Menuju konten utama

Universitas Brawijaya: Banyak Peminat, Uang Kuliah Mahal

Meski biaya hidup relatif murah dibandingkan kota-kota lain yang jadi incaran mahasiswa baru se-Indonesia di Jawa, kuliah di kampus Brawijaya—sebagaimana di kampus negeri lain—tetap relatif mahal.

Universitas Brawijaya: Banyak Peminat, Uang Kuliah Mahal
Masa Orientasi Siswa (MOS) Mahasiswa Universitas Brawijaya. FOTO/unibraw.ac.id

tirto.id - Jalur masuk di perguruan tinggi negeri tahap pertama lewat SNMPTN telah rampung. Pada 26 April 2017 lalu, para siswa sudah bisa mengetahui apakah mereka lolos atau gagal seleksi untuk jurusan dan kampus yang mereka pilih.

Dilansir dari laman resmi Ristekdikti, sebanyak 101.906 siswa dinyatakan lulus seleksi di 78 perguruan tinggi negeri se-Indonesia, dari total pendaftar 517.166 siswa. Dikti juga merilis bahwa Universitas Padjajaran, Bandung, menduduki peringkat pertama untuk jumlah pendaftar, yakni 39.388 siswa.

Sementara Universitas Brawijaya, Malang, menduduki peringkat kedua, sebanyak 33.950 pendaftar. Perguruan tinggi negeri ternama lain, Universitas Gadjah Mada, misalnya, di urutan ke-lima dengan 31.814 pendaftar.

Dari puluhan ribu pendaftar di Universitas Brawijaya, pihak kampus hanya mematok kuota 3.083 mahasiswa baru, terbanyak kedua setelah Universitas Halu Uleo, Kendari, sebanyak 3.174 mahasiswa baru.

Komposisi penerimaan mahasiswa baru di Universitas Brawijaya tahun ini, pihak kampus mengalokasikan masing-masing SNMPTN 30 persen, SBMPTN 40 persen, dan 30 persen untuk jalur mandiri. (Aturan dari pemerintah pusat dan panitia: SNMPTN minimal 30 persen, SBMPTN 30 persen, dan jalur mandiri maksimal 30 persen)

“Kita paling banyak ke SBMPTN karena memang proporsi antara ujian SNMPTN reguler dan SBMPTN harus lebih tinggi dibandingkan jumlah dari mandiri,” kata Pranatalia Pratami, humas Universitas Brawijaya, kepada Tirto, akhir April lalu.

Pranatalia mengatakan, biasanya ada sekitar 10 persen dari jumlah yang lolos seleksi yang tidak mendaftar ulang.

Tahun ini Universitas Brawijaya juga tidak menggelar ujian tulis di jalur mandiri sesuai kebijakan Kemenristek. Sehingga yang dapat mendaftar untuk jalur seleksi mandiri adalah mereka yang sebelumnya mengikuti tes SBMPTN. Mereka cukup membayar biaya pendaftaran. Nilai SBMPTN kemudian diranking kembali berdasarkan data yang dimiliki oleh panitia pusat.

Pihak Universitas Brawijaya mengaku hanya menyelenggarakan ujian tulis untuk alokasi Universitas Brawijaya Kampus Kediri yang sedianya akan resmi dilakukan serah terima gedung baru pada bulan depan. “Kuota lebih kurang 500. Dan ujiannya harus di Kediri, bukan disini,” kata Pranatalia.

Pendaftaran SBMPTN sendiri sudah ditutup pada 9 Mei dan digelar pada 16 Mei lalu. Jumlah kuota untuk mahasiswa baru pada tahun ini sekitar 128.000 kursi di 85 PTN.

Baca ulasan Tirto mengenai sejarah termasuk nama yang kerap bergonti-ganti untuk seleksi masuk universitas yang digelar serempak di Indonesia

Peringkat Universitas Brawijaya

Dalam laporan pemeringkatan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, pada 2016 yang dirilis oleh Menristekdikti, Universitas Brawijaya berada di peringkat kelima dengan skor 3.24. Posisi pertama ditempati oleh ITB (3,78), kedua UGM (3,72), ketiga UI (3,69), dan keempat IPB (3,54).

Indikator yang dipakai untuk pemeringkatan ini seperti kualitas dosen (12%), dengan menghitung jumlah dosen berpendidikan doktor, lektor kepala dan guru besar, serta kecukupan dosen tetap (18%). Kemudian akreditasi (30%), baik institusi maupun jumlah program studi terakreditasi A ataupun B.

Berikutnya adalah kualitas atau prestasi kegiatan mahasiswa (10%), dan kualitas kegiatan penelitian (30%) dengan menghitung capaian kinerja penelitian sesuai kriteria yang ditentukan, serta jumlah dokumen yang terindeks Scopus.

Nama terakhir merujuk sebuah pusat data terbesar di dunia, mencakup puluhan juta literatur ilmiah, yang dimiliki oleh Elsevier, salah satu penerbit utama dunia.

Tentang monopoli gurita penerbit akademik, sila baca peran situs Sci-Hub yang menggratiskan akses pengetahuan demi menggoyang rezim hak cipta

Lembaga pemeringkat perguruan tinggi dunia Quacquarelli Symonds pada 2016 merilis hasil survei peringkat universitas di Asia, bertajuk QS University Ranking: Asia 2016. Menurut laporan itu, Universitas Brawijaya menempati peringkat 10 dari 11 universitas terbaik di Indonesia.

Peringkat pertama, kedua, dan ketiga diduduki oleh UI (Depok), Institut Teknologi Bandung, dan UGM (Yogyakarta). Nama-nama lain termasuk Institut Teknologi Sepuluh Nopember (Surabaya), Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Universitas Bina Nusantara (Jakarta).

Ada 9 indikator yang ditetapkan Quacquarelli Symonds untuk menyusun peringkat 350 universitas di Asia tahun 2016. Di antaranya reputasi akademis, reputasi karyawan, rasio fakultas/ mahasiswa, penghargaan hasil riset, dan jumlah riset ilmiah per fakultas.

Infografik HL Hari Pendidikan

Biaya Kuliah di Brawijaya

Sejak menggunakan sistem UKT alias uang kuliah tunggal pada 2013, biaya terendah hingga termahal untuk jalur SNMPTN dan SBMPTN di seluruh jurusan dan program studi di Universitas Brawijaya antara Rp500 ribu dan Rp23,5 juta.

Nino Paulus Sitepu, mahasiswa asal Pematangsiantar, yang masuk di jurusan ilmu politik pada 2012 melalui jalur SBMPTN dikenakan biaya Rp1 juta/semester. Menurutnya, biaya ini cukup murah bagi ukuran orangtuanya dengan mendapatkan fasilitas cukup.

Ia membandingkan uang kuliah rekan-rekannya di fakultas dan jurusan lain yang lebih mahal. “Teman saya di Fakultas Ilmu Administrasi (ada yang Rp6 juta sampai Rp7 juta,” katanya.

Sementara Azzumar Adhitia, mahasiswa angkatan 2013 jurusan ilmu komunikasi, mengatakan biaya kuliahnya mahal, tidak sebanding dari apa yang ia dapatkan. Ia lolos lewat jalur SNMPTN, dan dikenakan biaya Rp7,8 juta per semester. Pada semester ke-4, ia akhirnya mengajukan permohonan penurunan biaya kuliah ke pihak kampus.

Uang kuliahnya per semester akhirnya bisa turun, sebesar Rp4,7 juta berdasarkan persetujuan wakil dekan II fakultas. “Saya pernah dapat beasiswa di universitas swasta di Jakarta itu cuma Rp7 juta doang satu semester. Lha, ini kampus negeri lebih mahal dari universitas swasta?"

Meski uang kuliahnya turun, tetapi masih dianggap mahal baginya. Ada beberapa fasilitas kampus yang harusnya segera dibenahi, Adit mengeluh.

"Mungkin wi-fi bisa lebih kenceng lagi. Kebersihan gedung bisa lebih bersih lagi. Fasilitas kelas, seperti meja, banyak yang rusak. AC-nya mungkin bisa lebih dingin lagi. Fasilitas buku-buku di perpustakaan yang paling penting,” katanya.

Langkah menurunkan uang kuliah juga dilakukan oleh Vina Anggraini, mahasiswi ilmu komunikasi angkatan 2013 yang lolos lewat jalur SNMPTN. Ia harus membayar UKT Rp6,2 juta per semester. Lama-lama biaya segitu dirasa berat dan membebani orangtuanya pada semester ke-3 dan ke-4

Ketika ayahnya jatuh sakit, Vina mengajukan penurunan biaya UKT menjadi Rp4,7 juta. Semester berikutnya ia kembali mengajukan penurunan sebesar Rp3,9 juta lantaran ayahnya pensiun dini. Meski begitu, uang kuliah terakhir itu masih tergolong mahal bagi Vina.

Vina berharap UKT yang harus ia bayar bisa turun antara Rp2 juta/ semester.

“Tapi enggak ada pilihan Rp2 juta, soalnya pilihannya terendah Rp500 ribu, Rp1 juta, dan langsung Rp3,9," katanya. "Waktu ngajuin turun ke Rp1 juta, nggak dibolehin. Soalnya itu buat orangtua yang kerjanya enggak tetap, jadi enggak bisa langsung turun segitu.”

Kini Vina, yang pernah mengisi waktu studinya dengan bekerja di sebuah warung makan demi meringankan pengeluaran bulanan orangtuanya, menargetkan wisuda di semester depan.

___________

Foto laporan ini diambil dari situsweb Universitas Brawijaya

Baca juga artikel terkait KULIAH atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Fahri Salam