tirto.id - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) termasuk parpol di parlemen yang mendukung sistem pemilu proporsional terbuka. Namun, sikap PPP mulai melunak usai Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy bertemu Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto pada 1 Maret 2023.
Sebagai catatan, PPP merupakan salah satu dari delapan parpol di parlemen yang tegas menolak sistem pemilu tertutup lewat uji materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara PDIP menjadi satu-satunya parpol yang setuju dengan sistem proporsional tertutup.
Romi, sapaan akrab Romahurmuziy mengatakan, sistem pemilu tertutup memiliki sejumlah keuntungan bagi partainya bila diterapkan. Jika menilik sejarah, kata Romi, PPP selalu diuntungkan pada saat sistem pemilu proporsional tertutup.
“Sejarah menunjukkan angka-angka maksimal PPP diperoleh saat sistem pemilu tertutup,” kata Romi dalam keterangannya, Senin (7/3/2023).
Mantan ketua umum PPP ini menilai, dengan sistem pemilu tertutup, orang akan lebih melihat partai daripada individu calon legislatif atau caleg. Baginya, ideologi partai lebih layak diperjuangkan daripada hanya membawa nama individu saat berkampanye.
Meski demikian, Romahurmuziy tidak dalam posisi yang memperjuangkan sistem pemilu tertutup. Dia menyatakan, siap dengan sistem pemilu apa pun, baik terbuka atau tertutup.
“Kami bersiap saja hadapi kemungkinan. Bukan berubah haluan,” kata dia.
Tak hanya itu, Romi mengatakan, pertemuan antara dirinya dan elite partai berlambang banteng di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat pada 1 Maret 2023 itu juga membahas kemungkinan kerja sama antara kedua partai.
“Tentu tidak terhindarkan, kami juga membahas kemungkinan-kemungkinan koalisi. Karena pilpres juga sudah dekat,” kata Romi.
Apalagi, kata Romi, secara historis, PPP memiliki kedekatan dengan PDIP. Selain itu, Romi mengklaim, bahwa koalisi dengan PDIP adalah amanat dari almarhum KH Maimun Zubair, salah seorang sesepuh dan tokoh NU.
“Ajakan koalisi PPP oleh Mas Hasto sebenarnya sudah sejak lama. Sejak Plt Ketua Umum Mas Harso (Suharso Monoarfa). Alasannya sederhana yaitu amanat Mbah Maimoen sebelum wafat ke Bu Mega untuk ikut menjaga PPP," jelas Romi.
Hal senada diungkapkan Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi. Ia menyebut bahwa pertemuan sebagai ajang mengenang masa lalu.
“Kan sudah saya katakan beberapa waktu yang lalu bahwa PDIP dan PPP, itu CLBK, cinta lama bersemi Kembali,” kata Awiek saat dihubungi Tirto pada Selasa (7/3/2023).
Awiek menyinggung soal keberadaan pasangan Mega-Hamzah. Ia pun menilai wajar bahwa PPP bekerja sama dengan PDIP. Akan tetapi, ia menilai pertemuan Romi dan Hasto tidak mengambil keputusan karena pengambilan keputusan ada di internal PPP.
Saat disinggung soal nasib PPP di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Awiek mengaku, belum ada kesepakatan final antara ketiga partai di KIB.
“Sedangkan yang pasti itu nanti kalau sudah mendaftar ke KPU. KIB, PPP, PAN dan Golkar, sama-sama terbuka menambah partai. Dan bisa juga kalau KIB bersama dengan PDIP, itu bukan poros baru, tapi penguatan KIB,” kata pria asal Madura ini.
Sementara itu, Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyebut, pertemuan dirinya dengan Romi tidak lepas dari keinginan untuk membangun koalisi bersama, apalagi PDIP sempat membangun koalisi bersama PPP lewat Mega-Hamzah Haz di masa lalu.
“PDI Perjuangan bekerja sama dengan partai-partai terutama yang memiliki kesejarahan dalam membangun republik ini,” kata Hasto dalam keterangan tertulis, Senin (6/3/2023).
Selain itu, faktor kedekatan kantor DPP PPP dan PDIP juga menjadi alasan keduanya mudah bertemu. Kedua partai memiliki kantor yang sama, yaitu di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
“Kami, kan, saling bertemu dengan PPP, apalagi kita tetangga. Tinggal ketok pintu tetangga, kita bertemu,” kata Hasto.
Hasto menegaskan, pertemuan tak hanya dilakukan dengan PPP, tapi juga dengan partai lain seperti Partai Golkar serta PAN yang satu koalisi dalam KIB, termasuk juga bertemu Gerindra dan PKB yang ada di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
“Pertemuan juga dengan Golkar, Gerindra, PAN, PKB, kami sering berdialog sehingga tidak ada masalah,” kata Hasto.
Di Balik Manuver PPP Jelang Pemilu 2024
Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menilai, wajar jika PPP bermanuver hingga memunculkan narasi hengkang dari KIB. Selain soal kondisi koalisi partai yang masih cair lantaran saling tarik-menarik, PPP juga diduga mencari cara agar menaikkan elektabilitas partai.
“Kalau untuk PPP sendiri mungkin motifnya, ya tentu saja akan mencari peluang yang besar untuk meningkatkan elektabilitas partainya, [..] dari beberapa hasil survey, kan, kelihatan PPP elektabilitasnya sangat kecil sehingga dikhawatirkan tidak lolos parliamentary threshold,” kata Kunto, Selasa (7/3/2023).
Pendapat Kunto berdasarkan hasil sejumlah survei yang dilakukan sejumlah lembaga. Dalam survei Populi Center periode 25 Januari - 3 Februari 2023 terhadap 1.200 responden misal, PPP hanya mengantongi suara 2,3 persen atau tidak lolos ambang batas parlemen 4 persen. Hal serupa juga tercermin dalam survei LSI Denny JA pada Januari 2023, suara PPP berada di angka 2,1 persen.
Menurut Kunto, PPP perlu terobosan politik untuk tetap bertahan. Pertama, mereka harus mendapat capres atau cawapres yang sangat kuat sehingga menerima coattail effect. Opsi lain adalah membangun brand politik baru atau lebih kuat karena mereka bertarung dengan partai dengan basis massa Islam lainnya.
“Bisa dengan membuat brand yang baru atau lebih trengginas sehingga tidak tenggelam dengan PKB yang hampir memiliki warna dan brand yang sama serta ceruk pemilih yang hampir sama sehingga ini kan tarik-tarikan antara PKB dan PPP," kata Kunto.
Selain itu, PPP perlu berpikir strategi pemenangan yang kuat agar mereka tidak tenggelam dalam menghadapi Pemilu 2024. Aksi-aksi selama ini, termasuk bertemu dengan PDIP adalah upaya mereka untuk membuat partai berlambang ka'bah itu lebih populer di masyarakat. Jika tidak, PPP akan gagal.
“Kalau adem ayem dan diam-diam saja, ya masyarakat akan lupa tentang PPP, tapi ini PPP berusaha menggebrak, apalagi kan PPP termasuk salah satu partai yang punya pemilih tradisional yang besar,” kata Kunto.
Sementara itu, analis politik dari Indonesia Political Power, Ikhwan Arif menilai, aksi PPP selama ini akan sulit membawa mereka memenangkan Pemilu 2024. Ia khawatir sejumlah manuver PPP seperti dukungan pada Sandiaga hingga sikap PPP bersama dukung PDIP blunder secara politik.
“PPP menurut saya salah langkah dalam menentukan bakal capres dari luar kader partai karena tergantung pada tokoh politik di luar partai, apalagi kandidat yang diusung adalah kader partai politik lain yang belum menentukan sikap maju di Pilpres 2024, jika salah langkah, PPP bisa keluar dari parlemen,” kata Ikhwan.
Ia paham bahwa aksi PPP bersama PDIP untuk mendukung proporsional tertutup adalah upaya mempertahankan popularitas. PPP tengah berupaya mencari cara untuk tetap berada di parlemen. Namun, jika salah langkah, maka bisa membuat PPP terjungkal.
Ikhwan juga memandang PPP semakin sulit untuk bersaing, apalagi jika sampai mengambil opsi keluar dari KIB. Sebab, kata dia, PPP masih kekurangan tokoh populer dengan elektabilitas tinggi. Di sisi lain, PPP juga diguncang permasalahan internal. Situasi semakin berat karena muncul partai baru dengan ideologi hampir sama, seperti Partai Ummat.
Menurut Ikhwan, PPP dapat bersaing kembali jika mampu mengusung kader sendiri. “PPP perlu mengusung kader sendiri untuk menjaga citra partai lebih baik karena apabila salah memilih capres, citra PPP akan semakin rendah dan PPP bisa terdampar dari parlemen," kata Ikhwan.
Ia menambahkan, “PPP terlihat seperti kehilangan arah ketika partainya sendiri kehilangan nominasi-nominasi tokoh populer yang bersumber dari proses kaderisasi partai.”
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz