Menuju konten utama
Dampak Negatif Judi Online

Kontroversi Usul Pajak Judi Online: Rakyat Jelata yang Dirugikan

Menkominfo Budi Arie mengklarifikasi bukan dirinya yang mengusulkan pajak judi online. Ia sebut judi online adalah perbuatan ilegal.

Kontroversi Usul Pajak Judi Online: Rakyat Jelata yang Dirugikan
Ilustrasi Judi Online. foto/Istockphoto

tirto.id - Ada suasana murung dari kisah yang dituturkan Aul, bukan nama sebenarnya, ketika berbagi cerita soal keluarga besarnya. Salah seorang anggota keluarga besar Aul, sebut saja N, wanita berumur 27 tahun, tengah berada di pinggir jurang perceraian dengan sang suami. N merupakan kakak sepupu Aul, hanya beda dua tahun usia mereka.

Berdasarkan penuturan Aul, ranjau jahat yang menghanguskan tali pernikahan pasangan muda asal Depok, Jawa Barat tersebut adalah judi online. Sang suami yang berinisial R (32), keranjingan akut bermain judi online. Usia pernikahan R dan N yang seumur jagung –baru dua tahun– telah menghasilkan dua anak kembar berusia setahun. Kini, kedua bocah kembar tersebut, dilarang berjumpa dengan Ayah mereka yang gila judi.

“Sepupu aku sudah pisah dengan R tiga bulan ini. Tinggal di rumah ibunya sama anak-anaknya. Loh, ya habis udah berbulan-bulan enggak dinafkahi (oleh R) karena gila judi,” kata Aul saat ditemui reporter Tirto di Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2023).

Aul melanjutkan ceritanya, sebelum kedua pasangan suami-istri itu pisah ranjang, R kerap mencuri uang pribadi N untuk modal judi online. Padahal, kata Aul, sebagai suami, R sudah berbulan-bulan tidak menafkahi keluarganya secara layak.

“Dia (R) kerja padahal, karyawan swasta gitu deh. Tapi duitnya habis mulu buat judi. Sudah enggak pernah kasih uang bulanan buat anak-istrinya. Bahkan pernah ngasih lima puluh ribu doang sebulan,” tutur Aul geram.

Aul merasa lega sekaligus sedih, mendengar kabar bahwa N dan R akan berpisah secara resmi. Ia menegaskan, judi online menjadi faktor kunci keruntuhan rumah tangga mereka.

“Padahal R dulu enggak gitu, cuma karena tergoda iklan judi jadi ketagihan. Lagi proses mau cerai, kasihan, tapi gimana kalau dilanjut juga. Pokoknya gila deh judi online bikin orang begitu,” ungkap Aul.

Kisah yang Aul tuturkan, hanyalah sepotong kecil contoh imbas negatif judi online yang makin menjadi-jadi belakangan ini. Bukan omong kosong jika Indonesia disebut darurat judi online, seperti yang ramai diperbincangkan di banyak kesempatan. Tidak hanya soal rumah tangga yang hancur lebur, ketagihan judi online tak jarang membuka jalan pada tindak kriminal.

Baru-baru ini misalnya, seorang guru dan satu pekerja swasta di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, terlibat kasus dugaan korupsi dengan dalih pelelangan aset barang. Modus keduanya ditengarai untuk modal judi online.

Ada juga kasus lain pada Mei 2023, di ibu kota. Dua perampok minimarket diamankan Kepolisian Polda Metro Jaya. Terungkap bahwa aksi perampokan ini bukan didasari ekonomi, namun untuk modal main judi.

Yang lebih mengerikan, terjadi di Tarakan, Kalimantan Utara. Seorang pemuda ditangkap polisi karena membunuh sepupunya sendiri. Motif pelaku yakni memeras korban dan meminta sejumlah uang untuk bermain judi online.

Kengerian demi kengerian lahir dari praktik judi online yang kian merebak di masyarakat. Kendati demikian, sikap ganjil justru terlontar dari sisi pemerintah. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengungkapkan ada usulan kepadanya untuk menerapkan pajak judi online. Hal itu ia sampaikan saat rapat bersama Komisi I DPR RI, di Jakarta, Senin (4/9/2023) pekan lalu.

“Saya berdiskusi dengan banyak pihak bilang 'ya sudah dipajakin aja', misalnya, dibuat terang dipajakin. Kalau enggak, kita juga kacau,” kata Budi.

Ia tak merinci siapa pihak-pihak yang mengusulkan hal tersebut. Namun, Budi menegaskan bahwa dirinya bukan dalam posisi sebagai promotor legalisasi judi online. Namun, sejurus kemudian ia malah menyinggung kerugian devisa negara akibat praktik judi online yang masih berstatus ilegal di Indonesia.

“Kita satu-satunya negara di ASEAN yang abu-abu, sedangkan judi online lintas batas. Kalau kita begini terus, yang ada kita rugi menurut saya,” tutur Budi.

Meski baru cuap-cuap belaka, tapi pernyataan Budi sontak mengundang reaksi ramai di media sosial. Banyak pihak yang merasa bahwa wacana penarikan pajak judi online justru menimbulkan masalah lebih besar. Alih-alih menyelesaikan masalah, seakan-akan bandar judi justru difasilitasi karpet merah.

Dinilai Usul Sesat Rugikan Masyarakat

Peneliti Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, pernyataan Menteri Budi Arie terkait ada usulan pajak judi online menyesatkan.

Dia menuturkan, judi online sangat berbahaya dan dapat menjadi katalisator pinjaman online (pinjol) yang macet dan bermasalah. Berdasarkan informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada 11,84 persen dari total 94 ribu laporan pengaduan terkait transaksi mencurigakan dari judi online.

“Jadi saya bisa bilang bahwa perkataan dari Pak Menteri itu menyesatkan dan bisa berpotensi merugikan masyarakat,” kata Nailul dalam diskusi publik 'Bahaya Pinjaman Online bagi Penduduk Usia Muda' digelar secara virtual, Senin (11/9/2023).

Mengutip laporan PPATK, pada 2022, ada 69,9 juta transaksi yang terkait dengan judi online dengan nominal sebesar Rp69,6 triliun. Di samping itu, pertumbuhan pinjol hingga Desember 2022 mencapai 71 persen dan 18 persen pada Juli 2023.

Meninjau dari Google Trends, lanjut Nailul, ditemukan pula peningkatan tren pencarian untuk kata-kata zeus slot dan pinjaman online sejak 2021 hingga akhir 2022.

“Ada dugaan saya bahwa ada kenaikan pinjaman online dikarenakan kalah judi online dan uang pinjaman online itu digunakan untuk bermain judi online,” ungkapnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, penarikan pajak judi online bukanlah solusi. Ia menekankan bahwa judi online berkaitan erat dengan kriminalitas yang meningkat.

“Judi online ini sudah mengakar dan menjadi masalah menurunkan produktivitas ada korelasi judi online dengan pinjaman online yang macet, kriminalitas juga meningkat dalam berbagai bentuk mulai dari pencurian hingga begal,” ucap Bhima saat dihubungi reporter Tirto.

Memungut pajak judi online, kata Bhima, sama halnya dengan melegalkan judi di Indonesia. Ia mendesak agar pemerintah justru bergerak aktif memberantas iklan promosi judi online, alih-alih berkutat pada wacana penerapan pajak.

Menerapkan Pajak Sama dengan Melegalkan

Pendapat senada dilontarkan Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Ia berpendapat bahwa menerapkan pajak pada judi online sama saja dengan melegalkan judi.

“Dan tidak sesuai dengan peradaban bangsa. Judi merusak moral dan pikiran sehat manusia,” kata Mu’ti saat dihubungi reporter Tirto, Senin (11/9/2023).

Mu’ti menilai, pendapatan negara dari sektor pajak sudah cukup membiayai penyelenggaraan negara. Maka dari itu, usulan menarik pajak dari judi online tidak perlu dilakukan.

“Pemerintah tidak boleh kehilangan optimisme dan kreativitas untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak,” terang Mu’ti.

Selain itu, ia mengingatkan pentingnya mencegah penyelewengan dan penyalahgunaan pajak oleh aparatur pajak dan pemerintah. Upaya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak harus menjadi fokus utama, agar dana pajak dapat digunakan secara efisien untuk kepentingan masyarakat dan negara.

Secara aturan hukum saat ini, peraturan yang mengatur perjudian termaktub dalam Pasal 303 bis dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan perjudian online, diatur dalam Pasal 27 ayat 2 UU ITE jo. Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016.

Di sisi lain, Pakar Hukum Erasmus Napitupulu menyampaikan, pemerintah belum melarang tegas perjudian dalam Pasal 303 (KUHP). Pasal 303 KUHP ayat 1 sendiri menyatakan bahwa perjudian ‘Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin'.

“Judi itu, kan, tidak total dilarang dalam undang-undang, makannya dalam KUHP apa disebutnya (yang pelanggaran) ‘tanpa izin’,” terang Erasmus ditemui reporter Tirto, di Jakarta Pusat, Senin (11/9/2023).

Terlepas dari wacana pemberian pajak judi online, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) ini berpendapat, jika legalitas perjudian tidak diatur dengan jelas regulasinya oleh negara, maka justru berbahaya dan menimbulkan menjamurnya praktik ilegal.

“Prinsipnya satu, tidak mengatur itu sama bahayanya dengan melarang. Jadi makannya sekarang ada orang kena judi online ada banyak yang kena kerugian akhirnya ada yang bunuh diri segala macam, itu karena negara enggak bisa cuma melarang,” jelas Erasmus.

Respons Pemerintah

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan soal pungutan pajak judi online. Bahkan, kata dia, Kementerian Keuangan belum menerima usulan tersebut secara formal.

Selama undang-undang melarang judi, Prastowo menilai, wacana penerapan pajak judi online tidak akan terwujud.

“Mengingat judi dilarang oleh UU, maka secara yuridis dan teknis mestinya praktik itu tidak terjadi di Indonesia dan kita berpegang pada ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini,” katanya dihubungi reporter Tirto.

Sementara itu, Menkominfo Budi Arie Setiadi kembali menegaskan bahwa bukan dirinya yang mengusulkan wacana pajak judi online. Ia mengklaim, hingga kini judi online adalah perbuatan ilegal yang melanggar hukum.

“Bukan saya yang usulin. Saya bukan dalam posisi itu. Judi tetap kegiatan ilegal sampai sekarang,” ucapnya kepada wartawan di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Artis promosikan judi online dilaporkan ke Bareskrim

Ketua Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) Muhamad Zainul Arifin (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai melaporkan sejumlah artis, selebgram dan influencer dengan dugaan mempromosikan judi dalam jaringan (online) di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (4/9/2023). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/nym.

Baca juga artikel terkait JUDI ONLINE atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz