tirto.id - Isu pergantian panglima TNI kembali menjadi perbicangan seiring dengan Laksamana TNI Yudo Margono yang akan masuk usia pensiun pada November 2023. Di sisi lain, wacana perpanjangan masa jabatan juga mengemuka bersamaan dengan uji materi UU TNI terkait batas usia pensiun prajurit di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz menyebut, ada dua opsi terkait Panglima TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman yang sama-sama akan pensiun pada November nanti, yaitu: pergantian atau perpanjangan. Namun, Komisi I menyerahkan ke pemerintah agar mengkajinya.
Terkait wacana ini, Presiden Joko Widodo mengatakan, pergantian Panglima TNI dan KSAD masih dalam proses. Namun, Jokowi tidak menjawab detail langkah apa yang telah dilakukan.
“Pergantiannya masih dalam proses,” kata Jokowi, Selasa (19/9/2023).
Meski demikian, Jokowi tetap membuka peluang untuk perpanjangan masa jabatan. “Semua opsi ya bisa-bisa saja, tapi semuanya masih dalam proses,” kata Jokowi menambahkan.
Opsi Pergantian Dinilai Lebih Tepat
Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri mendorong agar Jokowi memilih opsi pergantian daripada memperpanjang masa jabatan. Sebab, kata dia, upaya memperpanjang masa jabatan Panglima TNI tidak penting dan malah berpotensi melanggar hukum.
“Imparsial memandang, proses perpanjangan masa usia pensiun Panglima TNI merupakan langkah yang bertentangan dengan hukum (inkonstitusional) dan tidak memiliki urgensi untuk dilakukan saat ini,” kata Gufron pada Jumat (22/9/2023).
Gufron menambahkan, “Pasal 53 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan bahwa usia pensiun bagi perwira TNI adalah 58 tahun. Ketentuan tersebut tidak memungkinkan dibukanya opsi perpanjangan masa usia pensiun perwira, termasuk dalam hal ini Panglima TNI.”
Gufron mendorong, Presiden Jokowi harus tetap mengacu pada UU TNI dalam pergantian panglima. Ia menekankan, upaya perpanjangan bisa memicu gangguan di internal TNI.
“Jangan memaksakan sebuah kebijakan yang bertentangan dengan hukum dan berdampak pada dinamika internal TNI,” kata Gufron.
Menurut Gufron, upaya untuk mengakomodir ketentuan tersebut adalah dengan merevisi Pasal 53 UU TNI atau menguji di Mahkamah Konstitusi. Ia mengatakan, uji materi Pasal 53 UU TNI yang bergulir saat ini adalah yang kedua kalinya. Ia mengingatkan bahwa permohonan yang hampir serupa sudah ditolak MK. Sementara itu, revisi UU TNI belum dilakukan jika mengacu pada Prolegnas 2023.
Gufron juga menekankan bahwa urgensi perpanjangan masa jabatan TNI tidak bisa dilakukan dengan dalih pemilu. Ia sebut, pergantian panglima harus dianggap hal biasa serta tidak ada kaitannya dengan proses pemilu. Apalagi mekanisme pergantian Panglima TNI sudah dibentuk dan TNI secara internal sudah memiliki sistem yang baku dan telah dijalankan selama ini.
Hal senada diungkapkan Head of Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas. Ia mengatakan, perpanjangan masa usia pensiun Panglima TNI akan berdampak serius bagi regenerasi dan penataan pola karier prajurit.
“Bottleneck promosi pamen dan pati dalam jangka panjang akan menjadi semakin kompleks mengingat roda regenerasi biasanya mengikuti ritme pergantian pimpinan TNI. Selain besarnya dampak buruk bagi organisasi TNI, perpanjangan masa pensiun juga tidak mempunyai urgensi dan alasan kegentingan yang dapat dijadikan presiden untuk mengeluarkan Perppu,” kata Anton kepada reporter Tirto.
Anton menambahkan, “Dengan kata lain, agar Panglima TNI baru dapat melakukan konsolidasi internal dengan baik, pengajuan nama kandidat hendaknya segera dilakukan presiden dalam waktu dekat.”
Siapa Kandidat yang Tepat?
Anton menilai, semua kepala staf bisa menjadi panglima selama memenuhi syarat. Saat ini, nama yang paling memungkinkan adalah KSAL Laksamana M. Ali karena memenuhi syarat dari segi profil, jejak pengalaman, dan riwayat penugasan.
Akan tetapi, kata Anton, jika pergantian KSAD terjadi, maka KSAD baru berpeluang akan mengisi kursi panglima. Sebab, kata dia, kursi Panglima TNI saat ini dipegang matra laut dan KSAU belum diganti.
“Apalagi, dalam UU TNI tidak dijelaskan lebih lanjut bahwa waktu minimum saat menjabat pos kepala staf. Artinya, baru menjabat dalam hitungan hari atau pekan pun bisa dicalonkan oleh presiden dan tidak melanggar UU TNI,” kata Anton.
Sementara itu, Gufron memberikan sejumlah catatan dalam pemilihan panglima mendatang. Misalnya harus memenuhi syarat normatif dan substantif. Salah satu syarat normatif yang harus diperhatikan adalah Pasal 13 ayat 4 UU TNI di mana calon panglima TNI adalah perwira TNI aktif yang sedang atau pernah menjabat kepala staf dan dapat bergantian.
Sementara syarat substantif adalah dengan menyeleksi panglima dari sisi aspek komitmen, visi misi pembangunan TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional hingga rekam jejak yang bebas dari dugaan kasus pelanggaran HAM, praktik korupsi maupun tindak pidana berat lain.
“Calon Panglima TNI ke depan juga harus memiliki komitmen untuk melanjutkan agenda reformasi TNI,” kata Gufron.
Gufron juga menyarankan agar Jokowi menghindari pertimbangan politis dalam pemilihan Panglima TNI. Hal ini tidak lepas dari konstelasi politik elektoral 2024 dalam rangka menjaga soliditas dan netralitas TNI.
Pendapat Gufron cukup beralasan, mengingat pemilihan Panglima TNI akan melalui fit and proper test di DPR. Ada potensi bahwa pergantian panglima akan ajang menjadi politisasi partai politik.
Selain itu, kata Gufron, cawe-cawe militer kerap langsung dan tidak langsung dalam pemilu. Ia mengingatkan, anggota TNI ada di tengah-tengah masyarakat dan mereka memiliki sumber daya.
Selama ini, kata Gufron, mekanisme pengawasan internal masih menjadi titik lemah, termasuk penegakan akuntabilitasnya. Di sisi lain, ada juga purnawirawan yang berpolitik. Mereka berpotensi memengaruhi para prajurit aktif.
“Banyak purnawiran jenderal TNI yang terlibat dalam politik dan dukung mendukung bakal calon presiden/cawapres. Yang dikhawatirkan, mereka menggunakan pengaruhnya untuk menarik-menarik TNI ke dalam kegiatan dukung-mendukung calon. Kan, banyak dari perwira aktif yang mengisi posisi-posisi strategis di TNI saat ini pernah menjadi bawahannya,” kata Gufron.
Lantas, siapa kandidat yang layak dan kapan idealnya dilakukan? Gufron berharap pergantian bisa dilakukan secepatnya sebelum Panglima TNI Yudo pensiun. Khusus kandidat, ia menilai semua kepala staf layak, kecuali KSAD Jenderal Dudung yang juga masuk usia pensiun.
“Yang diangkat jadi KSAD berikutnya tentu memiliki peluang. Yang saat ini bintang 3 ada tiga calon: wakasad, pangkostrad dan kepala BNPB. Sulit menyebut siapa yang layak. Semuanya memiliki peluang, yang penting dia memenuhi syarat normatif dan substantif,” kata Gufron.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz