tirto.id - Malin Kundang merupakan judul cerita rakyat atau dongeng yang berasal dari Sumatera Barat. Di antara banyaknya dongeng Nusantara, Malin Kundang juga memiliki nilai makna tersendiri sebagai cerita rakyat.
Secara garis besar, dongeng Malin Kundang mengisahkan seorang anak yang pergi meninggalkan rumahnya untuk maksud mencari uang. Akan tetapi, perantauan yang dilakukan pada akhirnya membuat orang tersebut lupa dengan rumahnya sendiri.
Dengan sedikit kisah di atas, diketahui bahwa orang tersebut bernama Malin Kundang. Cerita ini bahkan dikaitkan dengan kemunculan sebuah patung berbentuk manusia yang terletak di Pantai Air Manis, letaknya di Sumatera Barat.
Dilansir Portal Resmi Provinsi Sumbar, batu tersebut dikatakan memiliki daya tarik tersendiri dan perlu dijadikan sebagai objek wisata profeional. Bahkan, dikatakan juga bahwa pengadaan fasilitas di sekitar wisata juga perlu dilakukan demi menjadikan Pantai Air Manis sebagai “wisata elit”.
Terlepas dari itu, seperti apa kisah Malin Kundang ini dan apa hubungannya dengan batu tersebut?
Sinopsis Cerita Rakyat Malin Kundang
Dahulu kala, hidup seorang pemuda yang bernama Malin Kundang. Rumahnya terletak di sekitar pesisir pantai daerah Sumatera Barat.
Di rumah tersebut, Malin Kundang hidup bersama dengan ibunya, Mande Rubayah. Sedangkan ayahnya, diceritakan sudah meninggal semenjak Malin Kundang kecil.
Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, Malin Kundang bekerja keras. Kendati gajinya kecil, ia tetap melakoni karena hidupnya memang serba kekurangan.
Hidup di tengah kekurangan membuat Malin berpikir keras demi mencukupi kehidupan. Hal ini terjawab ketika suatu hari datang sebuah kapal besar di pantai tempat Malin tinggal dan bekerja.
Saat itu, muncul pikiran di kepala Malin Kundang bahwa kapal tersebut dapat mengubah nasibnya di masa depan. Oleh karena itu, Malin Kundang pada akhirnya meminta izin kepada ibunya untuk ikut kapal tersebut dan berlayar ke tempat baru.
Pada awalnya, Mande Rubayah merasa berat hati mengizinkan anaknya pergi. Namun, tekad Malin dan rasa iba terhadap ibunya menjadikan Mande Rubayah luluh hatinya. Dengan begitu, Mande Rubayah mengizinkan Malin pergi merantau.
Ketika ikut dengan kapal tersebut, Malin bekerja mati-matian demi mencari uang. Hal ini pada akhirnya membuat Malin benar-benar menjadi orang yang sesuai dengan keinginannya, yakni kaya.
Harta yang melimpah membuat Malin berani mempersunting seorang putri raja. Mereka pun pada akhirnya menikah.
Cerita kembali ke kampung halaman, tempat di mana Mande Rubayah mendengar kehebatan anaknya di dunia baru. Setiap hari, Mand Rubayah pergi ke tepi pantai menantikan kepulangan Malin.
Keinginan tersebut terjawab ketika suatu hari kapal besar muncul. Ternyata, pemilik kapal tersebut adalah Malin Kundang. Ia datang ke kampung halamannya bersama dengan istrinya.
Mengetahui hal tersebut, Mande Rubayah menemui Malin Kundang dan segera memeluknya. Akan tetapi, respon yang diberikan Malin justru jauh dari apa yang dibayangkan Mande Rubayah.
Malin saat itu melepas pelukan dan bersikap seperti tidak mengenal ibunya. Bahkan, ketika istrinya mempertanyakan identitas perempuan tua tersebut, Malin bilang tidak mengenalnya.
Lebih dari itu, Malin menyatakan bahwa perempuan tersebut adalah pengemis yang hanya ingin meminta hartanya.
Dengan perasaan kesal, Mande Rubaya berdoa kepada Tuhan agar anaknya segera dihukum. Selang beberapa waktu, kapal Malin Kundang berlayar lagi dan muncul badai besar.
Badai tersebut berhasil menghancurkan kapal Malin Kundang hancur. Kepingan-kepingan kapal yang hancur itu akhirnya menepi ke pinggir pantai. Di situ, ternyata ada juga batu yang menyerupai sosok manusia dan diidentikan dengan sosok Malin Kundang.
Oleh karena itu, maka batu berwujud manusia yang ada di Pantai Air Manis dianggap memiliki keterkaitan dengan cerita rakyat Malin Kundang.
Makna Dongeng Malin Kundang
Berdasarkan kisah yang telah diceritakan di atas, dapat ditemukan bahwa seorang anak perantau telah melupakan kampung halamannya. Lebih dari melupakan kampung halamannya, perantau tersebut juga berpura-pura lupa bahwa ia masih memiliki ibu.
Dengan begitu, dapat ditemukan makna di mana Malin Kundang mengingatkan para perantau untuk tidak lupa dengan kampung tempat ia dibesarkan. Seperti yang ditulis oleh Emhaf (dalam Hamka-Retorika Sang Buya, 2017, hlm. 39), Malin Kundang adalah representasi kegagalan makna perantauan.
Melalui kat lain, perantauan telah berhasil menjadikan Malin lupa rumah, lupa keluarga, dan semua yang dilakukan atas dasar materi. Oleh karena itu, seorang perantau harus memiliki niat dan tujuan yang baik agar perantauannya tidak gagal seperti Malin.
Kemudian, Malin juga dikisahkan sebagai sosok anak durhaka yang melupakan orang tuanya. Melalui kisah yang notabene tidak baik untuk dilakukan, kita diajarkan untuk tidak melakukan hal tersebut. Alasannya, prilaku tersebut buruk dan dapat membawa tulah kepada diri orang yang melakukannya.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani