Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Di Balik Pertemuan SBY & Jokowi di Tengah Isu Reshuffle Kabinet

Pertemuan Jokowi dan SBY dilakukan di tengah isu reshuffle kabinet dan dinamika politik yang semakin panas jelang pendaftaran capres-cawapres.

Di Balik Pertemuan SBY & Jokowi di Tengah Isu Reshuffle Kabinet
Suasana pertemuan Presiden Joko Widodo bersama Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/10/2019). ANTARA/Bayu Prasetyo

tirto.id - Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan internal dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (2/10/2023) malam. Informasi ini mencuat di lingkaran wartawan usai Jokowi meresmikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh di Stasiun Halim, Jakarta Timur.

Saat itu, Jokowi menjajal Whoosh pulang pergi Jakarta-Tegalluar bersama para petinggi lembaga negara. Keyakinan pertemuan SBY-Jokowi semakin mengemuka setelah terlihat pria yang diduga Jokowi keluar mobil mendampingi pria yang diduga SBY jelang pukul 18.00 WIB sore di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (2/10/2023).

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani membenarkan pertemuan antara Jokowi dan SBY tersebut. “Tentu yang dibicarakan terkait politik kebangsaan dan politik kenegaraan," kata Kamhar saat dihubungi pada Senin (2/10/2023).

Kamhar percaya pertemuan Jokowi dan SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat adalah upaya silaturahmi politik kedua tokoh. Ia mengklaim pertemuan keduanya akan membuat politik lebih teduh.

“Silaturahmi ini kami yakini akan memberi dampak positif, membuat dinamika politik menjadi lebih teduh dan sejuk,” kata dia.

Terlepas dari klaim Kamhar tersebut, publik justru berspekulasi lebih jauh. Apalagi pertemuan Jokowi dan SBY dilakukan di tengah isu reshuffle kabinet dan dinamika politik yang semakin panas jelang pendaftaran capres-cawapres. Isu pergantian menteri mencuat seiring dengan penggeledahan rumah dinas Mentan Syahrul Yasin Limpo.

Analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai, pertemuan tersebut menandakan upaya permainan narasi di kedua pihak. Ia sebut, Jokowi maupun SBY tengah melakukan strategi politik dalam rangka merespons isu SBY belum bertemu Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Selain itu, Arifki menilai, tidak menutup peluang pertemuan SBY dan Jokowi membahas kemungkinan Partai Demokrat merapat ke pemerintahan dan mendapatkan kursi menteri di Kabinet Indonesia Maju.

“Ini tidak bisa dipungkiri juga akan mengarah ke sana (deal masuk kabinet dan reshuffle), tapi mungkin yang lebih konkret itu adalah bahwa ada agenda untuk melihat posisi tawar dari SBY di pemerintahan Jokowi bahwa SBY enggak lagi menjadi kelompok yang akan menggunakan narasi oposisi terhadap pemerintahan Jokowi. Ini mungkin komitmen yang akan digambarkan SBY dengan Jokowi,” kata Arifki, Selasa (3/10/2023).

Arifki juga menilai bahwa pertemuan tersebut merespons penolakan narasi Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo yang disebut sebagai gagasan Jokowi. Hal itu tidak lepas dari posisi Demokrat yang kini mendukung bacapres Prabowo Subianto dari Koalisi Indonesia Maju, yang mayoritas anggotanya adalah parpol koalisi pemerintah.

Lantas, apakah ada keuntungan dari pertemuan tersebut? Arifki mengatakan, kedua pihak sama-sama memiliki keuntungan jika ada deal politik. Dari sisi Demokrat, mereka akan punya pintu untuk masuk pemerintahan. Misalnya dengan menempatkan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY sebagai salah satu menteri.

Sementara itu, Jokowi juga memiliki keuntungan bahwa dia tidak perlu tergantung penuh sama PDIP. Arifki mengaitkan dengan manuver anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep yang memilih menjadi Ketua Umum PSI daripada bergabung ke PDIP. Jokowi juga akan mendapatkan keuntungan berupa dukungan elektoral yang semakin besar dan menekan kelompok oposisi.

Di sisi lain, Arifki tidak memungkiri, upaya Jokowi bertemu SBY sebagai ajang untuk memitigasi kemungkinan Nasdem dan PKB meninggalkan pemerintahan. Arifki menilai, Nasdem dan PKB masih bisa mempunyai efek elektabilitas lebih besar daripada masih di pemerintahan. Sebab, jika keluar dari barisan pemerintah, maka mereka bisa bergerak lebih leluasa dan lepas dari pandangan bagian dari pemerintah.

“Apakah ini menjadi ultimatum bagi Jokowi untuk beri ruang partai koalisi baru untuk masuk pemerintahan atau ini menjadi ketegasan bagi PKB maupun Nasdem untuk menjaga daya tawar elektoral dengan berani keluar dan membangun gerbang oposisi untuk mencari ceruk elektoral yang tidak atau antipati dengan pemerintahan Jokowi,” kata Arifki.

Analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Silvanus Alvin mengatakan, pertemuan Jokowi-SBY mempunyai sejumlah tafsir. Pertama, pertemuan ini akan menandakan Jokowi menjalin hubungan baik dengan tokoh politik saat ini dan masa lalu. Hal ini tidak lepas dari upaya Jokowi menciptakan stabilitas politik dan persatuan antar-elite partai.

“Pertemuan ini juga bisa menjadi pesan simbolis kepada publik. Jika SBY dan Jokowi terlihat bersatu dan berdamai, ini bisa memberikan kesan positif kepada masyarakat bahwa para pemimpin politik mampu bekerja bersama untuk kepentingan bangsa,” kata Alvin, Selasa (3/10/2023).

Pesan kedua adalah simbol bahwa Demokrat untuk mengubah narasi politik di masa depan. Demokrat sebelumnya kerap menggunakan narasi perubahan, tetapi setelah masuk koalisi Prabowo bisa membawa narasi melanjutkan pembangunan Jokowi.

“Bisa saja pertemuan dimanfaatkan kedua tokoh politik sentral bangsa ini dalam menyamakan persepsi,” kata Alvin.

Ketiga, kata Alvin, pertemuan tersebut akan membuka peluang Demokrat untuk masuk pemerintahan Jokowi. Hal ini tidak lepas dari beberapa menteri Jokowi yang tengah tersandung kasus. Situasi tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk reshuffle kabinet. Di sisi lain, Demokrat bisa saja memasukkan AHY sebagai menteri di momen reshuffle tersebut.

Akan tetapi, Alvin menilai reshuffle tidak akan berlangsung dalam waktu dekat. Hal ini tidak lepas dari kecenderungan Jokowi enggan mengubah kabinet di tengah situasi panas. Selain itu, perubahan komposisi menteri juga akan membawa pengaruh kepada kabinet di masa depan sehingga perlu kalkulasi matang.

Di sisi lain, pertemuan tersebut juga bisa ditafsirkan sebagai bentuk konkret kalkulasi politik dari kedua pihak secara matang. Hal ini tidak lepas dari perhitungan kemungkinan partai keluar-masuk usai pendaftaran sehingga Jokowi mengajak SBY bertemu untuk merangkul Demokrat.

“Barangkali diksi merangkul kekuatan agak cukup tendensius. Namun, kalkulasi politik kemungkinan besar dilakukan oleh Jokowi dan di saat bersamaan hal serupa juga dilakukan oleh SBY-Demokrat. Jika kedua pihak setuju bertemu, pasti ada kalkulasi internal yang sudah dilakukan sebelumnya dan berujung pada pertemuan tatap muka,” kata Alvin.

Apa Kata Partai Politik?

Terkait spekulasi yang muncul, Kamhar menegaskan pertemuan SBY dan Jokowi tidak berkaitan dengan masalah reshuffle. Ia kembali menekankan pertemuan kedua tokoh tersebut membahas isu kebangsaan.

“Lagi pula tak ada hubungannya silaturahmi kebangsaan ini dengan isu reshuffle,” kata Kamhar saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (3/10/2023).

Sejumlah partai di pemerintah pun merespons pertemuan tersebut. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menilai, reshuffle kabinet adalah kewenangan Jokowi sebagai presiden.

“Itu hak previledge-nya presiden dan selama ini, kan, kalaupun kemudian presiden mempunyai rencana,” kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Doli mengatakan, bila memang ada perombakan kabinet, maka tentunya Jokowi akan menyampaikan kepada para ketua umum yang mendukungnya pada Pilpres 2019.

Reshuffle itu kita tunggu. Kalau pun kemudian ada kaitannya dengan partai-partai politik, pasti komunikasinya antara presiden dengan ketua umum partai politiknya masing-masing," tutur Doli Kurnia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengaku belum mendapat informasi tentang reshuffle kabinet. Menurutnya, perombakan kabinet merupakan hak prerogatif presiden.

“Dalam sistem pemerintahan presidensil, presiden berhak melakukan evaluasi kepada para pembantunya. Kalau presiden merasa perlu melakukan hal itu, tentu itu bagian dari kewenangan presiden," kata Ahmad Muzani.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz