tidak mau berpikir buruk, tapi dengan pengambilan kebijakan dan momennya saat ini kita jadi bertanya apa ada motif politik di belakangnya? Semoga saja tidak," ujarnya.
Kalau pun bermuatan politik, kata Enda, hal ini justru akan jadi bumerang bagi Zulkifli Hasan atau Zulhas selaku Menteri Perdagangan sekaligus Ketua Umum DPP PAN. Karena pengguna TikTok yang mayoritas Gen-Z akan protes.
“Karena semua partai tahu kita justru harus merangkul Gen-Z bukan membuat kebijakan dengan kecenderungan sewenang-wenang,” ucapnya.
Di sisi lain, ia melihat dengan diterbitkannya Permendag 31/2023 ada kecenderungan pemerintah membuat kebijakan dengan gaya wait and see. Sebab ini terjadi juga di kebijakan PSE Kominfo yang tidak terdengar lagi sekarang ketika sudah diprotes.
“Mendag menunggu jika ada yang protes dan riak di publik baru nanti dibicarakan lagi, tapi kerugian sudah terjadi,” ucapnya.
“Tentang keuntungan kita lihat saja apakah dengan adanya kebijakan ini Tanah Abang akan jadi ramai?” sambung Enda.
Menjadi Keputusan Tepat
Sebaliknya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira justru melihat adanya Permendag 31/2023 menjadi keputusan tepat yang harus diambil pemerintah. Karena menurutnya, perlu ada perlindungan bagi produsen lokal dari serangan predatory pricing dan banjir impor.
“Iya keputusan ini sudah tepat,” kata Bhima kepada Tirto, Rabu (4/10/2023).
Aturan Permendag 31/2023 memang mengatur beberapa hal yang baru. Pertama yakni pendefinisian model bisnis penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik seperti lokapasar (marketplace) dan social commerce untuk mempermudah pembinaan dan pengawasan.
Kedua, penetapan harga minimum sebesar 100 dolar AS per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang (merchant) ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara. Ketiga, disediakan positive list, yaitu daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan cross border langsung masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce.
Keempat, menetapkan syarat khusus bagi pedagang luar negeri pada marketplace dalam negeri. Yaitu menyampaikan bukti legalitas usaha dari negara asal, pemenuhan standar (SNI wajib) dan halal, pencantuman label, berbahasa Indonesia pada produk asal luar negeri, dan asal pengiriman barang. Kelima, larangan marketplace dan social commerce untuk bertindak sebagai produsen.
Keenam, larangan penguasaan data oleh PPMSE dan afiliasi. Kewajiban PPMSE untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE atau perusahaan afiliasinya.
Bhima mengharapkan, dari sisi persaingan usaha penutupan TikTok Shop ini pun bisa mengurangi perang harga atau predatory pricing yang merugikan penjual skala UMKM. Di samping dampak positif ke penjual offline juga akan terjadi.
“Tapi ada faktor daya beli masyarakat juga yang harus diperbaiki sehingga paralel penutupan TikTok Shop dengan kenaikan omzet pedagang UMKM di pasar grosir dan ritel fisik," ujarnya.
Pendapat yang sama dikemukakan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Martin Manurung. Menurutnya, Permendag 31/2023 sudah tepat. Sebab ia menilai, larangan medsos sebagai tempat jualan bisa mengurangi persaingan tidak sehat.
“Dengan dilarangnya berjualan di TikTok Shop, saya berharap dapat mengurangi potensi persaingan yang tidak sehat dan memastikan bahwa platform ini digunakan secara benar untuk tujuan iklan dan promosi," ujarnya dalam pernyataannya.
Martin menambahkan, pelarangan Tiktok Shop dkk merupakan langkah yang penting untuk menjaga keamanan dan regulasi perdagangan secara elektronik. Sebab, hal ini dapat meminimalkan dampak terhadap UMKM dalam negeri.
TikTok Shop sebagaimana telah dilihat, memiliki potensi untuk mengubah lanskap bisnis online, dan oleh karena itu, perlu ada regulasi yang jelas untuk melindungi kepentingan pelaku usaha, termasuk UMKM lokal. Pelarangan tersebut dapat memberi kesempatan kepada pelaku usaha UMKM untuk memperkuat keberadaannya di pasar-pasar tradisional dan meningkatkan kualitas produknya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem ini memahami, larangan tersebut akan berdampak pada nasib orang-orang yang menggunakan TikTok Shop dkk untuk berdagang. Untuk itu, ia meminta pemerintah mengambil langkah agar mereka yang terdampak pada larangan jual beli di medsos ini dapat beralih ke e-commerce.
“Hal ini dapat meliputi pelatihan, bantuan pemasaran atau dukungan finansial untuk memperluas keberadaan mereka di platform lain atau melalui saluran penjualan konvensional. Kami berharap dengan bantuan ini, pedagang yang terkena dampak dapat menentukan peluang baru dan memperluas jangkauan mereka melalui platform lain atau melalui saluran penjualan konvensional," jelasnya.
Diklaim Tidak akan Rugikan UMKM
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menjamin, seluruh pelaku UMKM tidak akan dirugikan setelah Tiktok Shop berhenti beroperasi. Karena para reseller bisa tetap memanfaatkan promo di TikTok miliknya.
“Penutupan TikTok Shop ini sebenarnya tidak mengganggu para seller, karena para seller, para pelaku UMKM yang jualan online bisa memanfaatkan promo produknya di TikTok medsosnya,” ujar Teten.
Teten menjelaskan, para seller dan UMKM dapat memanfaatkan TikTok sebagai media sosial untuk mempromosikan produk mereka. Kemudian penjualannya akan diarahkan kepada e-commerce dari berbagai platform. Karena penjual sendiri menurutnya tidak berjualan di satu platform saja.
“Pembelinya juga tinggal pindah 'channel' saja, jadi sederhana itu, jadi tidak benar kalau setelah ditutup ini mereka akan bangkrut dan lain sebagainya," kata Teten.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, pemerintah tidak melarang TikTok Shop untuk beroperasi di Indonesia, melainkan hanya perlu mengikuti aturan, yakni membuka kantor berbadan hukum di Indonesia.
Saat ini, TikTok baru membuka kantor perwakilan di Indonesia dan bisa beroperasi kembali jika membuka kantor usaha dan mengantongi perizinan berusaha berbasis risiko.
Dengan begitu, dia yakin TikTok berpotensi membuka usaha di Indonesia. Karena Indonesia sendiri memiliki pasar terbesar kedua TikTok Shop setelah Amerika Serikat yang kini sudah memiliki pengguna 170 juta orang.
“Indonesia, kan, sudah 113 juta (pengguna) dan Indonesia termasuk negara yang daya belinya cukup kuat," katanya.
Terlepas dari persoalan di atas, TikTok Indonesia mengklaim social commerce seperti TikTok Shop lahir sebagai solusi bagi masalah nyata yang dihadapi UMKM. Selain itu, social commerce bertujuan membantu pelaku UMKM berkolaborasi dengan kreator lokal dalam meningkatkan kunjungan di toko online mereka.
Meski begitu, TikTok Indonesia tetap menghormati hukum dan regulasi yang berlaku di Indonesia. Namun, TikTok tetap berharap pemerintah mempertimbangkan keberadaan TikTok Shop yang diklaim menghidupi jutaan pengusaha lokal dan kreator lokal.
“Kami akan tetap menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia, namun kami juga berharap pemerintah mempertimbangkan dampak terhadap penghidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop,” ucap TikTok Indonesia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz