Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Polemik Ganjar Muncul di Video Azan Magrib TV Milik Hary Tanoe

Munculnya Ganjar Pranowo dalam tayangan azan Magrib di televisi swasta milik Hary Tanoe menuai polemik. Termasuk politik identitas?

Polemik Ganjar Muncul di Video Azan Magrib TV Milik Hary Tanoe
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) dan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (kanan) mengangkat tangan bersama bakal Capres Ganjar Pranowo (tengah) usai penandatanganan kerja sama politik di Jakarta, Jumat (9/6/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU

tirto.id - Di sebuah bangunan masjid megah, bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ganjar Pranowo terlihat menyalami jemaah yang datang. Kejadian itu terekam di tayangan azan Magrib stasiun televisi swasta milik Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo

Partai Perindo adalah parpol pendukung Ganjar pada Pilpres 2024 bersama PDIP, PPP, dan Partai Hanura. Keberadaan partai besutan Hary Tanoe di koalisi pendukung Gajar ini diprediksi akan membuat televisi miliknya akan support publikasi eks Gubernur Jawa Tengah itu.

Awalnya, tayangan azan menampilkan sebuah pemandangan. Setelahnya muncul sosok Ganjar yang mengenakan kopiah warna hitam, dipadu koko putih, dan balutan sarung sambil membungkukkan badan menyalami beberapa jemaah. Memberi pesan untuk mengajaknya masuk.

Rangkaian video lainnya memperlihatkan eks Gubernur Jawa Tengah itu sedang mengambil wudu. Setelahnya Ganjar duduk di saf depan sebagai makmum hingga menyelesaikan tahiyat akhir dan salam.

Tayangan Ganjar di iklan azan tersebut kemudian viral di media sosial dan menuai kontroversi di kalangan publik. Tidak sedikit yang menyebut bahwa munculnya Ganjar menjadi persoalan eksploitasi politik identitas.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendukung Anies Baswedan pada Pilpres 2024 merupakan salah satu parpol yang vocal mengkritik. Juru Bicara PKS, Muhammad Iqbal mengatakan, manuver politik identitas yang dilakukan Ganjar adalah senjata makan tuan.

Sebab, kata Iqbal, selama ini narasi politik identitas selalu digaungkan oleh PDIP untuk menyerang PKS dan Anies. Namun, kata dia, saat ini akhirnya PDIP sebagai parpol pengusung Ganjar malah terjebak juga dengan politik identitas.

Sementara itu, pemerhati politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo berpandangan, persoalan ini letaknya bukan pada politik identitas yang dilakukan Ganjar. Akan tetapi, lebih kepada pencitraan agamais.

Kunto mengatakan, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu. Misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok tersebut.

Secara umum, politik identitas merujuk pada aktivitas atau gerakan sosial-politik yang dilakukan berdasarkan identitas tertentu untuk mendapat pengakuan lebih luas dari publik dalam rangka mencari dukungan suara.

“Politik identitas itu, kan, misalnya kita melihat suku aborigin di Australia, kemudian melawan mereka berpolitik dengan menggunakan identitas aborigin-nya. Biasanya yang didorong adalah karena mereka minoritas dan mereka butuh representasi di politik, itu politik identitas setahu saya," kata Kunto saat dihubungi Tirto, Selasa (12/9/2023).

Menurut Kunto, yang dilakukan Ganjar dengan menumpang di video azan Magrib sekadar hanya melakukan pencitraan yang dibalut secara agamais. Artinya tidak lebih dari bentuk komodifikasi dan politisasi agama. “Ini tidak serumit politik identitas,” kata dia.

Persoalan ini, lanjut Kunto, yang menjadi masalah karena di lain sisi praktik ini bisa menimbulkan konflik horizontal ketika ada kontestasi politik yang melakukan pencitraan dengan balutan agama.

“Ini, kan, berisiko ketika dikomodifikasi agama, kemudian dipolitisasi menurut saya ini yang jadi risikonya," ujarnya.

Sebaiknya, kata Kunto, media televisi yang menggunakan frekuensi publik harus untuk kepentingan umum. Bukan sebaliknya malah untuk kepentingan partai atau calon presiden tertentu.

“Kalau mau adil, semuanya ada di azan Magrib kalau mau. Atau kalau tidak, tidak usah ada sama sekali," tegasnya.

Juru bicara bakal cares Anies Baswedan, Hendri Satrio menanggapi santai soal kehadiran Ganjar di tayangan azan Magrib. Menurutnya isu tersebut mesti diselesaikan dan tidak perlu diperluas ke mana-mana.

“Pendapat pribadi saya, enggak apa-apa, isu agama harus dihentikan dan tidak terus digoreng-goreng,” ucapnya kepada Tirto.

Pertemuan partai politik pengusung Ganjar Pranowo

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kedua kiri), bergandengan tangan dengan Ketua Umum PPP Mardiono (kiri), Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (kedua kanan) dan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (kanan) usai menghadiri pertemuan di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (4/9/2023). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/Spt.

Apakah Politik Identitas Diperbolehkan?

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrurrozi atau Gus Fahrur menilai, apa yang dilakukan Ganjar secara agama itu boleh saja. Sebab hal itu menjadi bagian dari ajakan untuk melakukan salat kepada masyarakat luas.

“Orang beribadah dipublikasikan depan orang lain jika ada tujuan memberi contoh atau mengajak kebaikan bagi yang lain itu bagus saja, dengan niatan baik bukan riya,” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (12/9/2023).

Gus Fahrur secara pribadi mengaku senang jika ujungnya semua capres dan cawapres berlomba ke masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Lalu, diliput media dan dilaksanakan setiap hari bersama pendukungnya, baik di musim kampanye atau sesudahnya.

“Namun bagaimana azan itu menurut aturan KPI atau KPU, saya kurang paham, silakan di diskusikan," kata dia.

Menurut Gus Fahrur, politik identitas yang dilarang itu jika dilakukan dalam konotasi negatif dan memecah belah bangsa berdasarkan sentimen agama. Sementara ketika berlomba beribadah itu bagus.

“Politik identitas yang buruk itu ujaran kebencian dengan nama agama, misal menistakan lawan politik sebagai ahli neraka atau kafir,” kata dia.

Dalam konteks ini, dia melihat apa yang dilakukan Ganjar di tayangan azan itu bukan politisasi agama. Sebab, kata dia, politisasi agama itu jika pelibatan agama dalam politik dilakukan untuk kampanye negatif, kebencian dan/atau permusuhan terhadap lawan politik.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menyebut, yang dilakukan Ganjar adalah hal positif apabila ditilik dalam konteks dakwah. Namun, momentum yang digunakan Ganjar sangat mungkin menjadikan masyarakat mengaitkannya ke persoalan politik.

Namun, kata dia, karena momentumnya adalah pemilu dan Ganjar menjadi salah satu bakal calon yang akan maju, maka publik memaknainya secara politik.

“Cuma, kalau saya lihat dan baca di media sosial, kok seperti gaduh, begitu kan, nah itu pertanda bahwasanya apa yang dilakukan Pak Ganjar itu menimbulkan pro dan kontra,” ujarnya.

Sehingga, kata dia, apabila memang terjadi kegaduhan di tengah masyarakat akibat iklan azan itu, maka lebih baik bagi Ganjar untuk tidak melakukan hal itu.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI akan melakukan kajian lebih jauh terkait keberadaan Ganjar di azan Magrib tersebut. Kajian ini dilakukan untuk melihat apakah masuk dalam pelanggaran atau tidak. Terlebih waktu kampanye capres atau cawapres belum dibolehkan.

“Saat ini sedang dalam kajian Bawaslu,” kata Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty kepada Tirto.

Respons Wamenag dan Sekjen PDIP

Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki menegaskan, bahwa tayangan yang memperlihatkan Ganjar di azan Magrib bukan bagian dari politik identitas. Menurutnya tayangan azan tersebut lebih kepada syiar.

“Bagian dari syiar saja, kecuali kalau memang identitasnya itu aku A, Anda B, atribut, itu kan hanya bagian dari apa ya, ritual yang wajar peringatan hari-hari,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kementerian PMK, Jakarta.

Syaiful mengatakan Kementerian Agama sendiri tengah gencar mengkampanyekan agar politik identitas itu tidak terjadi lagi di pilpres ataupun pileg di 2024. Sebab berdasarkan pengalamannya, beberapa kejadian berkaitan politik identitas cukup menjadi pelajaran yang besar.

“Karena dampak dari politik identitas itu kita rasakan,” kata Syaiful yang juga politikus PPP ini.

Hal senada diungkapkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Ia menilai, kemunculan Ganjar dalam iklan azan itu bukan merupakan politik identitas. Dia menyebut bahwa hal itu adalah sikap alamiah yang dipancarkan oleh Ganjar Pranowo.

“Bukan (politik identitas), karena dari sisi Pak Ganjar Pranowo merupakan sosok yang religius, religiusitasnya tidak dibuat-buat,” kata Hasto.

Lebih lanjut, Hasto juga menyebut, tindakan Ganjar adalah hal yang baik, dia meminta masyarakat agar tidak mengaitkannya dengan politik identitas.

“Kalau untuk mengajak masyarakat dengan senyum, untuk berdoa bersama, untuk menjalankan salat lima waktu, itu merupakan hal yang positif. Karena itu jangan menampilkan identitas yang menunjukkan spiritualitas sebagai bangsa, lalu kemudian dikatakan politik identitas,” kata Hasto.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz