Menuju konten utama

Maju Mundur Kebijakan Tenaga Kerja Honorer di Era Jokowi

Piter sebut tenaga honorer masih sulit dihapus. Selama reformasi birokrasi belum tuntas, tenaga honorer masih akan selalu ada.

Maju Mundur Kebijakan Tenaga Kerja Honorer di Era Jokowi
Sejumlah pegawai honorer kategori dua (K2) Kabupaten Kleten melakukan aksi unjuk rasa di Kompleks Kantor Pemerintahan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Senin (5/12/2022). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/nym.

tirto.id - Jutaan tenaga honorer kini masih bisa bernapas lega. Ini setelah pemerintah mengurungkan niatnya untuk menghapus tenaga kerja honorer. Tenggat waktu penghapusan tenaga honorer, harusnya jatuh pada 28 November 2023 sesuai Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Bernomor B/185/M.SM.02.03/2022.

Namun karena banyaknya pertimbangan, akhirnya pemerintah batal menghapus tenaga honorer tahun ini. Salah satunya adalah mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada sekitar 2,3 juta tenaga honorer di lingkungan kementerian/lembaga.

Surat Edaran yang dikeluarkan pada 2022 itu, sebenarnya tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dalam PP tersebut, diatur berbagai ketentuan mengenai tenaga honorer, yakni PPPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.

Aturan ini berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN yang dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Selain larangan mengangkat pegawai non-ASN, pegawai non-PNS dalam jangka waktu paling lama lima tahun dapat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah.

“Karena kalau 2,3 juta ini ada pemberhentian seperti PP tadi, maka ini akan berdampak ke pelayanan publik,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Abdullah Azwar Anas, di Gedung Kemenko PMK, Selasa (12/9/2023).

Azwar Anas menyatakan, pihaknya tengah mempertimbangkan dan mencari formula baru agar tenaga honorer saat ini tetap bisa bekerja dan mendapat penghasilan. Salah satunya melalui penerbitan SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor B/1527/M.SM.01.00/2023, tertanggal 25 Juli 2023.

Di dalam surat edaran tersebut diharapkan agar seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pusat dan instansi daerah agar melakukan langkah-langkah terkait permasalahan status dan kedudukan eks THK-2 dan tenaga non-aparatur sipil negara (ASN).

Pertama, PPK menghitung dan tetap mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan tenaga non-ASN yang sudah terdaftar dalam pendataan tenaga non-ASN dalam basis data Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Kedua, dalam mengalokasikan pembiayaan tenaga non-ASN dimaksud, pada prinsipnya tidak mengurangi pendapatan yang diterima oleh tenaga non-ASN selama ini.

Ketiga, PPK dan pejabat lain dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk mengisi jabatan ASN atau tenaga non-ASN lainnya.

Dalam SE tersebut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga mengatur secara tegas bahwa untuk pemenuhan ASN di lingkungan instansi pemerintah dapat dilakukan melalui usulan kebutuhan formasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain untuk pemenuhan ASN tidak lagi diperbolehkan diisi dengan tenaga honorer.

Tentunya, SE ini menjadi secercah harapan bagi tenaga non-ASN termasuk di dalamnya eks THK-2. SE ini muncul sebagai jawaban atas kejelasan status dan kedudukan eks THK-2 dan tenaga non-ASN terutama setelah digadang-gadangnya rencana penghapusan tenaga non-ASN di tubuh birokrasi Indonesia.

“Sekarang kan ada namanya P3K (PPPK). Nah kita sedang rumuskan, ada usulan terkait dengan konsep (PPPK) penuh waktu dan paruh waktu yang masih dibahas bersama DPR,” terangnya.

Azwar Anas menyampaikan dengan digodoknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) saat ini, akan menjadi solusi bagi tenaga honorer.

“Solusinya apa? Guidance principle-nya, satu yang penting mereka tidak di-PHK dulu, dua tidak ada penurunan pendapatan, dan ketiga mereka tetap bisa bekerja,” jelas Anas.

Tuntut Kejelasan RUU ASN

Pegawai honorer se-Provinsi Banten dan Forum non-ASN Provinsi Jawa Tengah (Fornas) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/8/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt.

Tenaga Honorer Sulit Dihapus

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, pemerintah saat ini memang tengah kesulitan dalam menghapus tenaga honorer. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan birokrasi di Indonesia sangat besar dan kompleks.

“Tenaga honorer masih sangat sulit untuk dihapus. Selama reformasi birokrasi belum tuntas tenaga honorer masih akan selalu ada," kata dia kepada Tirto, Senin (18/9/2023).

Piter menyebut jumlah ASN saat ini sudah sangat banyak, tetapi selalu dianggap kurang dan oleh karena itu masih butuh tenaga honorer. Namun persoalannya, ketika tenaga honorer diangkat semua, semakin menambah ASN dan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Yang seharusnya dilakukan adalah melakukan identifikasi tugas ASN sesuai rencana reformasi birokrasi dan menghitung berapa sesungguhnya jumlah ideal ASN," tuturnya.

Dengan cara di atas, maka pemerintah bisa melakukan seleksi ASN yang benar-benar memenuhi persyaratan dan bisa mendapatkan gaji yang juga ideal. Namun, untuk melakukan hal tersebut diakui sulit dan harus memulainya dari mana.

“Dan tidak ada rezim yang berani melakukan karena menyangkut suara di pemilu juga. Jumlah ASN sangat banyak dan bisa memicu ketidakstabilan," katanya.

Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan, lambatnya pemerintah menyelesaikan masalah honorer ini tentu akan merugikan pegawai honorer. Sebab, ini menyangkut dengan kejelasan nasib honorer.

“Rugi karena semakin tambah umur, semakin tidak jelas status pekerjaan mereka ke depan," kata Huda kepada Tirto, Senin (18/9/2023).

Huda mengingatkan bila dihapus tanpa ada skenario, maka dampaknya bisa membuat kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat. “Maka saya rasa harus ada skenario agar pegawai honorer ini bisa tetap mendapatkan pekerjaan,” imbuhnya.

Di samping itu, Huda juga meminta agar kementerian atau lembaga masih menggunakan tenaga honorer dan mereka mempunyai strategi jangka menengah untuk mengurangi tenaga honorer. Bisa dilakukan dengan mendorong ikut tes CPNS.

“Karena sejatinya honorer atau apa pun namanya itu kurang sejahtera. Makanya harus didorong untuk sejahtera dengan jadi PNS," tutupnya.

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad melihat, tenaga honorer ini problemnya sangat kompleks. Sehingga memang perlu ada langkah kongkret yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini.

“Saya kira memang ke depan jangka panjang jumlahnya harus dikurangi sesuai dengan kebutuhan. Karena ada yang over jumlah pegawai negeri sendiri di satu daerah, tapi juga ada yang kurang. Ini masih over, tapi masih ada tenaga honorer," kata Tauhid kepada Tirto, Senin (18/9/2023).

Oleh karena itu, ke depan menurutnya mesti ada roadmap pengurangan tenaga honorer. Apakah nantinya bentuknya pengunduran diri secara sukarela atau alternatif dilimpahkan ke pihak swasta.

“Saya kira sangat memungkinkan misalnya tenaga honorer guru yang berkualitas bisa dialihkan kepada swasta. Ini kan perlu ada kerjasama dengan swasta untuk menampung mereka," katanya.

Tak hanya itu, pemerintah pusat maupun daerah juga mesti mengunci anggaran masing-masing. Pemerintah harus mulai mengurangi porsi anggaran untuk merekrut tenaga honorer.

“Tapi itu dilakukan bertahap, tidak bisa langsung cepat dan melihat persiapan dan sebagainnya. Jika daerah butuh tinggi harus dipertimbangkan," tutupnya.

RAKER KOMISI II DPR DENGAN MENTERI PANRB

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas (tengah) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2023). Raker tersebut membahas penyelesaian tenaga honorer. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.

Baca juga artikel terkait TENAGA HONORER atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz