Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Berebut Kursi DPR Dapil Bali: Siapa Bisa Goyang Dominasi PDIP?

PDIP sejak pemilu pertama pasca reformasi selalu mendominasi di Bali. Bagaimana peta kekuatan caleg pada Pileg 2024?

Berebut Kursi DPR Dapil Bali: Siapa Bisa Goyang Dominasi PDIP?
Ilustrasi Partai Politik Peserta Pemilu. tirto.id/Ecun

tirto.id - Selain Jawa Tengah yang dikenal sebagai sarang banteng, PDIP juga menjadi parpol yang sangat dominan di Provinsi Bali. Suara partai besutan Megawati Soekarnoputri ini sejak pemilu pertama usai reformasi 1998 selalu menjadi pemenang. Pada Pemilu 2019 bahkan mengamankan 6 kursi DPR RI dari 9 kursi yang diperebutkan di Dapil Bali yang terdiri dari 9 kabupaten/kota tersebut.

Berdasarkan catatan Tirto, PDIP menguasai Bali sejak Pemilu 1999. Saat itu, perolehan suara PDIP di Bali mencapai 1.500.050 suara dengan jatah 7 kursi di DPR. Partai Golkar di urutan kedua hanya meraih 196.984 suara dengan 1 kursi, dan PKB yang berada di urutan ketiga hanya meraih 32.253 suara dengan 1 kursi.

Pada Pemilu 2004, PDIP kembali memimpin dengan raihan suara sebanyak 999.889 (5 kursi), disusul Golkar dengan 320.710 suara (2 kursi), dan Partai Demokrat sebanyak 121.665 (1 kursi). Lima tahun kemudian atau Pemilu 2009, meski suaranya terus mengalami penurunan, PDIP tetap keluar sebagai pemenang dengan meraih 681.089 suara (4 kursi), disusul Golkar sebanyak 327.124 suara (2 kursi), dan Demokrat di posisi ketiga dengan 298.602 suara (2 kursi).

Suara PDIP di Bali kembali naik pada Pemilu 2014. Mereka meraih 872.885 suara (4 kursi), unggul dari Golkar yang dapat 329.620 suara (2 kursi), Demokrat sebanyak 311.246 suara (2 kursi) dan Gerindra mendapat 1 kursi dari dapil ini. Dan pada Pemilu 2019, raihan suara PDIP di Bali mendekati seperti yang mereka capai pada Pemilu 1999. Moncong putih meraih 1.257.590 suara, disusul Golkar sebanyak 382.607 suara, dan Demokrat yang setia di posisi ketiga dengan suara sebanyak 118.830.

Dengan perolehan suara tersebut, PDIP mengamankan 6 kursi DPR RI dari Dapil Bali pada Pileg 2019. Mereka antara lain: I Made Urip, I Gusti Nugrah Kesuma Kelakan, I Nyoman Parta, I Wayan Sudirta, I Gusti Agung Rai Wirajaya, dan I Ketut Kariyasa Adnyana. Sementara tiga kursi sisanya diisi Golkar lewat Gde Sumarjaya Linggih dan Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra. Demokrat mendapat 1 kursi lewat Putu Supadma Rudana.

Bagaimana dengan Pileg 2024? Pada pemilu serentak 14 Februari 2024, kursi yang diperebutkan dari Dapil Bali tetap sama: 9 kursi dengan total pemilih 3.269.516 orang. Setidaknya ada 4 petahana PDIP kembali maju, yakni: I Gusti Nugrah Kesuma Kelakan, I Wayan Sudirta, I Ketut Kariyasa Adnyana, dan I Nyoman Parta.

Selain para petahana, ada nama Anggota DPRD Provinsi Bali, I Gusti Ayu Aries Sujati; Ketua Dewan Pertimbangan Daerah DPD PDIP Bali, I Nyoman Adi Wiryatama; istri pengelingsir Puri Agung Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Tjokorda Gde Putra Nindya sekaligus mantan Pengurus DPC PDIP Tabanan, Sagung Ratu Sri Jaya Laksmi; Anggota DPRD Bali, I Gusti Putu Budiarta; dan Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali dari Fraksi PDIP, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedasteraputri Suyasa.

Para jagoan PDIP ini akan melawan sejumlah nama populer, seperti pemerhati sosial budaya Surya Nata Putra (PKB); pendiri Bali Ekonomi Creatif, Eko Budi Cahyono (PKB); pebisnis Jakarta I Dewa Gde Agung Widiarsana (Gerindra); anggota DPD 2019-2024 Gede Ngurah Ambara Putra (Gerindra); motivator Putu Suprapti Santy Sastra (Gerindra); dan mantan Ketua DPD Nasdem Kota Denpasar, I Dewa Nyoman Budiasa (Gerindra).

Golkar juga tidak hanya mengandalkan kedua petahana mereka. Di Dapil Bali ini, Golkar juga menerjunkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Sugawa Korry (Golkar); eks Dirjen PAS I Wayan K. Dusak (Golkar).

Nasdem juga tak mau kalah. Pada Pileg 2024, Nasdem memasang pengusaha I Nengah Senantara; Ketua DPW Garnita Malahayati Nasdem Provinsi Bali, Ida Ayu Ketut Candrawati; mantan Ketua DPW Partai Nasdem Provinsi Bali, Ida Bagus Oka Gunastawa; Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik DPW Nasdem Bali, Luh Putu Nopi Seri Jayanti; Sekwil DPW Partai Nasdem Bali, I Nyoman Winatha; Wabendum DPD Nasdem Bali, Theresia Atsta Monitasiwi; dan Wakabid Migran DPD Partai Nasdem Kota Denpasar, I Wayan Sudiara.

Di luar partai-partai tersebut, ada Ketua DPW Partai Gelora Bali, Mudjiono (Gelora); I Made Irawan Hendra Gunawan ST (Jero Lena) yang juga Ketua DPD Partai Gelora Kabupaten Bangli (Gelora); eks anggota DPD RI dari Bali, I Gede Pasek Suardika (PKN); eks Sekretaris DPD Partai Hanura, I Putu Indra Mandhala Putra (PKN).

Mengapa PDIP Sulit Digoyang di Bali?

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menilai, ada sejumlah faktor yang membuat PDIP mampu berkuasa secara kuat di Bali. Pertama adalah masalah sejarah di mana kelompok non-muslim, termasuk kelompok ningrat Bali, khawatir dengan pengaruh Islam lewat Masyumi maupun NU di masa lalu. Kelompok yang melawan 'arus' partai Islam ini lantas bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI).

“Untuk melawan pengaruh partai Islam waktu itu, di Bali para pemuka adat dan kemudian tokoh-tokoh yang ada di Bali lebih mendekati PNI. Jadi sehingga bisa apa ya paling tidak melawan dominasi, melawan kekuatan partai Islam waktu itu. Jadi ini masalah identitas agama yang mengemuka di awal-awal lahirnya negara Indonesia,” kata Kunto, Kamis (21/9/2023).

Kedua, kata Kunto, adalah masalah PNI yang nasionalis bersaing dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 1950-an di Bali. Persaingan tersebut dimenangkan PNI dengan aksi terindikasi paramiliter sehingga membuat memori kuat kepada masyarakat Bali tentang kekuatan PNI di Pulau Dewata.

“Ketika orde baru berkuasa, PNI dikerdilkan dan kemudian dimasukkan ke PDI dan berubah jadi PDIP. Ketika reformasi, memori atau semacam romantisme atau mereka bernostalgia lagi bahwa PDI sebagai reinkarnasi PNI waktu itu, kemudian jadi pilihan luar biasa, mereka ingin keluar dari kungkungan Golkar yang sangat Jawa sekali,” kata Kunto.

Ketiga adalah latar belakang sejarah Sukarno. Presiden pertama itu memiliki darah Bali dari keluarga ibu yang notabene orang Singaraja, Bali Utara. “Pengaruh itu sangat kuat, apalagi kan darah Bali itu dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa, representasi dari identitas Bali, sehingga kebanggaan itu memang akhirnya menyulut semacam militansi untuk memilih partai politik yang namanya PDI dan setelah reformasi itu PDIP,” kata Kunto.

Kunto menilai, status kandang banteng memang layak disematkan di Bali. Akan tetapi, Kunto menekankan ada perbedaan antara kendang banteng di Jawa Tengah dan Bali. Salah satu poin yang membedakan adalah status Sukarno yang tidak punya hubungan kuat dengan Jawa Tengah daripada Bali. Di Jateng, nama Sukarno dikaitkan dengan mitos-mitos raja dan mistis daripada Bali yang lebih pada latar belakang sejarah keluarga.

“Tapi kedua-duanya bisa disebut sebagai kandang banteng,” kata Kunto.

Puncak perayaan Bulan Bung Karno

Sejumlah seniman menampilkan tarian kolosal saat puncak perayaan Bulan Bung Karno di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (24/6/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

Lantas, apakah partai lain sulit merebut kursi dari dominasi PDIP? Kunto melihat masih ada kemungkinan. Ia menilai, publik Bali bisa saja tidak memilih PDIP di era kepemimpinan I Wayan Koster. Hal itu tidak lepas dari munculnya keluhan publik soal penanganan pandemi COVID-19.

“Tapi problemnya itu masalah gubernur, tapi ketika pemilih nasional sangat bisa, sangat mungkin PDIP masih punya, masih bisa mempertahankan dominasinya, gara-gara tadi problem politik identitas, problem apakah partai lain juga memperhatikan perlindungan terhadap minoritas itu yang kemudian harus dibuktikan atau paling tidak partai-partai lain harus punya komitmen terhadap itu dan dibuktikan dalam waktu singkat, tapi itu agak sulit,” kata Kunto.

Opsi lain, kata Kunto, adalah partai baru harus bisa meraup suara pemilih muda. Para pemilih muda berpotensi besar tidak terpapar soal sejarah masa lalu hingga merasakan hidup zaman PSI. Namun, ia melihat partai-partai lain belum mengelola isu tersebut.

“Kalau itu bisa dilakukan, ya kemungkinan lebih besar [bisa] mendongkel dominasi PDIP di Bali," kata Kunto.

Respons Partai Politik

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani optimistis partai berlambang mercy setidaknya bisa mempertahankan kursi mereka di Bali. Ia sebut, struktur organisasi dan daftar nama kandidat yang maju setidaknya bisa membuat Demokrat mengamankan 1 kursi.

“Selain kesiapan struktur partai, optimisme ini juga didukung line up caleg yang memadai. Selain ada incumbent Putu Supadma Rudana, juga ada Ketua DPD Partai Demokrat Bali yang pada pemilu ini maju sebagai caleg DPR RI,” kata Kamhar kepada reporter Tirto.

Kamhar juga mengatakan, ada beberapa nama potensial lain seperti istri Putu Leong, mantan DPR RI 2014-2019 dan Tutik Kusumawardhani (eks DPR RI 2009-2014. Dari nama-nama tersebut, Kamhar masih optimistis setidaknya ada tambahan satu kursi Demokrat di Bali.

“Target optimis nambah 1 kursi,” kata Kamhar.

Sementara itu, Ketua Bappilu Partai Buruh, Ilhamsyah mengaku Bali bukan daerah utama mereka dalam meraup kursi DPR RI, melainkan hanya sebagai daerah penunjang. Ia tidak memungkiri pengaruh PDIP sangat kuat di Bali sehingga ada kesulitan untuk meraup kursi legislatif dari sana.

“Hari ini kami belum menargetkan, tetapi kami tetap berupaya secara maksimal untuk target DPR RI dalam hitungan kami masih berat, sehingga kami masih coba rasional yang kami targetkan DPRD provinsi, kota dan kabupaten,” kata pria yang karib disapa Boing, Kamis (21/9/2023).

Meskipun mengakui sulit, kata dia, Partai Buruh bukan berarti tidak berusaha. Boing mengaku, Partai Buruh fokus untuk mengadvokasi dan mendengar suara para pekerja lantaran partai mereka yang tergolong sangat segmented.

Dari status tersebut, kata Boing, Partai Buruh melihat peluang di mana ada segelintir pekerja Bali merasakan kesulitan di bawah kepemimpinan PDIP. Hal ini tidak lepas dari pengaruh Omnibus Law Cipta Kerja era Jokowi dan kemunculan regulasi outsourcing di era Megawati dalam dunia ketenagakerjaan.

Boing juga mengaku, Partai Buruh sudah melihat ada peluang kursi yang bisa diraih oleh partai yang kini dipimpin Said Iqbal itu. Ia klaim, Partai Buruh berharap setidaknya mendapat 1 kursi DPRD di kabupaten/kota. Namun, kata dia, khusus DPR RI, partai perlu bekerja keras untuk mengejar 1 kursi.

Sebaliknya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Perindo, Ferry Kurnia Rizkiyansyah justru menargetkan bisa merebut dua kursi dari Dapil Bali. "Kami memiliki optimisme terkait peluang tersebut," kata Ferry kepada reporter Tirto, Jumat (22/9/2023).

Ferry mengatakan, saat ini Perindo Bali tengah fokus pada perekrutan saksi, pelatihan dan strategi pemenangan. Demi mencapai target tersebut, ia mengaku, Perindo mengincar pemilih muda yang belum menjadi kader atau simpatisan parpol lain, terutama PDIP yang sudah mengakar di Bali.

"Kami tahu bahwa tingginya jumlah pemilih milenial di Pemilu 2024 adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Mempersiapkan program-program yang relevan dengan kebutuhan dan aspirasi generasi milenial, seperti dukungan untuk UMKM adalah salah satu strategi untuk menarik perhatian pemilih muda," kata Ferry.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz