Menuju konten utama

14 Cerita Rakyat Lampung, Pesan Moral, dan Sinopsis Singkatnya

Temukan kisah menarik asal-usul Danau Ranau hingga legenda Raja Penabokh. Simak cerita rakyat Lampung dan pesan moral yang terkandung di baliknya.

14 Cerita Rakyat Lampung, Pesan Moral, dan Sinopsis Singkatnya
Ilustrasi Dongeng. foto/istockphoto

tirto.id - Cerita rakyat merupakan sebuah cerita yang menjelaskan kebudayaan rakyat secara turun-temurun dalam bentuk lisan dan mengandung pesan moral. Salah satu yang terkenal ialah cerita rakyat Lampung.

Cerita rakyat Lampung, seperti di daerah-daerah lainnya, berfungsi sebagai media hiburan, pendidikan, dan pelestarian budaya bagi masyarakatnya. Selain itu, cerita rakyat juga termasuk bagian dari sastra tradisional dan sejarah rakyat Indonesia.

Meskipun kebenarannya dianggap mustahil, cerita rakyat sering kali menyelipkan nilai-nilai kearifan lokal yang mengajarkan kebaikan, keberanian, dan pengorbanan. Tidak hanya cerita rakyat Lampung, beberapa yang kerap terdengar antara lain Malin Kundang, Timun Mas, dan Batu Menangis.

Kumpulan Judul Cerita Rakyat Lampung dan Sinopsisnya

Ilustrasi Dongeng

Ilustrasi Dongeng. foto/istockphoto

Jika Anda sedang mencari referensi 10 judul cerita rakyat Lampung, daftar di bawah ini bisa menjadi pilihan. Bahkan, terdapat 14 cerita rakyat daerah Lampung pendek dan sinopsis singkatnya.

Berikut 14 cerita rakyat dari Lampung pendek antara lain seperti cerita legenda sumur putri Lampung, legenda sumur putri dalam bahasa Lampung, Putri Mentawai Ratu Semaka, dan cerita rakyat Lampung Si Pahit Lidah.

1. Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat

Cerita rakyat Lampung yang pertama ialah Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Cerita rakyat ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Serunting yang mempunyai kekuatan sakti yang diusir dari istana lalu mengembara ke Sumatera.

Arya Tebing, adik ipar Serunting, iri dengan kesaktian Serunting. Arya Tebing lantas membujuk kakaknya, istri Serunting, untuk memberi tahu kelemahan Serunting. Sesudahnya, Arya Tebing menantang Serunting bertarung dan sukses melukai kakak iparnya tersebut.

Serunting terluka parah dan mengasingkan diri di Gunung Siguntang. Selama pengasingannya itu, Serunting berdoa dan akhirnya memperoleh kemampuan ajaib, yakni apa pun yang diucapkannya akan menjadi kenyataan.

Singkat cerita, Serunting pun dijuluki Si Pahit Lidah karena kekuatannya itu. Namun, kesaktiannya membuat dirinya menjadi sombong. Lambat laun, kesaktiannya tersiar luas lalu terdengar oleh Si Empat Mata, seorang sakti dari India.

Mereka bertarung berhari-hari tanpa hasil. Kemudian, seorang tetua kampung mengusulkan agar mereka berdua memakan buah aren. Si Pahit Lidah yang sombong memakan buah tersebut dan mati.

Si Empat Mata yang merasa janggal, mencoba memakan buah yang sama dan seketika mati. Alhasil, keduanya tewas lantaran kesombongan dan dimakamkan di Danau Ranau.

Pesan moral:
Kesombongan dan dendam tidak akan membawa kebaikan. Kekuatan atau kesaktian seharusnya digunakan untuk kebaikan, bukan untuk membalas dendam atau menyombongkan diri. Ketika kesombongan menguasai hati, kehancuran pun akan datang.

Header diajeng Mendongeng Tingkatkan Kepekaan Anak

Header diajeng Mendongeng Tingkatkan Kepekaan Anak. tirto.id/Quita

2. Putri Mentawai Ratu Semaka

Cerita rakyat Lampung ini menceritakan seorang putri yang sangat cantik bernama Putri Mentawai Ratu Semaka. Rambutnya panjang, tubuhnya langsing, dan kulitnya kuning langsat. Di samping kecantikannya, anak bangsawan Kerajaan Semaka itu memiliki kemampuan bela diri yang mumpuni.

Putri Mentawai Ratu Semaka hidup dengan damai di desanya yang makmur dan kaya akan hasil perkebunannya. Panen yang didapatkan setiap musimnya sangat berlimpah. Setiap penduduk yang memiliki perkebunan wajib menyisihkan sebagian hasilnya untuk diberikan ke balai perwatin yang digunakan untuk tempat persediaan bagi penduduk yang kurang mampu.

Suatu hari, muncul ancaman dari kerajaan tetangga yang hendak merebut wilayah Semaka. Kerajaan tersebut mengirimkan pasukan besar untuk menyerang. Namun, Putri Mentawai Ratu Semaka tidak gentar. Berkat kecerdasannya, ia berhasil mengatur strategi perang yang efektif.

Ia memimpin pasukannya dengan berani dan berhasil mengalahkan musuh. Kemenangan ini membuat rakyat Kerajaan Semaka semakin mengaguminya dan mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin yang kuat dan bijaksana.

Pesan moral:
Kepemimpinan yang cerdas, berani, dan peduli rakyat akan menciptakan kemakmuran dan kedamaian. Selain itu, kecantikan sejati berasal dari keberanian dan kebijaksanaan, bukan hanya dari penampilan.

3. Legenda Sumur Putri Lampung

Pada zaman dahulu, dikisahkan hidup seorang raja dan dua putri cantiknya yang tinggal di sebuah istana megah. Setiap petang dan malam hari, kedua putri tersebut memiliki kebiasaan mandi di sebuah sumur yang berlokasi tidak jauh dari istana.

Dayang-dayang setia menemani dan mengawasi mereka. Tetapi, kehidupan mereka berubah saat seorang pemuda tertarik pada paras kedua putri tersebut. Guna merebut hati kedua putri, pemuda itu menunggu kesempatan ketika mereka tanpa dayang yang mendampingi. Berkat kecerdikannya, pemuda itu berhasil mengambil pakaian kedua putri tanpa diketahui.

Ketika kedua putri selesai mandi, mereka panik lantaran tidak dapat menemukan pakaian masing-masing. Lalu, pemuda tampan itu muncul dan mengembalikan pakaian mereka. Kedua putri bersyukur dan mengundang pemuda itu ke istana sebagai tanda terima kasih.

Lambat laun, timbul masalah ketika ternyata kedua putri jatuh cinta pada pemuda itu. Namun, sang pemuda memilih sang kakak dan meninggalkan si bungsu dalam kesedihan yang mendalam. Sang adik tidak mampu menahan kesedihannya, lalu berlari dan menceburkan diri ke dalam sumur yang biasa digunakan untuk mandi.

Dewasa ini, Sumur Putri menjadi legenda. Bagi yang mempercayainya, tempat ini menjadi tujuan kunjungan karena dipercaya airnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Selain itu, di kawasan Sumur Putri juga pernah dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan prosesi Belangiran, sebuah tradisi untuk membersihkan diri dalam menyambut bulan Ramadan.

Pesan moral:
Kecemburuan dan cinta yang tidak disertai keikhlasan bisa membawa penderitaan. Kisah ini juga mengajarkan pentingnya menjaga perasaan dan menghargai keputusan dalam hubungan.

4. Asal Mula Kota Bumi

Dahulu hidup seorang raja bernama Tutur Jimat yang merupakan keturunan Ratu Darah Putih. Tutur Jimat adalah penguasa di wilayah Lampung Utara. Lantaran sudah tua, ia memberikan kekuasaannya kepada anak tertuanya, Paniakan Dalem.

Paniakan Dalem berkuasa dengan adil dan bijaksana. Sehingga, kehidupan rakyat Lampung Utara sangat makmur dan sejahtera. Paniakan Dalem juga memiliki seorang putra yang diberi nama Muhammad.

Suatu hari, Paniaken Dalem merenung. Ia memikirkan bagaimana caranya agar nenek moyang mereka, Kuto Bumi, dapat dikenang hingga generasi berikutnya. Sebab, hal tersebut dipicu oleh keturunan Ratu Darah Putih yang semakin tersebar di mana-mana.

Maka, Muhammad menyarankan untuk memberi nama kota tersebut dengan nama Kuto Bumi. Adapun ide itu terlintas dalam pikiran Muhammad seusai pulang berburu. Akhirnya, Paniakan Dalem menyetujuinya dan nama Kuto Bumi menjadi Kotabumi dan kini menjadi ibu kota Lampung Utara.

Pesan moral:
Menghargai dan melestarikan warisan leluhur adalah wujud penghormatan terhadap sejarah. Ide-ide baik bisa datang dari siapa saja, termasuk generasi muda yang mencintai budayanya.

Ilustrasi Dongeng

Ilustrasi Dongeng. foto/istockphoto

5. Asal-usul Nama Liwa

Nama Liwa adalah bagian dari cerita rakyat Lampung. Liwa berasal dari bahasa Arab yang berarti bendera. Adapun maksud dari bendera ini ialah bendera kemenangan Kerajaan Paksi Pak yang ditancapkan di Puncak Gunung Pesagi, setelah melawan penguasa Skala Brak Kuno.

Para maulana dari empat kepaksian yakni Kepaksian Belunguh, Pernong, Bejalan Diway, dan Nyerupa memancangkan bendera sebagai tanda kemenangan di Puncak Gunung Pesagi. Bendera itu dinamakan Al-Liwa yang kemudian menjadi nama salah satu daerah di Lampung.

Pesan moral:
Kemenangan dan perjuangan patut dikenang sebagai tonggak sejarah suatu daerah. Kisah ini juga mengajarkan semangat persatuan dan kerja sama dalam menghadapi penjajahan atau penindasan.

6. Asal-usul Nama Desa Sri Menanti

Ada asal-usul di balik nama Desa Sri Menanti yang terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat. Dikisahkan, nama Sri Menanti berasal dari kisah kesetiaan seorang perempuan dalam menunggu kekasihnya yang pergi merantau. Akan tetapi hingga akhir hayatnya, suaminya tak kunjung pulang ke kampung halaman.

Dahulu kala ada sepasang kekasih yang hendak menikah tetapi tidak direstui oleh orang tua pihak perempuan karena sang lelaki yang miskin. Lelaki itu pun pergi merantau agar perekonomiannya setara dengan pihak keluarga perempuan dan berjanji akan kembali lagi untuk menikahi pujaan hatinya itu.

Saat lelaki itu pergi merantau, si perempuan dijodohkan dengan berbagai pemuda oleh orang tuanya. Namun, ia menolak dan tetap ingin menunggu kekasihnya pulang dari merantau. Orang tuanya pun akhirnya pasrah. Sang perempuan tetap menunggu hingga akhir hayatnya.

Hingga kini, masyarakat percaya bahwa seorang anak perempuan yang telah beranjak remaja harus segera dinikahkan. Jika tidak segera dinikahkan, anak perempuan itu akan menjadi perawan tua.

Pesan moral:
Kesetiaan dan ketulusan cinta dapat bertahan meski harus menghadapi penantian panjang. Namun, kisah ini juga menyiratkan pentingnya komunikasi dan keberanian dalam memperjuangkan cinta sejati.

Ilustrasi Dongeng
Ilustrasi Dongeng. foto/istockphoto

7. Asal-usul Larangan Menikah Antara Warga Desa Kunyanyan dan Gandasuli

Cerita ini mengisahkan tentang saudara kandung penguasa kerajaan di Desa Kunyanyan. Mereka diadu domba oleh Raja Desa Gandasuli yang ingin merebut kekuasaan. Akibat akal bulus Raja Gandasuli, sang kakak yang bernama Depati Sai Bekhak Bumi terpaksa membunuh adiknya sendiri yang merupakan panglima perang sakti mandraguna bernama Jamakhali.

Karena kasih sayang Jamakhali kepada kakaknya terlampau besar, ia memberi tahu kelemahannya pada Depati Sai Bekhak Bumi dan sang kakak berhasil membunuhnya. Setelah Jamakhali mati, Raja Gandasuli mengambil wilayah Kunyayan. Depati Sai Bekhak Bumi pun mengalami penyesalan yang mendalam.

Pesan moral:
Adu domba dan ambisi kekuasaan bisa menghancurkan ikatan persaudaraan. Penyesalan tidak bisa mengubah masa lalu, maka penting untuk bertindak bijak sebelum mengambil keputusan besar.

8. Asal-usul Nama Way Mengaku

Kelurahan Way Mengaku di Kabupaten Lampung Barat ternyata mempunyai asal-usulnya tersendiri. Cerita rakyat ini berkisah tentang sejarah penduduk Way Mengaku serta kata Pekon Way Mengaku.

Konon, ada empat keluarga yang datang dari India ke Lampung dan tinggal di beberapa lokasi, termasuk Lampung Barat, tepatnya di Pulau Pinang. Keturunan pertama dari keluarga ini adalah seorang perempuan bernama Se Buay, dan keturunan kedua adalah laki-laki.

Meskipun Se Buay adalah anak tertua, dalam adat patrilineal Lampung, tanggung jawab diwariskan kepada anak laki-laki, sehingga keluarganya dikenal sebagai Buay Mengaku, yang kemudian berubah pengucapannya menjadi Way Mengaku. Saat ini, keturunan terakhir dari keluarga itu adalah Suntan Pemuka Sandaran Agung.

Pesan moral:
Pentingnya menghormati adat dan struktur sosial masyarakat. Kisah ini juga menekankan bahwa asal-usul dan nama tempat menyimpan jejak sejarah dan nilai-nilai yang perlu dikenang oleh generasi berikutnya.

9. Legenda Batu Kepampang

Cerita rakyat Lampung berikutnya berkaitan dengan salah satu situs purbakala di Kabupaten Lampung Barat, yakni Batu Kepampang. Dahulu di daerah Kinali, Lampung Barat, terdapat sebuah kerajaan kecil yang berada di bawah pengaruh Kerajaan Sriwijaya.

Pada masa itu, masyarakat hidup damai lantaran adanya hukum yang melarang kejahatan seperti membunuh dan mencuri. Para pelanggar hukum akan dihukum mati dengan cara dipenggal di atas sebuah batu yang disebut Batu Kepampang, yang juga ditahbiskan sebagai persembahan kepada dewa.

Batu Kepampang pun menjadi simbol ketakutan bagi para penjahat yang disebut Irawan. Akan tetapi, setelah datangnya pengaruh Islam dan kolonialisme, hukuman ini dihapuskan. Sampai saat ini, legenda Batu Kepampang masih diceritakan sebagai pengingat bagi masyarakat untuk berbuat baik dan tidak merugikan orang lain.

Pesan moral:
Biasanya cerita ini mengandung pesan moral tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kejujuran, serta akibat buruk dari keserakahan atau pelanggaran terhadap norma dan janji.

Dongeng badut syariah di Tangerang
Badut Syariah Yahya Edward melakukan trik sulap saat menyampaikan dongeng pada Gebyar Ramadhan Kariim Al-Ittihad di Masjid Al-Ittihad, Kota Tangerang, Banten, Jumat (7/3/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/YU

10. Asal-usul Danau Ranau

Asal-usul Danau Ranau memiliki sejumlah versi dari masyarakat. Kendati secara ilmiah diyakini terbentuk dari proses geologis, tidak sedikit yang percaya bahwa Danau Ranau berasal dari pohon ara raksasa.

Dahulu kala, saat akan menebang pohon tersebut, muncul burung yang memberi petunjuk untuk membuat alat pemotong. Setelah pohon tumbang, air keluar dan membentuk danau. Pohon yang telah ditebang itu menjadi Gunung Seminung. Jin di Gunung Pesagi pun meludah, menciptakan sumber air panas di dekat danau.

Di Pekon Sukabanjar yang terletak tidak jauh dari Danau Ranau, terdapat makam yang diyakini milik Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat.

Pesan moral: Cerita ini mengajarkan pentingnya menghargai alam dan mendengarkan petunjuk, termasuk dari makhluk lain seperti burung dalam cerita. Kehadiran unsur mistis juga memperkuat pesan bahwa alam memiliki kekuatan yang harus dihormati.

11. Asal-usul Rumpun Seminung

Dikisahkan, Rumpun Seminung berasal dari wilayah Danau Ranau. Kata “Lampung” pun diyakini berasal dari “Anjak Lambung” yang merujuk pada dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi.

Sampai kini dipercaya bahwa leluhur masyarakat Lampung pertama kali bermukim di sana. Penjelajahan suku ini mengakibatkan terbentuknya berbagai kelompok yang menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Lampung Barat, Bengkulu, dan Krui.

Salah satu kisah sejarah menyebutkan setelah banjir zaman Nabi Nuh, sekelompok umat turun dari Gunung Seminung dan membentuk komunitas besar yang kemudian dikenal sebagai “Orang Lampung” dengan asal-usul dari Sungai Selabung. Perkembangan suku ini berujung pada pendirian Kerajaan Sekala Brak.

Pesan moral: Menunjukkan pentingnya memahami asal-usul dan sejarah leluhur sebagai bagian dari identitas budaya. Selain itu, kisah ini menanamkan nilai tentang kesatuan dan kebanggaan terhadap warisan nenek moyang.

12. Legenda Raja Penabokh

Sewaktu ketika, penduduk Tanjung Manis datang lalu dipimpin oleh Raja Penabokh berilmu tinggi dan dihormati. Kemampuannya menaklukkan binatang dan musuh tidak dapat diragukan.

Raja Penabokh memiliki dua adik yang kemudian merasa dendam karena diperlakukan keras. Mereka merantau ke Jawa untuk belajar ilmu dan mengetahui kelemahan Penabokh terkait pedangnya yang bertuah.

Kelemahannya terletak pada sarung pedang. Ketika adiknya mencuri sarung tersebut, kekuatan Penabokh hilang. Lantaran malu, Penabokh sakit-sakitan dan meninggal, lalu menjelma harimau.

Pesan moral: Cerita ini mengingatkan bahwa kesombongan dan perlakuan yang tidak adil terhadap sesama, bahkan saudara sendiri, dapat membawa kehancuran. Selain itu, rahasia atau kelemahan yang disimpan pun bisa menjadi titik kehancuran jika tidak dijaga dengan bijak.

13. Budaya Pesta Iraw

Budaya Pesta Iraw, yakni adat pada pesta perkawinan atau hajatan besar yang ada di salah satu wilayah di Kabupaten Lampung Barat, mempunyai sejarah yang patut diketahui. Pesta Iraw ini terkenal akan syarat-syaratnya yang sulit dipenuhi sehingga banyak yang gagal melaksanakannya.

Zaman dahulu, Pesta Iraw adalah pesta pernikahan megah dan meriah untuk anak Se Buay Sebatin Balak yang digelar di Kidupan yang berlokasi dekat dengan Pering Belabar.

Seremoninya cukup membuat takjub, yakni menyembelih seorang perawan dengan syarat-syarat seperti lipas ketara, tungu sang runcung, suyuh kegundang, dan kebau belang. Namun, persyaratan tersebut selalu gagal dipenuhi secara lengkap oleh keluarga-keluarga yang terlibat.

Alhasil, karena merasa malu, beberapa keluarga pun mengungsi atau “Irau” ke berbagai tempat seperti Sekuting, Tanjung Heran Sukau, Kalianda, hingga Banten.

Pesan moral: Cerita ini menyiratkan bahwa adat dan tradisi harus dijalankan dengan bijak dan tidak memaksakan hal-hal yang mustahil atau bertentangan dengan kemanusiaan. Rasa malu karena tidak mampu memenuhi tuntutan adat pun bisa memecah belah keluarga atau masyarakat.

14. Kelekup Gangsa Ular Naga Danau Ranau

Konon, terdapat seekor ular naga bernama Kelekup Gangsa yang hidup di Danau Ranau. Ular naga itu merupakan jelmaan dari sebuah kentongan yang bernama Kelekup Gangsa, yang dimiliki oleh sebuah keluarga besar yang tinggal di sekitar Danau Ranau.

Kentongan itu, yang dimiliki keluarga tersebut sebagai sebuah pusaka, konon mempunyai bunyi yang dapat terdengar hingga Pulau Jawa. Pusaka ini kemudian dicuri oleh keluarga suami Se Buay dan direndam di Danau Ranau selama perjalanan.

Keesokan harinya, kentongan Ajaib tersebut berubah menjadi seekor ular naga yang selanjutnya menjadi legenda di tengah masyarakat Way Mengaku.

Pesan moral: Mengandung ajaran bahwa mencuri dan menyalahgunakan benda pusaka atau warisan leluhur bisa membawa bencana. Menjaga dan menghormati warisan budaya adalah kewajiban bersama.

Pesan moral: Mengandung ajaran bahwa mencuri dan menyalahgunakan benda pusaka atau warisan leluhur bisa membawa bencana. Menjaga dan menghormati warisan budaya adalah kewajiban bersama.

Demikian 14 cerita rakyat Lampung beserta sinopsisnya yang dapat diambil pesan moralnya.

Baca juga artikel terkait CERITA RAKYAT atau tulisan lainnya dari Muhammad Faisal Akbar

tirto.id - Edusains
Kontributor: Muhammad Faisal Akbar
Penulis: Muhammad Faisal Akbar
Editor: Yulaika Ramadhani