tirto.id - Nasib tenaga honorer di Indonesia saat ini masih terkatung-katung. Pasca pemerintah urung menghapus status tenaga kerja honorer pada November 2023, kejelasan nasib mereka belum tegas. Tenaga honorer urung dihapus tahun ini, agar tidak terjadi lonjakan pengangguran dan terganggunya sektor pelayanan publik.
Berbagai skema pun dirancang pemerintah pusat agar tenaga honorer dapat diangkat menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara). Misalnya, Kemenpan RB telah menetapkan formasi CASN nasional 2023 sebanyak 572.496 formasi. Dari formasi tersebut, sebesar 80 persen dialokasikan untuk pelamar dari tenaga honorer atau non-ASN, sisanya 20 persen untuk pelamar umum.
Kendati demikian, pembenahan nasib tenaga honorer secara menyeluruh masih belum matang digodok. Revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang digadang-gadang akan menyelesaikan persoalan ini, juga belum kelar dibahas. Alih-alih makin terang, pekerjaan rumah baru muncul ke permukaan, data tenaga honorer di Indonesia tiba-tiba membengkak jumlahnya.
Pemerintah menyatakan total tenaga honorer atau non-ASN per 1 April 2023 berjumlah sekitar 2,36 juta orang. Jumlah ini jauh menggelembung dibandingkan klaim sebelumnya yang hanya sekitar 400 ribu orang.
Baru-baru ini, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang, bahkan menyatakan angka tersebut kemungkinan masih bisa bertambah. Sebab, ia menyatakan masih ada sekitar 3,38 juta tenaga honorer yang belum masuk ke dalam data tenaga honorer pemerintah. Data ini ia dapatkan berdasarkan laporan yang masuk di dalam halojg.id, website yang ia miliki.
“Yang sebelumnya sudah terdaftar (data pemerintah) 2,3 juta lebih kurang. Jadi kalau 2,3 ditambah 3,38 juta menjadi 5,6 juta (total tenaga honorer),” kata Junimart saat rapat kerja dengan Menteri PANRB, Kepala BKN, LAN, dan ANRI di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Tidak hanya itu, para tenaga honorer yang telah melaporkan itu, kata Junimart, juga dalam kondisi khawatir. Mereka takut tidak terdaftar sebagai tenaga honorer yang diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) oleh pemerintah, padahal telah mengabdi puluhan tahun.
“Kedua, mereka sangat khawatir data mereka akan diganti dengan tenaga honorer titipan dan fiktif seperti yang sudah terjadi pada beberapa daerah,” tutur Junimart.
Junimart mengklaim, data yang ia miliki valid karena mampu menunjukkan durasi masa tugas, identitas yang jelas, serta instansi tempat mereka bekerja selama ini.
Sontak saja pertanyaan muncul soal akurasi data tenaga honorer yang telah dihimpun oleh pemerintah. Salah satunya datang dari Wakil Ketua DPR RI cum Ketua Umum DPP PKB, Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang mendorong Kemenpan RB segera melakukan audit ulang data tenaga honorer secara menyeluruh.
“Saya kira ini PR besar pemerintah untuk melakukan sinkronisasi data tenaga honorer, harapan saya sebaiknya diaudit ulang, cek satu persatu di setiap kementerian atau lembaga,” kata Cak Imin dalam keterangan tertulis.
Ia menyatakan hal ini penting dilakukan agar dapat mengetahui kondisi riil masalah tenaga honorer di Indonesia. Cak Imin juga meminta pemerintah mengevaluasi penyebab masih ada data tenaga honorer yang belum dihimpun.
Penyebab Masih Honorer Tak Terdata
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, ada unsur menutup-nutupi pelanggaran di balik ketidakakuratan data tenaga honorer yang dimiliki pemerintah. Ia menyampaikan kemungkinan masih terdapat beberapa kementerian dan lembaga yang dengan sengaja menyembunyikan jumlah asli tenaga honorer mereka.
“Ada perilaku koruptif juga di situ, mungkin ada titipan kepala daerah, titipan kepala unit dan sebagainya yang mereka dijanjikan kerja di pemerintahan karena membantu kampanye dulu,” kata Trubus dihubungi reporter Tirto, Kamis (21/9/2023).
Trubus mendesak ketegasan pemerintah pusat untuk meminta data yang sesungguhnya dari tenaga honorer di kementerian/lembaga, khususnya di pemerintah daerah. Ia menegaskan bahwa kepastian data merupakan hal yang vital dalam membenahi masalah tenaga honorer di Indonesia.
“Menurut saya ketika data itu ada, pengaruhnya sangat signifikan untuk bagaimana kita melakukan pembenahan dan tata kelola kelanjutan karir tenaga honorer,” ungkap Trubus.
Ia menambahkan, pemerintah juga perlu tegas dalam mengambil keputusan soal nasib tenaga honorer. Trubus menilai belum ada langkah pasti yang dilakukan pemerintah terkait nasib honorer yang tidak jadi dihapuskan statusnya tahun ini.
“Butuh ketegasan pemerintah pada nasib honorer ini. Bagaimana nantinya mengambil tindakan dan pembenahan itu semua perlu data yang pasti,” terang Trubus.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan, memang harus ada satu data yang menghimpun seluruh laporan jumlah tenaga honorer di Indonesia.
Tauhid menilai, pembengkakan jumlah tenaga honorer merupakan suatu hal yang fatal. Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa model atau pola rekrutmen tenaga honorer masih bermasalah.
“Ini entah apakah pendataan bermasalah di pusat atau di daerah. Namun, melihat jumlah perbedaan yang membengkak, saya duga dua-duanya. Dan kemungkinan paling banyak tak terdata guru honorer,” jelas Tauhid dihubungi reporter Tirto, Kamis (21/9/2023).
Tauhid menambahkan, ketidakserasian data akan menimbulkan masalah yang lain, terutama soal pembiayaan. Ibarat bom waktu, jelasnya, pembiayaan untuk tenaga honorer juga akan ikut membengkak dengan jumlah data yang makin bertambah.
“Kalau data ini satu, kan, akhirnya tahu beban anggaran ini jelas seperti apa. Dan kepastian fungsional mereka juga jelas, apakah mereka pelengkap saja atau berperan strategis di pemerintahan,” ujar Tauhid.
Selain itu, dengan data yang akurat juga bisa menentukan di mana daerah yang masih sedikit jumlah distribusi honorer di sektor pelayanan publik. Ia menyarankan pemerintah membuat platform atau aplikasi yang terintegrasi dengan laporan data tenaga honorer di pemerintah daerah.
“Karena data itu penting untuk memudahkan soal anggaran dan kebutuhan distribusi,” jelas Tauhid.
Respons Pemerintah
Plt Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI, Nur Hasan menjawab diplomatis ketika ditanya soal upaya verifikasi data yang dilakukan oleh BKN dan Kemenpan RB.
“Kalau sudah dapat terlihat di portal SSCASN berarti sudah selesai (pendataan),” kata Nur Hasan saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (21/9/2023).
Adapun terkait kepastian nasib tenaga honorer, Nur Hasan menegaskan, seluruh pengangkatan pegawai menjadi ASN harus melalui seleksi.
“Hal ini sudah sering kami sampaikan ke masyarakat. Termasuk bagi tenaga honorer harus tetap mengikuti prosedur seleksi secara umum,” ujar Nur Hasan.
Di sisi lain, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Abdullah Azwar Anas kembali menegaskan, masalah tenaga honorer akan dibenahi dalam revisi UU ASN. Ia menyatakan undang-undang ini masih dalam tahap pengembangan.
“Untuk 28 November yang penting mereka kita selamatkan dulu. Mereka tetap bisa bekerja untuk tahun yang akan datang. Sambil UU ini jalan, kami sudah mengeluarkan surat edaran agar 2024 semua kementerian/lembaga tetap menganggarkan bagi teman-teman non-ASN yang bekerja,” kata Anas di Jakarta, Kamis (21/9/2023) sebagaimana dikutip Antara.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz