Menuju konten utama

Wacana Sistem Gaji Tunggal PNS, Efektifkah Tutup Celah Korupsi?

Penerapan sistem single salary bagi PNS dinilai punya banyak manfaat. Salah satunya mempermudah perhitungan gaji dan tunjangan.

Wacana Sistem Gaji Tunggal PNS, Efektifkah Tutup Celah Korupsi?
Sejumlah Aparatur Sipil Negara saat mengikuti apel memperingati Hari Bela Negara di Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (19/12/2022). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.

tirto.id - Pemerintah tengah mengkaji penerapan sistem single salary atau gaji tunggal bagi aparatur sipil negara (ASN). Dengan adanya sistem ini, maka komponen tunjangan yang diberikan pada ASN akan dihapus.

Abdi negara nantinya hanya menerima gaji pokok. Tapi jumlah gaji tersebut bisa lebih besar dari sebelumnya. Hal ini karena berbagai tunjangan yang sebelumnya ada (seperti tunjangan anak dan istri, tunjangan beras, dan lainnya) akan digabungkan atau dimasukkan ke dalam gaji pokok tersebut.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menjelaskan, sistem single salary ini akan masuk kegiatan prioritas berdasarkan fungsi yang masuk dalam rencana kerja di 2024. Dalam poin nomor dua rencana pembangunan tahunan nasional, Suharso mengemukakan tentang konsep kebijakan reformasi sistem pensiun dan single salary bagi ASN.

“Konsep kebijakan reformasi sistem pensiun dan single salary bagi ASN,” kata Suharso dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI yang digelar pada Senin (11/9/2023).

Sistem gaji tunggal bagi ASN sebenarnya bukan barang baru. Rencana ini sudah disampaikan sebelumnya oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas.

Saat itu, Azwar Anas memberi sinyal pemerintah akan merombak sistem gaji untuk para PNS. Skema gaji PNS nantinya hanya menerapkan gaji tunggal. “Nanti masih dikaji,” kata dia.

Namun dalam praktiknya, skema tersebut sudah diuji coba untuk para ASN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Sekarang lagi pilot project di KPK dan PPATK. [Kenapa di situ? karena] KPK kan ada banyak pekerjaan yang membutuhkan dukungan kinerja bagus begitu juga integritas dan lain-lain,” kata Azwar Anas di Kantor Kemenko PMK, Selasa (12/9/2023).

Mengutip laman resmi Provinsi Sumatera Barat [PDF], sistem atau model baru penggajian PNS ini sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Dengan sistem yang baru, penggajian PNS tidak lagi menggunakan standar gaji yang biasa diberlakukan.

Penerapan single salary ini dilakukan karena selisih gaji pokok PNS antara golongan terendah hingga tertinggi dinilai tidak terlalu jauh. Selisih gaji yang tidak signifikan ini diduga membuat PNS tidak tergerak untuk meningkatkan kinerjanya dan tidak terlalu tertarik untuk naik ke golongan yang lebih tinggi.

Di sisi lain, sistem single salary juga dianggap lebih adil karena besaran gaji sangat erat kaitannya dengan penilaian kinerja atau pencapaian kerja PNS. Dengan demikian, diharapkan timbul persaingan sehat antara PNS dalam meningkatkan kinerjanya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Staf Khusus Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo menjamin, lewat sistem baru ini, maka penghasilan ASN akan disusun dengan prinsip adil, layak, dan kompetitif.

Saat ini, kata Yustinus, pemerintah bersama DPR sedang menyelesaikan revisi Undang-Undang ASN. Di mana salah satu poinnya adalah mengenai kesejahteraan ASN, termasuk penghasilan ASN.

“Jadi kita tunggu revisi UU selesai. Pada waktu yang tepat Kemenpan-RB tentu akan memberikan penjelasan lebih lengkap,” kata Yustinus kepada Tiirto, Rabu (13/9/2023).

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sekjen Kemnaker), Anwar Sanusi memandang sistem gaji tunggal ini menjadi cara yang baik untuk menciptakan standar penggajian agar lebih efektif.

“Saya rasa single salary sistem ini cara yang bagus untuk mendorong ASN lebih produktif dan berkinerja," katanya kepada Tirto, Rabu (13/9/2023).

Efisiensi Belanja & Tutup Celah Korupsi

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, penerapan sistem single salary bagi abdi negara akan memiliki banyak manfaat. Salah satunya mempermudah perhitungan mulai dari gaji dan tunjangan.

“Jadi memang single salary ini banyak manfaatnya. Kemudian juga bisa lebih efektif lagi misalnya dalam melakukan tambahan tunjangan perjalanan dinas,” kata Bhima kepada Tirto, Rabu (13/9/2023).

Bhima melihat dari segi keuntungan, sistem single salary ini bisa menghemat belanja pegawai. Karena merujuk data Kementerian Keuangan belanja pegawai di 2019 angkanya mencapai Rp376 triliun. Lalu, di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 belanja pegawai naik signifikan jadi Rp481 triliun.

“Artinya ada kenaikan belanja pegawai yang signifikan dan ini menjadi beban berat bagi APBN. Jadi gimana solusinya? Jadi solusinya memang dengan single salary tadi satu hal ada penghematan birokrasi," katanya.

Keuntungan lain dari sistem ini adalah mencegah terjadinya korupsi. Selama ini, kata Bhima, perjalanan dinas di kementerian atau lembaga menjadi salah rentan terjadinya korupsi. Selain itu, terlalu banyaknya variabel tunjangan diterima ASN juga turut menjadi celah bagi pelaku koruptif.

Tak hanya itu, dengan adanya sistem tersebut diyakini mampu meningkatkan efisiensi di dalam birokrasi. Serta jadi lebih efektif dan juga ada reward yang jelas bagi para ASN.

“Terutama bagi ASN yang bekerja lebih keras giat memang wajib dihargai lebih dibandingkan sesama ASN yang performa kurang begitu baik. Jadi selama ini karena variabel tunjangan terlalu banyak tidak berhubungan langsung dengan output ini yang mau diubah berhubungan langsung dengan output," terang Bhima.

Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Tadjuddin Noer Effendi mengatakan, penerapan sistem single salary ini harusnya sudah dibuat sejak lama oleh pemerintah. Karena sistem ini akan menjamin keadilan bagi ASN.

“Pertama harusnya sudah ada sistem pengupahan nasional harusnya sudah dibuat sejak lama. Karena sistem pengajian antar departemen lain-lain. Jadi ada semacam diskriminasi tidak menjadi satu," kata dia kepada Tirto, Rabu (13/9/2023)

Menurut dia, jika sistem ini diterapkan tidak akan memunculkan diskriminasi antar kementerian/lembaga. Pemerintah dalam hal ini hanya tinggal mengontrol setiap tahun kenaikannya disesuaikan dengan inflasi dan kondisi perekonomian dalam negeri.

“Saya pikir harus mengambil contoh dari negara yang sudah punya sistem pengupahan nasional atau single salary. UU sistem pengupahan nasional itu harus ada. Sekarang tidak jelas. Coba saja departemen keuangan dengan lainnya, kan, beda gajinya. Ada bonus dan sebagai macam itu menimbulkan semacam diskriminasi dan memunculkan penyimpangan korupsi," jelas dia.

Oleh karenanya, lewat sistem single salary maka tidak menutup kemungkinan juga celah korupsi di lingkungan kementerian/lembaga akan berkurang. Di samping juga terjadi penghematan belanja pegawai yang signifikan.

Skema Single Salary Tiap Daerah Beda

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Maliki menjelaskan, skema jumlah besaran gaji yang diterima ASN lewat sistem single salary tidak akan sama di setiap daerah.

"Single salary bukan berarti bahwa semua daerah sama," kata Maliki saat dihubungi Tirto, Selasa (12/9/2023).

Skema penggajian akan fokus pada kinerja. Terdiri dari prestasi yang dilakukan dan sistem ini diharapkan bisa menghapus ketimpangan para ASN.

“Gaji sesuai dengan prestasi mereka [ASN], tentunya dengan background, beberapa pertimbangan terkait profil dari pekerjaannya. Single salary ini seharusnya bisa menghilangkan ketimpangan antar ASN," ungkapnya.

Maliki menuturkan, sistem ini akan meleburkan perhitungan gaji secara tunggal. Dia menjelaskan, usulan tersebut sedang dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga lainnya.

“Yang membedakan, kita memberikan sistem penghargaan khusus, kita sedang mendetailkan itu, dan berkoordinasi dengan kementerian lembaga lainnya," tambahnya.

Sementara untuk detailnya rencana ini masih akan terus dibahas. Namun, dalam praktiknya misalkan ada ASN tertentu, dengan jabatan tertentu, kemudian dia bisa menghasilkan sesuatu, atau bisa mencapai target yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi misalnya, seharusnya bisa mendapat penghargaan khusus.

“Selama ini penghargaan bentuk medali. Kami mengharapkan ini bisa dihitung secara moneter," kata dia.

Baca juga artikel terkait GAJI PNS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz