Menuju konten utama

Orangtua Korbankan Kepentingan Dirinya demi Pendidikan Anak

Dalam menyiapkan biaya studi anak, banyak orangtua melakukan pengorbanan, termasuk bekerja dobel dan lembur.

Orangtua Korbankan Kepentingan Dirinya demi Pendidikan Anak
Pelajar berjalan menuju sekolah di Hongkong. Getty Images/iStock Editorial

tirto.id - Seberapa jauh Anda akan berkorban harta untuk anak? Bagi banyak orangtua, pengorbanan untuk anak adalah pilihan sadar yang yang sudah diambil sejak mereka memutuskan berkembang biak.

Tirto beberapa kali menurunkan laporan tentang biaya membesarkan anak ini, tapi riset terbaru dari HSBC menunjukkan beberapa temuan menarik tentang persepsi orang tua terhadap pendidikan anak. Sebagian besar temuan HSBC menyebut bahwa orangtua rela mengorbankan kepentingan pribadi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya.

Survei bertajuk "The Value of Education" ini menyertakan 8.481 orangtua di 15 negara Australia, Kanada, Cina, Mesir, Perancis, Hongkong, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Singapura, Taiwan, UAE, Inggris, Amerika, dan dirilis pada Juni 2017. Responden adalah orangtua yang memiliki anak sedang dalam masa pendidikan, sampai di jenjang universitas.

Kalkulasi biaya pendidikan dilakukan berdasarkan berbagai aspek seperti biaya sekolah, buku, transportasi, dan akomodasi dari seluruh sekolah anak mereka, mulai sekolah dasar hingga universitas, lalu dibagi lama mereka sekolah. Hasilnya adalah rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh orangtua untuk anak setiap tahun.

Dari kelima belas negara, Indonesia menempati posisi nomor 13. Rata-rata, orang Indonesia mengeluarkan kocek sebesar $18.433 atau kurang-lebih Rp250 juta untuk anaknya setiap tahun. Tertinggi adalah Hongkong yakni $132.161 dan terendah Perancis $16.708.

Biayanya terasa besar untuk ukuran orang Indonesia? Sebagai catatan, survei HSBC ini di tiap negara dilakukan pada lebih dari 500 orangtua dan minimal 150 di antaranya punya anak yang sedang kuliah, tanpa ada keterangan ekstra ihwal demografi responden.

Baca juga: Uang Kuliah di Yogyakarta Semakin Mahal

HSBC menyebut bahwa 87 persen orangtua di seluruh dunia bekerja keras untuk membiayai pendidikan anak mereka, mulai dari pendidikan dasar hingga menengah ke atas. Temuan lain adalah 76 persen orangtua mempertimbangkan pendidikan tinggi tingkat S2 sebagai sesuatu yang penting dan bersedia memenuhinya.

Arnis Silvia, mahasiswa program S3 di University of South Australia, adalah salah satu orangtua yang kami wawancarai, yang menginginkan anaknya bisa menuntut pendidikan hingga S2. Meski ingin anaknya sekolah tinggi, ia berpendapat sekolah yang baik tidak harus mahal. Untuk biayanya, Arnis menyiapkan dana sebesar Rp2 juta per bulan untuk biaya sekolah dasar anaknya nanti.

Baca juga: Biaya Kuliah yang Menguras Kantong Keluarga

Ini yang membuat Sani, seorang pekerja di Jakarta, mengatakan dirinya merasa perlu menyiapkan biaya sekolah anaknya. Meski saat ini anaknya masih berada di tahap playgroup, ia menyadari pendidikan anak bisa sangat mahal. Maka, ia melakukan persiapan sejak dini dengan menyisihkan uang dua sampai tiga juta per bulan.

"Di Al-Azhar masuk playgroup saja lumayan mahal, lalu harus mikir lagi untuk nabung buat masuk TK A dan B, lalu nabung lagi buat masuk SD, dan seterusnya," katanya.

Untuk sekolah anaknya, Sani mempertimbangkan pengalaman pribadinya. Ia membeli rumah di lingkungan yang ia kenal dan dekat dengan sekolah. Ia sendiri besar di Al Azhar, jarak dari rumah ke sekolah hanya satu kilometer, sehingga bisa jalan kaki. Pertimbangan jarak, mutu pendidikan, dan juga pengalaman selama ia mendapatkan pendidikan membuatnya mempertimbangkan lagi sekolah tersebut sebagai pilihan utama untuk anaknya.

Baca juga: Mahalnya Biaya Membesarkan Anak

Infografik orang tua dan sekolah anak

Ia tidak keberatan dengan harga yang relatif mahal, karena sebanding dengan kualitas yang menyertai. Ia juga mengutamakan sekolah-sekolah yang perbandingan jumlah guru dan muridnya tidak terlalu besar. Supaya guru bisa fokus membantu tumbuh kembang anak.

Baca juga: Biaya kuliah kedokteran makin tak terjangkau

Survei HSBC juga menemukan bahwa orangtua kadang ikut ambil bagian dalam jalan pendidikan anak mereka. Untuk perguruan tinggi, 13 persen orang tua berharap anaknya masuk ke jurusan kedokteran, 11 persen ke jurusan bisnis, manajemen, dan keuangan, sedangkan 10 persen jurusan teknik. Ketiganya adalah jurusan paling dibidik oleh orangtua untuk anak mereka.

Menariknya, 9 dari 10 orangtua Indonesia, Cina, dan Meksiko yang disurvei HSBC menganggap penting pendidikan tingkat S2 untuk karir anak mereka. Banyak orangtua juga bersedia membiayai sekolah anaknya di luar negeri. Untuk responden Indonesia, jumlahnya mencapai 60 persen.

Baca juga: Biaya Kuliah S1 2017/2018

Persepsi pendidikan orangtua di Asia jauh lebih optimis daripada mereka yang ada di Eropa. Di India, 87 persen orang tua optimis anaknya akan sukses. Di Cina, 84 persen orang tua yang disurvei meyakini bahwa pendidikan yang tinggi dan baik akan membuat anak mereka sukses. Sementara itu, di Perancis hanya 42 persen orangtua yang optimis anaknya akan sukses di sekolah dan hanya 36 persen dari mereka yang percaya bahwa anak mereka akan sukses menemukan pekerjaan yang diinginkan.

Soal kesuksesan, Sani menekankan pendidikan tinggi dan sekolah bonafid bukanlah satu-satunya kunci. Ia menekankan pentingnya pengembangan karakter dan juga kemauan berteman. "Pertemanan itu bukan hanya dengan peer group yang seumuran, tetapi juga dengan mentor yang lebih senior, dari situ [jalan] karier terbangun.” katanya.

Baca juga:Universitas Brawijaya: Banyak Peminat, Uang Kuliah Mahal

Hampir tiga-per-empat orang tua (74 persen) yang disurvei HSBC menggunakan penghasilan sehari-hari mereka untuk membantu mendanai pendidikan anak mereka, sementara 22 persennya mengakui bahwa mereka tidak menghitung berapa banyak kontribusi setiap tahunnya.

Dalam menabung atau menyiapkan biaya studi di masa depan, banyak orangtua melakukan pengorbanan finansial, termasuk mengurangi pengeluaran mereka untuk aktivitas santai (40 persen), bekerja lebih lama (lembur) (21 persen), mengurangi porsi tabungan dan investasi jangka panjang mereka (20 persen) dan mengambil pekerjaan kedua (18 persen) untuk membantu mendanai pendidikan anak mereka.

Harap diingat, meski ada rupa-rupa subsidi untuk pendidikan (khususnya sekolah negeri) di Indonesia, banyak orangtua di Indonesia mengikutsertakan anaknya dalam pendidikan di luar sekolah, misalnya les privat. Sebanyak 91 persen orangtua Indonesia pernah menyertakan anaknya dalam program les privat. Orangtua negeri kita hanya kalah oleh Cina, yang 93 persen orangtuanya berani menyediakan biaya untuk les privat anak.

Jika ada faktor pembiayaan ekstra seperti les privat—di luar komponen biaya tinggi lain seperti sekolah swasta dan pilihan sekolah di luar negeri—tak heran 82 persen orangtua dari keseluruhan responden mengaku siap melakukan pengorbanan pribadi demi pendidikan anak.

Ada yang berhenti melakukan hobi, ada yang mengurangi rekreasi secara drastis, ada yang mengubah gaya bekerjanya, bahkan ada pula yang sampai membangun lingkaran pergaulan baru.

Apakah Anda termasuk yang bersedia lembur atau mempunyai pekerjaan dobel demi sekolah dan les anak?

Baca juga artikel terkait ANAK-ANAK atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani