Menuju konten utama

Khutbah Jumat 23 Mei 2025 Penuh Hikmah Jelang Idul Adha

Salah satu tema khutbah Jumat 23 Mei 2025 bulan Dzulhijjah yang penuh hikmah adalah tentang kisah Nabi Ismail a.s. Berikut teksnya.

Khutbah Jumat 23 Mei 2025 Penuh Hikmah Jelang Idul Adha
Ilustrasi menyampaikan khutbah Jumat 23 Mei 2025 bulan Dzulhijjah penuh hikmah jelang Idul Adha. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Khutbah Jumat 23 Mei 2025 dapat berkaitan dengan bulan Dzulhijjah menjelang hari raya Idul Adha yang penuh hikmah. Salah satu contoh khutbah Jumat yang bisa disiapkan oleh khatib adalah tentang keikhlasan Nabi Ismail a.s.

Ketika membicarakan tentang Idul Adha, kebanyakan orang mungkin hanya berfokus pada Nabi Ibrahim a.s. sebagai ayah yang diperintah Allah Swt untuk menyembelih anaknya.

Namun, di kisah tersebut, Nabi Ismail, yang merupakan anak dari Nabi Ibrahim, juga berperan penting dalam mengajarkan pengorbanan dan kepatuhan kepada Allah Swt.

Keteguhan hati Nabi Ismail a.s. dalam menerima perintah Allah tanpa ragu menunjukkan keimanan yang luar biasa, bahkan di usia yang masih sangat belia. Ia melaksanakan perintah tersebut dengan ikhlas dan begitu tawakal menjalani ujian hidup.

Oleh karena itulah, menyampaikan kisah Nabi Ismail dalam khutbah Jumat pada bulan Dzulhijjah bisa menjadi pilihan yang tepat.

Khutbah Jumat 23 Mei 2025 Penuh Hikmah Jelang Idul Adha

Adapun isi khutbah Jumat 23 Mei 2025 jelang Idul Adha tentang kisah Nabi Ismail yang penuh hikmah yakni sebagai berikut.

Khutbah I

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Jemaah Jumat rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Takwa yang membawa kita untuk tunduk dan taat kepada perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Hanya dengan takwa itulah kita akan meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang istiqamah mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Jemaah Jumat rahimakumullah,

Kita akan segera memasuki bulan Dzulhijjah dalam kalender Islam, bulan yang penuh keberkahan dan menjadi momen penting bagi umat Muslim di seluruh dunia untuk memperingati Idul Adha, hari raya yang sarat makna. Hari Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban, tapi lebih dalam dari itu. Ia adalah momen untuk belajar taat, sabar, dan ikhlas kepada Allah.

Sering kali kita hanya mengingat sosok Nabi Ibrahim alaihissalam dalam kisah Idul Adha. Padahal, ada satu tokoh yang tak kalah hebat. Siapa dia? Beliau adalah Nabi Ismailalaihissalam. Putra Nabi Ibrahim yang menunjukkan keimanan dan ketundukan luar biasa kepada Allah SWT sejak usia sangat belia.

Nabi Ibrahim mendapat mimpi sebanyak tiga kali berturut-turut untuk menyembelih anaknya, Ismail, yang saat itu masih berusia 7 tahun. Sebagai seorang ayah, Nabi Ibrahim tentunya merasa bingung dan gelisah. Namun, ia memutuskan untuk berbicara dengan Nabi Ismail.

Dalam surat As-Sffat ayat 102, Allah SWT bersabda:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى

Fa lammā balaga ma'ahus-sa'ya qāla yā bunayya innī arā fil-manāmi annī ażbaḥuka fanẓur māżā tarā

Artinya, “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’”

Jika kita sebagai manusia biasa yang jadi Ismail, mungkin akan langsung menangis, protes, atau lari. Lantas, apa yang ia katakan?

قَالَ ياأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

qāla yā abatif'al mā tu`maru satajidunī in syā`allāhu minaṣ-ṣābirīn

Artinya, “Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-Saffat: 102).

Nabi Ismail bukanlah sekadar seorang anak yang pasif menerima takdir. Beliau adalah sosok yang dengan penuh kesadaran dan ketaatan, turut menjalani perintah Allah bersama ayahnya.

Jemaah Jumat yang dirahmati Allah,

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kemudian melaksanakan perintah Allah Swt. dengan ikhlas meski hatinya begitu perih tak terkira. Ketika akan menyembelih, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya:

Ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali.

Bukan hanya memikirkan penderitaan yang mungkin dialami ayahnya, Ismail juga memikirkan ibunya. Ia kemudian berkata:

Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.

Dengan linangan air mata, Nabi Ibrahim menjawab, "Baiklah anakku, Allah Swt. akan menolongmu."

Setelah itu, Ismail dibaringkan di atas sebuah batu dan pisau pun diletakkan di atas leher belakangnya. Ibrahim menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, tapi Ismail tidak terluka sedikit pun. Padahal, pisaunya telah berkali-kali diasah hingga sangat tajam.

Pada momen tersebut, Allah Swt. berfirman dalam surat As-Saffat ayat 104-108:

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ.

Wa nādaināhu ay yā ibrāhīm Qad ṣaddaqtar-ru`yā, innā każālika najzil-muḥsinīn Inna hāżā lahuwal-balā`ul mubīn Wa fadaināhu biżib-ḥin 'aẓīm Wa taraknā 'alaihi fil-ākhirīn.

Artinya, “Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (QS As-Saffat: 104-108)

Jemaah rahimakumullah,

Dari Nabi Ismail kita belajar arti sebuah pengorbanan. Bukan soal nyawa yang melayang, tapi soal hati yang rela, soal keyakinan bahwa perintah Allah pasti membawa kebaikan walaupun kita tidak langsung mengerti hikmahnya.

Demikian khutbah Jumah mengenai Nabi Ismail. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang ikhlas dan taat seperti Nabi Ismail dan semoga pengorbanan kita diterima sebagai bukti cinta dan ketundukan kepada-Nya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Baca juga artikel terkait KHUTBAH JUMAT atau tulisan lainnya dari Nisa Hayyu Rahmia

tirto.id - Edusains
Kontributor: Nisa Hayyu Rahmia
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Beni Jo