Menuju konten utama
Cerita Rakyat

Ringkasan Cerita Malin Kundang, Si Anak Durhaka

Berikut ini ringkasan cerita legenda Malin Kundang, si anak durhaka dari Sumatera Barat serta kesimpulan dan moral cerita Malin Kundang.

Ringkasan Cerita Malin Kundang, Si Anak Durhaka
Cerita Malin Kundang yang diilustrasikan dalam prangko tahun 1998. wikimediacommons/domain publik

tirto.id - Cerita Malin Kundang kerap dijadikan sebagai bahan ajar di sekolah tingkat dasar hingga menengah. Studi ilmiah tentang cerita Malin Kundang pun telah banyak dilakukan oleh akademisi di Indonesia.

Malin Kundang merupakan salah satu cerita rakyat yang populer di Indonesia, meskipun ia mulanya berkembang dari tradisi tutur di Sumatra Barat. Sebagai cerita rakyat, kisah ini penuh akan kearifan lokal yang mengandung nilai moral.

Fungsi cerita rakyat umumnya memang tidak hanya untuk dongeng hiburan semata. Ada banyak cerita rakyat di Indonesia yang berfungsi sebagai sarana edukasi turun-temurun, atau bahkan merekam peristiwa sejarah penting yang tidak tercatat di sumber tertulis.

Perlu diketahui, cerita rakyat adalah salah satu karya sastra yang berasal dari masyarakat pada masa lalu dan kemudian berkembang melintasi zaman. Cerita rakyat mencerminkan kultur budaya masyarakat tertentu beserta nilai dan norma yang hidup di dalamnya.

Apakah Cerita Malin Kundang adalah Kisah Nyata?

Cerita Malin Kundang merupakan sebuah cerita rakyat yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Telah sedikit disinggung sebelumnya bahwa cerita rakyat merupakan salah satu karya sastra yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.

Kisah Malin Kundang menceritakan tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya, Mande Rubayah. Akibatnya, anak durhaka bernama Malin Kundang akhirnya dikutuk menjadi batu.

Meskipun cerita ini sangat populer dan melekat dalam budaya Indonesia, tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Malin Kundang adalah kisah nyata. Kisah ini lebih merupakan dongeng atau legenda yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Edward Djamaris dalam buku berjudul Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik (1990) menjelaskan bahwa cerita rakyat memang bisa berlatar waktu kapan saja dan berlatar tempat di mana saja. Namun, penting untuk diingat ceritanya tidak harus dianggap nyata atau suci oleh masyarakat yang melestarikannya.

Meski demikian, keberadaan objek wisata Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat, telah meningkatkan popularitas tempat tersebut sebagai salah satu daya tarik wisata di Padang.

Ringkasan Cerita Malin Kundang

Cerita Malin Kundang bermula dari kehidupan Malin, anak tunggal Datuk Alang Sakti dan Sari Mayang, seorang nelayan di Pantai Air Manis. Ayah Malin meninggal saat ia masih kecil karena diracuni oleh paman Meringgi selama berlayar. Kepergian ayah membuat mereka miskin, dan Malin diasuh oleh ibunya yang berprofesi sebagai penjual lemang dan pengumpul kayu.

Meski hidup sederhana, Malin disayangi oleh ibunya dan tidak pernah dibiarkan bermain di tepi pantai. Ia kemudian dikenal sebagai Malin Kundang, nama yang merujuk pada kebiasaan ibunya yang selalu mengundangnya ke mana pun. Lalu, bagaimana cerita Malin Kundang dimulai?

Konflik cerita Malin Kundang dimulai, saat Malin berusia lima belas tahun ketika dirinya meminta izin untuk merantau. Dengan berat hati ibunya pun melepas kepergiannya dengan memberinya sekantung uang emas dari peninggalan ayahnya.

Tujuh tahun berlalu, ibu Malin menunggu dengan harapan anaknya akan kembali. Kabar datang bahwa Malin telah menikah dengan putri bangsawan Ambun Sori, anak saudagar kaya Karaeng Galesong. Ibu Malin gembira dan berdoa agar Malin segera pulang.

Hingga pada suatu hari, sebuah kapal mewah mendekat. Di anjungan terlihat sepasang orang muda dengan pakaian berkilauan yakni Malin dan Ambun Sori. Saat sudah sampai di bibir pantai, kedua pasangan itu turun dari kapal.

Orang kampung menyambut mereka meriah, termasuk ibu Malin yang sangat berharap kepulangan anaknya. Namun, ketika Malin melihat ibunya yang tua dan compang-camping, ia menolak mengakuinya. Malin bahkan mendorong ibunya hingga terjatuh, menyebabkan ibunya sangat terkejut dan terluka. Malin menolak mengakui hubungan mereka karena malu kepada istrinya.

Ibu Malin, terluka dan terbaring sendirian, berdoa kepada Tuhan agar Malin dijadikan batu. Tak lama setelahnya, datang badai besar yang mengerikan.

Ombak bergulung-gulung, dan pada pagi hari setelah badai mereda, di kaki bukit terlihat kepingan kapal yang telah berubah menjadi batu. Seperti doa ibunya, Malin Kundang menjadi batu sebagai hukuman karena keingkarannya dan perlakuan kasarnya terhadap ibunya yang sudah tua.

Berdasarkan rangkuman cerita Malin Kundang di atas, apa contoh yang bisa diambil dari cerita Malin Kundang?

Kesimpulan dan Moral Cerita Malin Kundang

Kesimpulan dari cerita Malin Kundang melibatkan beberapa pesan moral yang bisa diambil sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Pesan moral yang paling mencolok adalah pentingnya menghormati dan tidak durhaka pada orang tua.

Diceritakan bahwa Malin Kundang, yang durhaka pada ibunya, akhirnya mengalami kutukan menjadi batu sebagai akibat dari perilaku buruknya.

1. Pentingnya sikap ramah tamah

Masih dikutip dari Edukasiana: Jurnal Inovasi Pendidikan Vol. 1, No. 4 (2022), cerita ini juga menekankan pentingnya sikap ramah tamah dan kerja keras. Sikap Malin yang ramah terhadap teman-temannya membuatnya disukai oleh lingkungan sekitar.

2. Usaha yang sungguh-sungguh bisa membawa kesuksesan

Kemudian, sikap kerja kerasnya dalam menjadi nelayan ulung dan kemudian awak kapal dagang menggambarkan bahwa usaha sungguh-sungguh dan semangat belajar dapat membawa kesuksesan.

3. Kesederhanaan lebih berharga daripada kesombongan

Cerita ini juga menyiratkan pesan bahwa kebaikan hati dan kesederhanaan lebih berharga daripada kekayaan dan kesombongan. Meskipun Malin mencapai kesuksesan dan menjadi kaya raya, sikapnya yang sombong dan melupakan kampung halamannya membawa konsekuensi yang tidak menguntungkan.

4. Perlunya menghormati orang tua

Secara umum, cerita Malin Kundang memberikan pengajaran bahwa menjaga hubungan baik dengan orang tua, memiliki sikap ramah tamah, bekerja keras, dan tetap rendah hati dalam kesuksesan adalah nilai-nilai moral yang sangat penting.

Meskipun cerita ini mungkin bersifat fiksi, pesan moralnya memiliki relevansi dan dapat dijadikan pedoman untuk kehidupan nyata.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dhita Koesno