tirto.id - Calon pengganti Panglima TNI Laksamana Yudo Margono masih menjadi tanda tanya, meski ia akan pensiun pada akhir November 2023. Sebab, Presiden Joko Widodo belum mengajukan nama calon ke DPR RI untuk dilakukan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan sebelum dilantik presiden.
Jokowi hingga saat ini masih irit bicara terkait bursa panglima ini. Bahkan, di tengah isu perpanjangan dan pergantian Panglima TNI Yudo Margono yang ramai seminggu terakhir ini, Presiden Jokowi hanya menjawab singkat: masih dalam proses.
Lantas, siapa sosok yang layak sebagai pengganti Laksamana Yudo Margono? Saat ini, ada sejumlah nama yang digadang-gadang dan memenuhi syarat sebagai panglima TNI berikutnya. Dari matra laut ada KSAL Laksamana M. Ali. Ia menjabat sebagai KSAL usai dilantik pada 28 Desember 2022. Pria kelahiran 9 April 1967 itu akan pensiun pada 9 April 2025. Ali pernah menjabat sebagai Pangkogabwilhan I, Asrena KSAL dan Koorsahli KSAL.
Sementara dari matra udara, ada KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo. Akan tetapi, ia akan memasuki masa pensiun pada 9 April 2024. Dengan demikian, jika Jokowi memilih Fadjar, maka ia hanya memiliki masa tugas hingga April 2024.
Situasi nyaris sama terjadi di matra darat. Meski secara urut kacang –berdasarkan kebiasaan Jokowi-, panglima TNI berikutnya dari matra darat, tapi KSAD Jenderal Dudung Abdurracman sulit untuk masuk bursa, karena ia akan pensiun berdekatan dengan Yudo.
Namun, jika ada pemilihan KSAD baru pengganti Dudung, maka peluang Panglima TNI dari matra darat cukup besar. Setidaknya ada tiga nama yang disebut berpeluang besar dipilih Jokowi. Pertama adalah Wakasad Letjen Agus Subiyanto.
Agus yang lahir pada 5 Agustus 1967 ini pernah menjadi Dandim 0735/Surakarta pada 2009-2011 atau saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo. Ia juga pernah menjadi Danpaspampres, Pangdam Siliwangi dan Danrem 061/Suryakencana. Dari catatan dia sebagai Danpaspampres, menandakan Jokowi pernah berhubungan dekat dengan Agus.
Selain dua sosok di atas, ada Pangkostrad Letjen Maruli Simanjuntak. Pria kelahiran 27 Februari 1970 ini adalah menantu dari Menko Maritim dan Investasi, Luhut Bnsar Pandjaitan. Selain faktor mertua, Maruli juga pernah menduduki jabatan strategis, seperti Kasdam IV/Diponegoro, Wadanpaspampres, Danpaspampres, dan Pangdam Udayana.
Di sisi lain, ada nama Letjen Suharyanto yang juga berpeluang sebagai panglima TNI. Suharyanto yang saat ini sebagai kepala BNPB berpotensi dipilih karena dia pernah menjabat sebagai sekretaris militer di era kepemimpinan Jokowi. Suharyanto juga pernah menduduki jabatan strategis seperti Pangdam V Brawijaya, Direktur Kontra Separatisme Deputi III BIN, dan Kasdam Jaya.
Harus Pertimbangkan Rekam Jejak & Ketentuan Normatif
Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri menilai, ada potensi upaya penundaan pemilihan panglima pengganti Laksamana Yudo. Namun, ia berharap pergantian panglima harus sesuai ketentuan persyaratan normatif.
Selain soal pemenuhan syarat, Gufron berharap, Jokowi memperhatikan rekam jejak kandidat, seperti bebas dugaan korupsi dan pelanggaran HAM. Ia berharap panglima terpilih tidak ditunjuk dengan pertimbangan politis seperti pemilu.
“Meskipun tidak ada korelasi dengan dinamika politik pemilu, karena kan itu di luar tupoksi TNI, tapi konteks pemilu dan dinamika pemilu tetap jadi pertimbangan nampaknya. Tetap dipertimbangkan presiden dalam konteks pergantian panglima TNI. Itu yang dalam catatan kami harus dihindari oleh presiden,” kata Gufron.
Gufron juga berharap, Jokowi menaruh atensi pemilihan panglima bisa menyelesaikan masalah penyimpangan fungsi TNI, seperti penempatan personel TNI di operasi militer selain perang yang tidak sesuai tugas pokok dan fungsi. Ia mencontohkan pengerahan TNI dalam pengembangan food estate. Ia juga ingin agar para prajurit TNI tidak ditempatkan di jabatan sipil yang tidak sesuai aturan.
Gufron juga berharap agar Panglima TNI mendatang bisa mendorong reformasi TNI. Salah satunya adalah ada dukungan Panglima TNI terpilih dalam mendorong reformasi peradilan militer.
Terakhir, kata Gufron, Panglima TNI harus bisa menjaga netralitas TNI di tengah dinamika politik elektoral. Ia tidak ingin TNI ditarik ke politik praktis hingga mengganggu internal.
Analis militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, panglima baru akan memiliki sejumlah tantangan yang harus ditangani. Di sisi lain, Fahmi menilai Jokowi juga perlu memperhatikan sebagai kriteria pemilihan.
Pertama, Fahmi berharap, panglima baru bisa membawa TNI menjadi alat negara yang profesional dan mumpuni dalam menegakkan kedaulatan dan keamanan nasional.
“Salah satu agenda reformasi itu, kan, menjadikan TNI sebagai alat negara yang profesional, mumpuni dalam menegakkan kedaulatan dan keamanan nasional dengan membatasi peran dan pelibatannya di luar agenda politik negara, apalagi dalam urusan-urusan politik sectoral bahkan elektoral,” kata Fahmi, Rabu (27/9/2023).
Fahmi menekankan, postur pertahanan memuat tiga aspek utama, yakni: kekuatan, kemampuan dan penggunaan. Dalam pembinaan kemampuan, kekuatan dan gelar pasukan, Panglima TNI perlu memperhatikan isu pembinaan karier. Ia mendorong panglima terpilih bisa melakukan proses mutasi dan promosi berdasarkan sistem merit sistem.
Kedua, kata Fahmi, panglima terpilih harus punya atensi pada isu kompetensi prajurit, selain isu modernisasi alutsista. Ia menilai, panglima baru perlu menguatkan pembangunan karakter dan spesialisasi di kesatuan.
Menurut Fahmi, Panglima TNI masa depan juga harus bisa menyelesaikan masalah kebutuhan dana taktis yang kerap menjadi biang kerok alasan TNI terlibat dalam urusan sipil yang berpotensi melanggar aturan perundang-undangan.
“Jadi saya kira siapa pun yang menjadi pengganti Laksamana Yudo Margono akan dihadapkan pada sejumlah tantangan besar. Selain isu lingkungan strategis, juga menyangkut pengembangan organisasi moral dan komptenesi prajurit, isu modernisasi alutsista maupun kesejahteraan prajurit,” kata dia.
Fahmi juga menilai, pemilihan panglima tidak perlu melihat soal pemilu dan dinamika politik global. Dalam kasus politik, kata Fahmi, penyelenggaraan pemilu bukan beban TNI sehingga tidak perlu dikaitkan dengan Panglima TNI baru. Ia mengingatkan posisi TNI hanya sebagai pendukung.
Dari sisi dinamika global, kata Fahmi, Panglima TNI adalah pelaksana, sementara permasalahan dinamika global adalah wewenang pemerintah, yakni presiden dan menteri pertahanan.
“Sepanjang tidak ada perubahan keputusan politik negara, dan tidak ada turbulensi, saya kira menjadikan isu tahun politik maupun dinamika global sebagai bagian dari agenda utama atau PR mengukur kelayakan panglima TNI bukan hal yang cukup tepat,” kata Fahmi.
Mencari Kandidat yang Tepat
Peneliti dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI) Beni Sukadis mengingatkan, UU TNI mengamanatkan perwira TNI memasuki masa pensiun pada usia 58 tahun. Oleh karena itu, berdasarkan UU, Laksamana Yudo seharusnya diganti pada akhir November 2023.
“Pensiunnya Laksamana Yudo Margono diharapkan akan memfasilitasi proses promosi dan regenerasi yang lancar di dalam tubuh TNI. Sebaliknya, jika masa jabatannya diperpanjang, hal ini berpotensi menimbulkan dampak negatif dengan menghambat perwira muda untuk naik pangkat dan terjadi penumpukan perwira di level atas dan menengah. Tentu saja ini merugikan bagi regenerasi perwira TNI,” kata Beni dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Rabu (27/9/2023).
Karena itu, Beni menyoroti Presiden Jokowi yang juga belum mengajukan kandidat ke DPR RI. Ia menduga, ada tarik-menarik pemilihan panglima karena Panglima TNI selanjutnya diprediksi adalah TNI AU. Namun, masa jabatan KSAU yang hanya tinggal hitungan bulan, membuat opsi tersebut kemungkinan tidak direalisasikan Jokowi.
“Yang menjadi persoalan kenapa belum ditunjuk? Bisa saja karena tarik menarik kepentingan dalam penunjukan KSAD dan juga Panglima TNI. Karena secara tradisional, dalam praktiknya, Panglima TNI selanjutnya biasanya berasal dari TNI AU karena saat ini dijabat dari TNI AL. Namun, pada April 2024, calon Panglima TNI yang berasal dari TNI AU (KSAU) akan mencapai usia pensiun,” kata Beni.
Karena itu, kata Beni, kemungkinan besar akan ada pertimbangan untuk melompati KSAU yang akan masuk masa pensiun serta memilih calon yang lebih muda atau yang memiliki masa pensiun yang lebih panjang.
“Calon-calon yang mungkin menjadi pertimbangan presiden adalah perwira tinggi AD seperti Letjen Maruli (Pangkostrad), Letjen Agus Subiyanto (Wakasad), atau Letjen Suharyanto (Kepala BNPB) dan masih ada beberapa lainnya,” kata Beni.
Beni beranggapan, situasi inilah menjadi perdebatan atau tarik menarik dalam penunjukan KSAD yang nanti justru menjadi pembuka jalan untuk menduduki panglima baru. Beni melihat keputusan akhir dalam hal ini akan sangat dipengaruhi oleh pertimbangan kebutuhan organisasi, kondisi keamanan nasional, serta riwayat karier dan kualifikasi individu yang bersangkutan.
“Sangat mungkin faktor keberuntungan juga menjadi penentu dalam penunjukan KSAD dan Panglima TNI saat ini,” kata Beni.
Sementara dari sisi pemilihan panglima, Gufron dari Imparsial memandang, pemilihan panglima harus sesuai dengan syarat UU TNI. Menurut dia, Jokowi bisa memilih Panglima TNI di luar matra TNI Angkatan Laut karena panglima saat ini dari angkatan laut.
“Mestinya, kan, geser ke [TNI] AU, angkatan udara gilirannya, tapi masalahnya KSAU cuma 6 bulan lagi mau pensiun,” kata Gufron.
Sebagai catatan, KSAU saat ini, yaitu Marsekal Fadjar Prasetyo akan memasuki masa pensiun pada 9 April 2024. Dengan demikian, Fadjar memiliki masa tugas hingga akhir April 2024.
Gufron beranggapan, proses pergantian harus segera dilakukan presiden karena tidak bisa dilakukan perpanjangan masa jabatan. Jika dilihat dari karakter Jokowi, Gufron menekankan bahwa semua kepala staf punya kesempatan. Namun, bila menilik sejarah, ia menduga Panglima TNI berikutnya bisa dari TNI AD.
Akan tetapi, Gufron mengaku tidak tahu siapa calon yang akan dipilih Jokowi. Gufron hanya mengatakan, pemilihan panglima lazimnya adalah orang terdekat dan kepercayaan presiden di militer. Hal itu dapat dilihat dari pemilihan Hadi Tjahjanto di masa lalu. Hal itu akan jadi pertimbangan, selain pemenuhan syarat normatif maupun rekam jejak.
Hal senada diungkapkan Fahmi. Ia menekankan pemilihan panglima pengganti Yudo harus sesuai undang-undang. Kandidat Panglima TNI harus perwira aktif bintang 4 yang sedang atau pernah menjabat kepala staf.
Ia menilai, aturan ini akan membuat KSAD saat ini, Jenderal Dudung sulit menjadi kandidat Panglima TNI karena akan pensiun berdekatan dengan Yudo. Namun, Fahmi menilai, KSAD selanjutnya sangat potensial untuk menjadi panglima selanjutnya.
“Penggantinya siapa saja itu tentu akan memiliki peluang yang sama dengan KSAL Muhammad Ali maupun KSAU Fadjar Prasetyo untuk bersaing menjadi calon panglima TNI, tapi selama ini memang belum pernah terjadi estafet komando dari matra laut ke matra laut, atau matra laut langsung ke matra udara atau sebaliknya dari udara ke laut," kata Fahmi.
Fami menambahkan, “Artinya jika riwayat pergantian panglima TNI itu juga menjadi pertimbangan, maka harus diakui bahwa KSAD baru saya kira akan memiliki peluang lebih besar untuk diusulkan presiden menjadi panglima TNI.”
Dalam catatan Fahmi, ada sekitar 17 perwira TNI AD yang berstatus jenderal bintang 3. Dari 17 jabatan tersebut, ada beberapa pejabat bintang 3 yang berpeluang untuk menjadi kandidat KSAD yakni: Wakasad, panglima Kostrad, komandan Pusterad, Koordinator Staf Ahli KSAD, pimpinan Pangkogabwilhan, Kasum TNI, Kabais TNI, kemudian Komandan Kodiklat TNI. Sementara mereka yang berada di luar formasi dan layak dipertimbangkan adalah Kepala BNPB Suharyanto dan Sesmenkopolhukam Letjen Teguh Pudjo Rumekso.
Akan tetapi, kata Fahmi, hanya jenderal bintang 3 yang berpotensi menjadi KSAD, melainkan juga para jenderal bintang 2. Ia beralasan, waktu yang ada saat ini masih memungkinkan melakukan 1 hingga 2 kali mutasi. Namun, kata dia, semua keputusan berada di tangan Jokowi selaku panglima tertinggi.
Jika ditilik dari nama kandidat jenderal bintang 3 yang dekat dengan Presiden Jokowi, ada beberapa nama yang berpeluang kuat, antara lain: Wakasad Letjen Agus Subiyanto, Panglima Kostrad Letjen Maruli Simanjuntak, Kepala BAIS Letjen Rudyanto, dan Kepala BNPB Letjen Suharyanto. Selain itu, ada nama lain seperti Sesmenkopolhukam Letjen Teguh Pujo Rumekso dan Koordinator Staf Ahli KSAD Letjen I Nyoman Cantiasa yang merupakan peraih Adi Makayasa.
“Kalau kita lihat lagi faktor kedekatan dan kecocokan dengan presiden yang ditengarai bisa sangat menentukan itu, dari deretan nama-nama yang tadi saya sebutkan, saya kira Letjen Agus Subiyanto dan Letjen Suharyanto menjadi lebih layak untuk disorot,” kata Fahmi.
Lalu, bagaimana dengan Maruli Simanjuntak? Fahmi menilai, Maruli lebih layak untuk bersaing di bursa kepala staf setelah Dudung. Ia yakin, Maruli bisa menjadi KSAD sebagai pengganti KSAD yang menjadi calon panglima.
“Saya memprediksi dia akan masuk bursa KSAD menjadi pengganti siapa pun nanti yang menjadi calon panglima. Jadi dia bukan masuk pada bursa pengganti Dudung, tapi Pak Maruli akan bersaing dengan perwira-perwira yang segenerasi dengan dia, bertarung [untuk] posisi KSAD [berikutnya]” kata Fahmi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz