tirto.id - Muhammad Sabil Fadhilah, guru tidak tetap atau honorer di SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon, diberhentikan dari pekerjaannya setelah berkomentar pada unggahan akun instagram Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Komentarnya dinilai tidak pantas dilontarkan seorang guru.
Ia dituduh bisa menjadi contoh buruk dan negatif bagi lingkungan pendidikan yang beradab dan mulia, hanya karena Sabil memanggil Ridwan Kamil dengan kata ganti orang dalam Bahasa Sunda yakni "Maneh.”
Pada Selasa, 14 Maret 2023, akun instagram Ridwan Kamil mengunggah sebuah konten saat dirinya menggelar pertemuan virtual bersama guru dan siswa SMPN 3 Kota Tasikmalaya. Ia diketahui memberikan bantuan uang untuk siswa atau pihak sekolah.
Unggahan itu bernuansa "kuning". Setidaknya dapat dilihat dari: pertama, takarir dalam video yang diedit menggunakan latar tulisan berwarna kuning. Kedua, Ridwan Kamil mengenakan jas warna kuning. Jas yang mirip dengan jas yang ia kenakan di hari pendeklarasian dirinya merapat ke partai kuning alias Golkar.
Ridwan Kamil yang mengenakan jas kuning saat kegiatan pendidikan itulah yang kemudian dikomentari Sabil. “Dalam zoom ini, Maneh teh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil?".
Komentar Sabil itu ditanggapi akun Ridwan Kamil, "ceuk maneh kumaha? (kata kamu gimana)?". Komentar Sabil juga disematkan atau di-pin jadi komentar teratas. Dan, berbuntut sangat panjang, juga sangat serius bagi Sabil.
Ruang pesan instagram Sabil dibanjiri hujatan dari berjubel akun yang tak ia kenal, diduga campuran akun personal pengikut Ridwan Kamil dan akun-akun bodong. Sabil merasa dirundung habis-habisan, jadi sasaran empuk hujatan dan caci-maki daring.
Sabil juga mengetahui, dari seorang rekannya, bahwa akun instagram sekolah tempat Sabil mengajar dikirimi pesan oleh akun Ridwan Kamil. Ia menunjukan tangkapan layar itu kepada kontributor Tirto. Akun Ridwan Kamil mengirim pesan berisi: "Tidak pantas seorang guru spt itu".
Akun sekolah menjawab, "secara institusi kami menghaturkan permohonan maaf kepada Bapak Gubernur Ridwan Kamil. Kami akan menindak guru ybs secara tegas dan terukur. Terima kasih".
Pada Selasa sore, Sabil kemudian dipanggil pihak SMK Telkom Sekar Kemuning Kota Cirebon. Esok paginya, Rabu, 15 Maret 2023, Sabil mendapat surat pemberhentian kerja.
Surat tersebut diperlihatkan kepada kontributor Tirto, saat wawancara Sabil, Kamis siang, 16 Maret 2023. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Yayasan Miftahul Ullum, Nomor: 422/025/YMU-SK/III/2023 Tentang Pengakhiran Hubungan Kerja, Sabil diminta mengundurkan diri.
“Terhitung mulai dari 14 Maret 2023, saudara Muhammad Sabil Fadhilah, S.Ikom mengakhiri kerjasama sebagai guru tidak tetap di di SMK Telkom Sekar Kemuning Kota Cirebon dan Tutor Ekstrakurikuler Konten Creator Ikhwan SMA Telkom Sekar Kemuning Kota Cirebon,” dikutip dari surat yang ditetapkan dan ditandatangani oleh Ketua Yayasan Miftahul Ulum, Putut Purwanto.
Dalam surat dijelaskan tiga dasar pertimbangan. Sabil dianggap melanggar kode etik guru, melanggar tata tertib Yayasan, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tiga alasan itu tidak diuraikan lebih lanjut.
Pihak SMK Telkom Sekar Kemuning seolah menampik pemberhentian Sabil terkait komentarnya di akun Instagram Gubernur Jawa Barat. Pihak sekolah mengklaim, pemberhentikan itu dilakukan dengan dalih Sabil sudah beberapa tersandung masalah etika.
Cara komunikasi Sabil di kelas dituding kerap tidak pantas. Namun, pihak sekolah tidak menjelaskan lebih detail komunikasi semacam apa yang dianggap tidak pantas itu.
Pihak sekolah mengaku tetap akan memberikan kesempatan bagi Sabil jika ingin kembali mengajar di SMK Telkom Sekar Kemuning Kota Cirebon asal tidak menyimpang.
Pihak sekolah mengaku tidak mendapat tekanan apa pun, dari siapapun, termasuk dari Ridwan Kamil atau Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, saat memutus hubungan kerja tersebut.
“Bukan (karena komentar). Sekolah punya catatan. Tidak ada kaitan dengan Gubernur, tapi kebetulan saja, momentumnya pas,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan SDM SMK Telkom, Cahya Riyadi, kepada awak media di Cirebon, Kamis (16/3/2023).
Ini Kritik dari Publik
Selama ini, Sabil mengaku memiliki cara komunikasi yang cair di dalam maupun luar kelas. Contohnya, sejak menjadi guru dari tahun 2014, ia enggan dipanggil Bapak. Lebih memilih dipanggil, Kang, Mas atau Aa (sapaan dalam Bahasa Sunda).
Salah satu alasannya karena terinspirasi tokoh guru revolusioner dalam film Dead Poets Society (1989). Tokoh guru dalam film itu (Robin Williams), diketahui meminta dipanggil Captain ketimbang Sir. Sabil menilai itu contoh sikap baik dalam sebuah komunikasi yang setara.
Begitupun Sabil, mengaku berupaya membangun pola komunikasi yang cenderung lebih setara dan luwes dengan siswanya. Baginya, cara demikian membuat pembelajaran menjadi lebih efektif.
“Saya juga tidak memanggil siswa, tapi teman-teman atau nama. Karena mereka adalah teman belajar saya," kata Sabil kepada Tirto, Kamis (16/3/2023).
Terkait komentarnya di unggahan akun Ridwan Kami, Sabil berniat mengaktifkan kerangka komunikasi yang demikian. Ia mengaku bukan hendak merendahkan Ridwan Kamil, melainkan berupaya membangun keakraban, lebih dekat, lebih setara.
Terlebih, Sabil merasa bahwa selama ini Ridwan Kamil pun memang mencitrakan diri dekat dengan masyarakat, dipandang cair dalam bermedia sosial. Sebabnya, Sabil berani memanggil “Maneh.”
Sabil paham, Bahasa Sunda memiliki undak-usuk atau tingkatan bahasa secara sosial. Sabil memaknai kata "Maneh" itu masuk kategori level tengah atau sederhanya, tidak kasar, tapi juga tidak halus.
Di luar persoalan bahasa, hal yang justru lebih substantif bagi Sabil adalah perihal Ridwan Kamil yang mengenakan jas kuning saat kegiatan pendidikan.
“Yang saya kritisi adalah ketika zoom itu, beliau, menggunakan jas kuning. Akhir-akhir ini kan sepertinya senang pakai jas kuning. Bisa dikroscek lah, banyak pakai jas kuning di berbagai event. Mau disangkal juga, ya, silakan," katanya.
"Sekarang masuk tahun politik, andai kata saya bukan guru, saya komentar atas nama warga Jawa Barat. Poinnya, saya komentar sebagai warga Jawa Barat yang melihat seorang pejabat publik menggunakan atribut, warna kuning meski tanpa logo partai apa pun, tapi secara semiotika itu simbolik, menjadi simbol, apalagi pas deklarasi juga beliau menggunakan jas kuning meski tidak ada logo partai," Sabil menegaskan.
Jika kemudian kata “Maneh” itu dianggap tidak pantas, Sabil menyampaikan permohonan maaf, khususnya kepada Ridwan Kamil, juga pihak sekolah.
Kendati begitu, Sabil tampak tetap tegas menilai Ridwan Kamil yang mengenakan jas kuning dalam kegiatan pendidikan itu tetap merupakan hal yang tidak patut karena bernuansa politis.
Persepsi Sabil, Persepsi Sipil
Pemerhati politik sekaligus dosen komunikasi Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo menilai, jika substansi kritikan Sabil sangat wajar. Persepsi Sabil dapat dipandang sebagai bagian dari persepsi yang terbangun dalam ruang sipil atau publik yang didasarkan pada konteks dan pemahaman politik hari ini.
Sabil jadi contoh guru yang memiliki kesadaran, kecerdasan dan ketajaman politis dalam memandang suatu fenomena.
“Wajar ketika ada warga yang mengkritik RK (Ridwan Kamil) yang mengenakan jas kuning itu. Sebagai warga Jawa Barat boleh dong mempertanyakan gubernur yang pakai jas atau identitas tertentu, apalagi ini memang tahun politik,” katanya saat dihubungi Tirto, Kamis (16/3/2023).
Kunto percaya jika publik tidak bodoh dan memiliki hak untuk berasumsi. Publik bisa membaca peristiwa yang boleh jadi memang sebuah semiotika politik. Kunto sependapat dengan Sabil, Ridwan Kamil yang mengenakan jas kuning dalam acara sekolah itu sesuatu yang tidak elok.
“Kalau misalnya dia hadir di acara Partai Golkar, ya, tidak masalah,” katanya.
Menurut Kunto, poinnya bukanlah penggunaan kata “Maneh,” melainkan bagaimana masyarakat sipil itu sah-sah saja bila memiliki persepsi politik dan menyampaikan kritik mengenai etika pejabat publik.
Terkait penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi, setiap wilayah memiliki tata nilai dan karakteristik yang sangat mungkin beragam. Medan komunikasi di Jawa Barat termasuk yang menunjukan keragaman itu.
Menurut Kunto, “Pak Sabil yang dari Cirebon itu, yang selama ini dianggap ngapak, mungkin memiliki standar kehalusan bahasa yang berbeda dengan daerah lain. Tapi begitu ini kejadian, mengapa semuanya pakai standar Bandung? Aneh.”
“Kalau Ridwan Kamil tidak mengenakan jas kuning, Pak Sabil ini tidak akan berkomentar juga, kan? Jadi, jangan menyalahkan yang ngomong ‘Maneh.’ Tidak ada api, ya, tidak ada asap,” kata Kunto.
Main Pin dan Sopan Santun Bak Orba?
Kunto juga mengkritisi kebiasaan Ridwan Kamil yang kerap main pin atau menyematkan komentar di akun medsosnya, terutama pada pilihan komentar-komentar publik yang memuat asumsi yang cenderung kontra narasi.
Cara-cara demikian dipandang bukan hal sepele, boleh jadi semacam taktik komunikasi media sosial yang memicu pengerahan “fans,” yang kemudian melakukan penyerangan atau silencing dissent opinion.
“Menurut saya, ini sudah jadi playbook RK, karena sudah berulang, sebelumnya masalah Masjid Al-Jabar,” katanya.
Kunto menilai, hal ini bisa berdampak serius, memerosotkan kebebasan ruang demokrasi. Masyarakat sipil jadi takut untuk mengkritik, merasa tidak aman dan berujung jadi korban intimidasi.
Kebebasan itu juga bisa semakin terhambat ketika sejumlah pihak menggunakan dalih kepantasan atau sopan santun untuk menyempitkan ruang bicara. Seperti penggunaan kata “Maneh,” Kunto mengingatkan, tidak ada ukuran yang objektif soal kepantasan, apalagi dalam komunikasi politik.
“Ukuran pantas menurut saya, dan pantas menurut RK bisa berbeda. Ribet jika kita membicarakan hal yang tidak substantif, padahal yang substantif itu ada di depan mata,” katanya.
Belum lagi, lanjut Kunto, kritik itu kerap datang dari rasa kecewa atau marah terhadap situasi atau kebijakan. Dalam kondisi demikian, ia mewajarkan jika kritikan lantas bernada kasar.
Ia mengatakan, “susah ketika orang dalam kondisi kecewa disuruh menyampaikan kritik secara sopan santun. Kalau begitu apa bedanya dengan pemimpin feodal, sama kayak Orba, boleh kritik asal santun.”
“Menurut saya, ini alarm bahaya bagi masyarakat sipil. Seharusnya, guru tidak apa-apa bersuara, justru guru lah yang memiliki ketajaman intelektual yang bisa mengkritik. Kalau guru, dosen, budayawan sudah tidak bisa melontarkan kritik dengan alasan sopan santun, lalu siapa yang bisa mengkritik? Preman?” tanya Kunto.
Di samping itu, kegaduhan semacam kasus Sabil justru bisa berbalik merugikan Ridwan Kamil secara politis. Ketika terseret dalam kegaduhan demikian, pejabat publik bisa malah terperosok dan elektabilitas anjlok.
“Problemnya kemudian bisa semakin banyak yang tidak suka pada Ridwan Kamil, jadi harusnya Pak RK merefleksikan diri, kembali melihat elektabilitasnya, popularitasnya, bisa menurun gara-gara ini,” katanya.
P2G Berharap Pemecatan Sabil Dibatalkan
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, pihak Yayasan dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat telah sewenang-wenang karena memecat Sabil. P2G menilai kasus ini sepatutnya masuk ke ranah etika guru dan bersifat pelanggaran ringan.
“P2G mengecam pihak yayasan yang langsung memecat Pak Sabil, tanpa proses sidang kode etik guru terlebih dahulu. Patut diduga kuat adanya intervensi dari Dinas Pendidikan atau Kantor Cabang Dinas dalam proses pemecatan ini," ujar Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G, melalui keterangan tertulis diterima Tirto, Kamis (16/3/2023).
Kasus ini dianggap sangat merugikan dan bisa berdampak panjang terhadap nasib guru. Keputusan sekolah dinilai berlebihan dan reaksioner. Satriwan menegaskan, penyelesaian kasus Sabil harus dibuktikan dalam sidang Kode Etik Guru dari Organisasi Profesi Guru yang diikuti oleh yang bersangkutan.
Yayasan atau sekolah apalagi Dinas Pendidikan tidak boleh begitu saja langsung memecat tanpa ada proses etik dalam sidang Dewan Kehormatan Guru.
Dalam menjalankan tugas profesinya, guru dilindungi oleh Undang-Undang Guru dan Dosen berikut turunannya, serta secara khusus dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru. Jenis perlindungan bagi guru contohnya ialah perlindungan profesi, hukum, kesehatan dan keselamatan kerja, serta hak atas kekayaan intelektual.
Di sisi lain, P2G meminta para guru selalu mematuhi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta semua turunan hukumnya, serta berpedoman pada Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) dalam bersikap atau berperilaku.
"Kami tidak membenarkan jika ada guru menggunakan kata atau diksi yang dinilai kasar dalam budaya yang berlaku di masyarakat lokal atau adat," terangnya.
P2G meminta Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memastikan surat pemecatan guru tersebut dibatalkan.
“Jika Kang RK benar-benar berpihak pada guru apalagi honorer, beliau tidak perlu sampai menghubungi langsung pihak yayasan. Apalagi tindakan yayasan tak lepas dari perasaan ga enak kepada Kang RK," kata Iman Zainatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.
Ridwan Kamil Mengaku Santai dan Biasa Saja saat Dikritik
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, Wahyu Mijaya mengklaim, tidak ada perintah apa pun dari Ridwan Kamil untuk memberhentikan Sabil. Dia mengaku, sudah menyampaikan pesan agar pihak yayasan segera mencabut surat pemberhentian Sabil.
Menurut Wahyu, sebagai tenaga pendidik, Sabil sepatutnya menggunakan bahasa yang baik dalam proses belajar mengajar, keseharian maupun di media sosial.
“Jadi saya tegaskan tak pernah ada perintah dari Pak Gubernur untuk memberhentikan yang bersangkutan," kata Wahyu dalam siaran pers tertulis, Kamis (16/3/2023).
Sementara itu, Ridwan Kamil menanggapi kasus pemecatan Sabil secara terbuka lewat akun media sosialnya. Dia mengaku kaget ketika mengetahui guru tidak tetap itu diberhentikan dari sekolahnya usai berkomentar di akun instagram Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengaku sudah menghubungi pihak sekolah atau yayasan, meminta agar Sabil cukup dinasihati dan diingatkan saja, tidak perlu sampai diberhentikan.
“Mungkin karena yang melakukan posting kasar adalah seorang guru, yang postingannya mungkin dilihat/ditiru oleh murid-muridnya, maka pihak sekolah/yayasan untuk menjaga nama baik institusi memberikan tindakan tegas sesuai peraturan sekolah yang bersangkutan,” tulis akun instagram Ridwan Kamil, Rabu (15/3/2023).
Sebagai seorang pemimpin, ia mengaku tidak anti-kritik walaupun menurutnya disampaikan secara kasar. Dia mengaku, sudah mendapat ribuan kritik, “dan selalu saya respons dengan santai dan biasa saja. Kadang ditanggapi dengan memberikan penjelasan ilmiah, kadang dibahas dengan bercanda saja.”
“Apa pun itu, di era medsos tanpa sensor ini, kewajiban kita para orangtua, guru, dan pemimpin untuk terus saling nasihat-menasihati dalam kebaikan, kesabaran, dan selalu bijak dalam bermedsos. Agar anak cucu kita bisa hidup dalam peradaban yang mulia. Demikian yang bisa saya sampaikan. Hatur nuhun,” kata Ridwan Kamil.
Penulis: Dikdik Ripaldi
Editor: Abdul Aziz