tirto.id - Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai parpol non-parlemen tak mau ketinggalan “perahu” jelang Pemilu 2024. Partai besutan Yusril Ihza Mahendra itu mulai menjajaki kerja sama atau mencari mitra koalisi jelang pemilu serentak yang akan digelar pada 14 Februari 2024.
Atas nama ideologi, PBB mulai merapatkan diri ke partai penguasa, yaitu PDIP. Hal ini diungkapkan Ketua Umum DPP PBB, Yusril Ihza Mahendra usai menghadiri diskusi terbuka di Gedung KPU RI pada Kamis (9/3/2023). Yusril menilai sejarah masa lalu PBB yang berhaluan Masyumi dan PDIP yang berhaluan PNI dapat mempersatukan mereka.
Yusril percaya diri bahwa partainya akan diterima secara terbuka oleh PDIP. Bahkan dia sudah mengagendakan pertemuan dengan Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. Namun, tidak tahu kapan pertemuan itu akan dilaksanakan karena masih dalam tahap konfirmasi.
“Pertemuan dengan Ibu Megawati saat ini jadwalnya sedang disusun oleh Pak Hasto," kata Yusril.
Ia tak memungkiri bahwa pertemuan dengan PDIP dalam rangka membangun aliansi. Sebagai partai non-parlemen, Yusril mengaku, pihaknya memiliki kelemahan soal pendanaan. Oleh karenanya, dengan bertemu PDIP, dia berharap permasalahan itu bisa selesai.
“Sebenarnya PBB dari dulu masalahnya finansial saja. Jadi partainya segitu-gitu saja. Tapi kalau dari idealisme, kemampuan pemikiran dan ideologi yang ada di PBB, insyaallah kita cukup kuat sebenarnya,” kata Yusril.
Selain karena ideologi dan faktor finansial yang bisa diselesaikan apabila beraliansi dengan PDIP, Yusril mengungkapkan, pihaknya memiliki kesamaan ide soal sistem pemilu. PBB menjadi salah satu pendukung sistem pemilu proporsional tertutup serupa dengan PDIP. Gagasan itu sempat diutarakan oleh Yusril langsung ke Megawati dan menuai respons positif.
"Ya nanti kita bahas hal itu. Karena pada saat saya bertemu langsung dengan Ibu Mega, kita sudah sepakat akan membahas soal ketatanegaraan," terangnya.
Sekretaris Jenderal DPP PBB, Afriansyah Noor menambahkan, partainya PBB juga mengajukan Yusril untuk menjadi bakal cawapres bilamana berkoalisi dengan PDIP. Salah satu wacananya adalah menduetkan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani dengan Yusril.
“Sejak dari pembicaraan soal [pemilu] proporsional tertutup, kami bicara juga soal Pak Jokowi endorse Ketua Umum PBB pada Rakornas yang menyebut beliau (Yusril) bisa menjadi capres atau cawapres," kata Afriansyah.
Afriansyah mengklaim tindakan mereka untuk merapat ke PDIP dan menjodohkan Puan dengan Yusril adalah demi kebaikan Indonesia. Dia tak masalah dengan segala asumsi yang menyebut PBB pragmatis dan lain sebagainya.
“Semua bisa diasumsikan. Tapi yang jelas ada kesamaan visi dan misi untuk Indonesia yang lebih baik," ungkapnya.
PBB Merapat, PDIP Puji Yusril
Sikap Yusril yang menunjukkan hasrat untuk merapat ke PDIP disambut positif oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Dia langsung memuji Yusril sebagai seorang negarawan dan mengungkit jasa masa lalunya untuk Megawati hingga Jokowi.
“Pemikiran ahli hukum tata negara dan sekaligus Ketua Umum PBB tersebut sangat mencerahkan, dan menampilkan kepakaran,” kata Hasto dalam keterangan tertulis.
Hasto merasa, PDIP dan PBB memiliki kedekatan karena berani menunjukkan diri sebagai partai dengan basis ideologi. Dia juga membedakan antara PDIP dan PBB dengan partai lain yang menurutnya hanya berdasarkan kepentingan pragmatisme.
“Kami menempuh jalan ideologi, sementara yang lain jalan liberalisme. Jalan ideologi meski sering terjal, namun kokoh pada prinsip,” kata Hasto.
Selain itu, Hasto mengungkap sosok Yusril yang tak salah jalan dalam pilihan politik. Karena Yusril mau bersama dengan PDIP dalam memilih sistem pemilu tertutup dibandingkan terbuka. Hasto menyebut, PBB berani berbeda daripada partai lain baik di parlemen maupun non-parlemen.
“Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepak bola; kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik, primordialisme, dan ada partai karena ambisinya, lalu ambil jalan pintas merekrut istri, anak, atau adik pejabat dan menguatlah nepotisme," terangnya.
Meski demikian, Hasto tak berkomentar soal tawaran PBB untuk menjadikan Yusril sebagai bakal cawapres. Mengutip pendapat Hasto dalam berbagai kesempatan sebelumnya, bahwa soal capres dan cawapres dari PDIP semuanya ada di tangan Megawati. Tidak ada yang boleh ikut campur selain dia.
Sembari menunggu jadwal pertemuan dengan Megawati, PBB mengagendakan pertemuan dengan PPP. Hal itu dikonfirmasi langsung oleh Plt Ketua Umum DPP PPP, Mardiono yang menyebut Yusril dan sejumlah DPP PBB akan datang ke kantornya pada Senin (13/3/2023).
“Nanti yang sudah oke akan mau bertemu adalah Pak Yusril bersama DPP PBB di Kantor DPP Diponegoro pada 13, Senin besok," kata Mardiono.
PBB dan PPP memiliki kesamaan, yaitu ideologi Islam dan sama-sama mendekati PDIP. Keduanya juga sama-sama menunggu jadwal Megawati agar bisa saling bertemu.
Peluang PBB Sodorkan Nama Yusril sebagai Bakal Cawapres
Meski Yusril dan Hasto sepakat bahwa masing-masing dari partai mereka memiliki kesamaan latar belakang ideologi politik, namun publik memandangnya hanya semata sebagai transaksi politik biasa jelang pemilu.
Peneliti Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati menyebut, PDIP dan PBB saling barter kepentingan. PDIP punya suara mayoritas, namun lemah dalam basis pemilih muslim. Sedangkan PBB kalah dalam pemilu, tapi memiliki citra sebagai partai berideologi Islam.
“Saya pikir rencana merapatnya PBB ke PDIP itu adalah upaya barter politik. PBB bisa menambal kekurangan PDIP dalam menggaet massa pemilih muslim terutama di luar Jawa," kata Wasisto.
PDIP yang bercita-cita dan berpotensi untuk hattrick di Pemilu 2024 juga menjadi incaran kepentingan PBB. Setidaknya, kalau mereka gagal masuk Senayan, mereka bisa mendapat kursi menteri dan menjadi bagian di Istana.
"Sebagai balasannya tentu berkoalisi dengan PDIP adalah PBB memiliki potensi sebagai bagian dari koalisi pemerintahan dari jalur nonparlemen jika PDIP bisa hattrick menang untuk ketiga kali di pemilu 2024 mendatang," ujarnya.
Soal usulan agar Yusril menjadi bakal cawapres, Wasisto menilai, pembahasan itu masih jauh bila PBB merapat ke PDIP. Selain karena jadwal pemilu yang dinilai masih lama, elektabilitas Yusril masih jauh dari mumpuni untuk menjadi efek ekor jas melawan kandidat cawapres dari partai lain yang selama ini beredar dalam survei.
Meski demikian, Wasisto meyakini bahwa PDIP akan menjaga PBB untuk tetap dekat. Dengan apa pun konsesi politik yang diberikan di masa depan. Hal itu demi perbaikan citra PDIP yang selalu harus berhadapan dengan isu politik identitas setiap jelang pemilu.
"Terlepas dari figur yang diangkat jadi capres nanti, merapatnya dua parpol berbasis Islam tentu membuat PDIP terhindar dari stigma politik identitas," ungkapnya.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, Yusril layak untuk menjadi bakal cawapres bagi siapapun kandidat capres dari PDIP. Alasannya adalah kemampuan Yusril dalam hal tata negara dan pengalamannya di kabinet sejumlah presiden.
"Yusril sangat layak untuk bisa menjadi cawapres dengan segala macam keahliannya," kata Ujang.
Namun, kata dia, PBB memiliki pekerjaan berat untuk melakukan lobi ke PDIP. Selain itu, PBB harus melobi partai lain yang berpotensi berkoalisi ke PDIP.
"Tapi perlu lobi-lobi, dan musyawarah. Kalau soal pantas saja, dan elektabilitas juga menjadi hal yang penting sebagai modal untuk lobi," ujarnya.
Menurut dia, apabila PBB hanya memberikan modal ideologi partai ke PDIP, hal itu tidaklah cukup. Karena baginya ideologi partai di Indonesia terlalu semu untuk dilihat. Dia menyebut, PDIP dengan Marhaen dan PBB dengan Masyumi semuanya hanya nostalgia dan tidak pernah terwujud dalam kebijakan politik terapan.
“Tapi untuk ideologi, itu masih terlalu jauh. Karena kalau kita lihat seluruh partai politik hari ini semuanya masih pragmatis," jelasnya.
Meski demikian, hanya satu hikmah yang bisa diambil dari pendekatan PBB ke PDIP. Setidaknya ketua umum antarpartai akur dan tidak rebut, kata Ujang. Sehingga rakyat di akar rumput ikut merasakan kedamaian tersebut.
“Kita berpikir positif saja bahwa ketua umum partai bisa akur. Kita lihat secara pragmatis saja, kalau mereka Bersatu, maka akan menjadi koalisi dan pergerakan politik kita lihatnya seperti itu saja, semuanya dinamis dan bisa berubah sesuai arah kepentingan," terangnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz