tirto.id - “TNI-nya umpama, masyarakatnya seribu, kita keluarkan seribu. Satu miting satu itu, kan, selesai. Tidak usah pakai alat, dipiting saja satu-satu.”
Arahan itu disampaikan Panglima TNI Laksamana TNI, Yudo Margono saat memberikan instruksi kepada komandan satuan di bawahnya. Yudo meminta kepada seluruh prajurit untuk tidak menggunakan senjata dalam penanganan demo masa di wilayah Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Dalam kesempatan itu, Yudo juga meminta kepada prajurit tidak terpancing dan menahan diri. Sehingga menurutnya lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak dari pada menggunakan peralatan yang bisa mematikan.
“Tahu dipiting? Dipiting saja satu satu. Saya khawatir kalau pakai alat nanti kita bertahan dilempari. Anak-anak berani maju terus bertahan, terus dilempari ngamuk juga nampaknya,” ujarnya.
Sontak, istilah 'piting memiting' yang disampaikan Yudo kemudian viral dan nilai menjadi sebuah pernyataan yang kontroversial. Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis, bahkan menyayangkan pernyataan tersebut.
“Pernyataan Panglima TNI Yudo Margono tersebut tentu kurang layak diucapkan oleh seorang perwira tinggi TNI," kata Beni kepada reporter Tirto, Rabu (20/9/2023).
Beni mengatakan, pernyataan tersebut justru melukai masyarakat. Pernyataan itu juga menunjukkan bahwa TNI tidak berempati dengan penderitaan rakyat yang tergusur dan tentu dianggap sebagai arogansi.
“Masyarakat bisa saja menanggapi bahwa Panglima TNI Yudo Margono tidak berempati dan tentu dianggap sebagai [tindakan] arogansi,” kata Beni.
Atas kejadian ini, Beni meminta di masa depan agar petinggi TNI lebih bijaksana dalam berbicara atau lebih baik tidak usah bicara. Baik isu-isu domestik seperti konflik antara rakyat dan negara, maupun politik dan lainnnya. Detail kejadian bisa dibaca di link ini.
“Walaupun Mabes TNI sudah minta maaf, pernyataan itu tidak gampang dihapuskan dari memori masyarakat secara luas,” kata Beni.
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas mengatakan, sekalipun tidak menggunakan senjata, instruksi memiting warga pendemo juga tidak semestinya dilakukan. Karena Polri sendiri sebenarnya tidak merasa keteteran dalam menghadapi massa.
“Instruksi tersebut jelas merupakan sesuatu yang berlebihan,” kata Anton kepada reporter Tirto, Rabu (20/9/2023).
Sudah Seharusnya TNI Tidak Terlibat
Anton menegaskan, sudah semestinya dalam penanganan dinamika demokrasi, Panglima TNI tidak perlu banyak berwacana dan memberikan tanggapan dan instruksi apa pun. Harus diingat, kata dia, bahwa demonstrasi adalah hal biasa dalam alam demokrasi.
“Sekalipun berakhir ada kericuhan, hal tersebut tidak perlu sampai melibatkan TNI,” kata Anton menegaskan.
Apalagi, lanjut Anton, aksi penolakan yang dilakukan masyarakat Rempang tidak menggunakan senjata api. Sehingga pelibatan TNI dalam penanganan aksi demonstrasi justru akan berpotensi memicu eskalasi dan menimbulkan banyak spekulasi.
“Sudah semestinya Panglima TNI tidak perlu banyak ikut campur dan mengambil inisiatif dalam merespons dinamika demokrasi,” tuturnya.
Anton menyarankan, lebih baik TNI menjaga jarak dengan tidak mudah memberikan komentar. Karena hal ini menjadi salah satu upaya memelihara kepercayaan publik terhadap TNI.
“Jangan sampai, tindakan atau ucapan yang tidak perlu justru malah mereduksi kepercayaan publik," terangnya.
Penjelasan Mabes TNI & Permintaan Maaf Panglima TNI
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Laksda Julius Widjojono menjelaskan, soal pernyataan Yudo Margono yang memerintahkan prajurit untuk 'memiting' pendemo di wilayah Rempang, Kepulauan Riau.
Jika dilihat secara utuh dalam video tersebut, kata Julius, Panglima TNI sedang menjelaskan bahwa demo yang terjadi di Rempang sudah mengarah pada tindakan anarkisme yang dapat membahayakan. Baik aparat maupun masyarakat itu sendiri, sehingga meminta agar masing-masing pihak untuk menahan diri.
Julius menyampaikan, Panglima TNI menginstruksikan kepada Komandan Satuan untuk melarang prajurit menggunakan alat atau senjata, dalam mengamankan aksi demo di Rempang. Panglima TNI, lanjut dia, ingin menghindari korban sehingga lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak.
“Panglima mengatakan, jangan memakai senjata, tapi turunkan personel untuk mengamankan demo itu,” ujarnya dalam keterangan pers.
Dia mengatakan, penggunaan istilah 'piting-memiting' itu sebenarnya hanya bahasa prajurit, karena disampaikan di forum prajurit. Namun arti dari bahasa 'piting-memiting' yang dimaksudnya ialah setiap prajurit 'merangkul' satu masyarakat agar terhindar dari bentrokan.
“Kadang-kadang bahasa prajurit itu suka disalahartikan oleh masyarakat yang mungkin tidak terbiasa dengan gaya bicara prajurit,” sambungnya.
Sementara itu, Panglima Yudo menyampaikan permohonan maaf atas pernyataan 'piting' yang sempat membuat gaduh. Dia menjelaskan pernyataan piting keluar sebagai respons pernyataan pangdam setempat.
“Pernyataan piting, adalah menjawab pertanyaan dari Pangdam, sudah saya sampaikan bahwa itu seumpama, tidak ada saya mengerahkan pasukan karena memang tidak ada permintaan pengerahan pusat pasukan sebanyak itu, tapi kalau pengertian lain di masyarakat, pada kesempatan ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya," kata Yudo.
Yudo juga menegaskan bahwa TNI tidak melakukan operasi di Batam. Ia menekankan pasukan yang ada hanya untuk membantu misi kewilayahan di tingkat kodim maupun korem.
“Jadi tidak ada pengerahan pasukan bahkan saat awal sebelum terjadinya itu, saya sudah kirim Danpuspom TNI ke sini, jangan sampai TNI terlibat, kita kerahkan Puspom TNI untuk mengawasi itu, saya berharap pasukan TNI jangan arogan,” kata Yudo.
TNI Diminta Tarik Pasukan dari Rempang
Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), memandang Panglima TNI Yudo Margono tak cukup minta maaf buntut pernyataan ihwal piting yang disampaikan beberapa waktu lalu. KontraS justru meminta Panglima TNI menarik pasukannya dari Pulau Rempang.
Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian mengatakan, saat dirinya menyambangi Pulau Rempang pada 11 hingga 13 September 2023, ia masih melihat militer menduduki posko pengamanan yang ada.
“Bukan hanya minta maaf, dia harus memerintahkan aparat di sana untuk menarik diri dari Pulau Rempang karena itu sudah menciptakan iklim ketakutan di tengah masyarakat," kata Rozy saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/9/2023).
Di sisi lain, Rozy memandang permintaan maaf itu juga menjadi pelajaran Panglima TNI ke depan dalam menyampaikan pernyataan.
“Kami melihat bahwa ini harus menjadi pembelajaran penting bagi Panglima TNI untuk sangat berhati-hati," ucap Rozy.
Rozy mengatakan, Yudo merupakan pemimpin tertinggi yang menaungi tiga mantra, yakni TNI Angkatan Udara, Angkatan Darat, dan Angkatan Laut, yang bisa saja mengerahkan pasukan atas perintahnya itu.
“Dia kemarin ada 1.000, satu-satu piting warga bukan hanya melukai warga Rempang saja, tetapi merupakan sinyal bahwa TNI sebelumnya bisa digunakan untuk pengamanan-pengamanan bisnis semacam ini. Itu sangat berbahaya," kata Rozy.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz