tirto.id - Siang hari pada awal Mei lalu, ruangan di Lembaga Bengkel Mahasiswa Mesin bergeliat. Terdengar bising dari deru alat mesin. Beberapa anak muda sibuk membenahi sebuah mobil yang telah didesain secara khusus.
Di ruangan itu ada Wahyu Cahyo Utomo dan Wahyu Subagyo, keduanya mahasiswa teknik mesin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yang tengah mengutak-atik mesin dan komponen rem yang terpasang di rangka kendaraan beroda empat. Mereka melakukan persiapan sebaik mungkin karena keesokan harinya, prototipe itu harus diberangkatkan terlebih dulu ke London. Mobil minimalis dari bahan rangka alumunium, bodi karbon fiber dan berawak satu ini akan mengikuti ajang Shell Eco-Marathon Drivers World Championship 2017.
Tentu bukan kali ini saja kendaraan rakitan karya mahasiswa ITS berjuluk Sapuangin XI EVO 1 ini mengikuti ajang kompetisi dunia. Dalam perjalanannya, Sapuangin rutin meraih prestasi selama ikut serta di pelbagai ajang kompetisi. Sapuangin pernah menjadi juara I dalam ajang EcoShell Marathon Challenge Asia 2016 di Filipina dan juara pertama di kelas urban concept kategori diesel pada 2015.
Awal ceritanya dari sebuah iktikad pada 2010. Menurut Annas Fauzi, manajer utama tim Sapuangin, sekumpulan mahasiswa membuat mobil berkonsep hemat energi guna mengikuti kompetisi pertama Shell Eco-Marathon Asia 2010.
Para mahasiswa, mayoritas dari teknik mesin, menginginkan impian lebih gede dari sekadar materi kuliah di kelas maupun praktik terbatas dalam organisasi.
“Memiliki visi yang sama, kita cari info ada perlombaan itu, kita mengeluh ke dosen, dan dosen pun mengiyakan. Dikebut, berangkat,” kata Fauzi di aula bengkel teknik mesin ITS kepada Tirto.
Hingga tahun ketujuh, tim Sapuangin terus melakukan pembenahan di sana-sini. Bentuk perbaikan dan pengembangan terutama pada koordinasi manajerial, penjadwalan, dan mengadaptasikan antara teori dan praktik di kelas.
Tim Sapuangin juga terus meningkatkan performa mobil. Alasannya, ujar Fauzi, “Karena kompetitor kita semakin baik. Di kancah lokal, kompetitor kita dari UI untuk kelas bahan bakar gasolin."
"Sedangkan kelas diesel, alhamdulillah, masih jauh di bawah kita, kita nomor satu,” kata mahasiswa teknik mesin semester 8 asal Malang ini.
Di ranah kompetisi, semula hanya kategori mobil irit bahan bakar, kini tim Sapuangin merambah ke ajang kategori mobil tercepat, yang mulai diikuti mereka pada 2013. Saban tahun mereka rutin mengikuti tiga sampai empat kompetisi.
Pihak kampus mendukung penuh, termasuk mengucurkan dana dan menyisihkan alokasi khusus setiap tahun untuk tim Sapuangin. Dosen memberi saran dan konsultasi. Pihak jurusan menyediakan segala fasilitas bengkel.
Sampai bulan ini sepanjang 2017, tim Sapuangin sudah menjalani dua kompetisi, yaitu kategori hemat energi di Yogya, dan kedua adalah Shell Eco-Marathon di Singapura. Mereka tengah menyiapkan ajang Drivers' World Champion di London, lanjut ke Jepang mengikuti Student Formula yang menekankan pada faktor kecepatan. Praktis, untuk memenuhi segala kebutuhan kategori lomba ini, ada 3 unit mobil yang dimiliki tim Sapuangin.
Keseriusan ITS Membangun Robotika
ITS pun serius mengembangkan dunia robotika, salah satunya lewat pendirian Gedung Robotika. Pada Selasa malam, 9 Mei lalu, tim robotika ITS tengah asyik menekuri aktivitas.
Saat itu saya bertemu M. Ainun Fahd, sekjen tim robotika ITS, yang mengisahkan pembentukan tim ini dan, gilirannya, menikmati hasilnya lewat kemenangan di sejumlah kompetisi, baik di ajang nasional maupun internasional.
Tim ini bermula dari jurusan teknik elektro. Mereka mulai mengikuti Kontes Robot Indonesia pada 2001. Muhtadin, dosen Teknik Elektro, mengawali membuat robot untuk perlombaan tersebut. Setelahnya, kegiatan robotika bergulir sepanjang tahun, yang masih berpusat di jurusan teknik elektro. Barulah, pada 2009, mereka mulai pindah markas, dan dua tahun kemudian memiliki markas baru bernama Gedung Robotika tersebut.
Kontes Robot Indonesia memiliki aneka kategori, misalnya kontes robot pemadam api, sepakbola, seni tari, dan sebagainya. Di skala internasional, tim Robotika ITS mengikuti bermacam kontes seperti FIRA RoboWorld Cup, Singapore Robotic Games, dan MATE International ROV.
Dalam setahun, kata Fahd, “kita bisa sampai 20 atau lebih (mengikuti). Kalau Kementerian Risetdikti yang mengadakan, kami pasti ikut. Tapi kalau cuma perguruan tinggi, kita kurang antusias,” tambahnya, percaya diri.
Kontes KRI 2017 baru saja dilaksanakan di Universitas Brawijaya. Mereka menyapu juara di semua kategori termasuk kategori humanoid, seni tari, pemadam api, sekaligus memenangi desain terbaik.
Meski tim didominasi oleh mahasiswa teknik elektro, ada juga mahasiswa dari jurusan lain yang terlibat seperti dari mesin, teknik mesin, teknik fisika, dan biologi.
Menurut Fahd, para mahasiswa baru di ITS sudah dikenalkan dengan kegiatan robotika, yang akan mempelajari dasar-dasar robotika. Maksimal perekrutan tertua adalah mahasiswa yang duduk di semester ketiga.
Jumlah anggota tim secara keseluruhan ada puluhan, sebelum akhirnya dipecah menurut kategori jenis keahlian robot.
“Kalau satu tim, tiap kategori ada 6, 4, 7, ada juga 11 orang. Kalau keseluruhan, anggota tim ada sekitar 60 sampai 70 orang, bahkan lebih. Tentu cowok yang mendominasi, tetapi tetap ada cewek yang rata-rata di bagian official dan manajerial,” ujar Fahd.
Bagaimana soal kucuran dana kegiatan dari kampus?
Kampus menganggarkan dana sekitar Rp600 juta per tahun, kata Fahd. Mereka mencatat pembukuan dengan rapi. Misalnya, saat mereka pengin beli suatu komponen, mereka bilang ke dosen, dan biasanya langsung disetujui. Nota pembelian itu dicatat. Nantinya, setiap tahun, mereka akan bikin laporan pertanggungjawaban.
Selain mesin dan teknik elektro, jurusan unggulan lain adalah teknik informatika. Menurut Darlis Herumurti, ketua jurusan, para dosen mendorong anak didiknya mengikuti pelbagai kompetisi TI, dan akan memberi imbalan nilai A sempurna. Terutama kompetisi bertajuk Gemastik (Pagelaran Mahasiswa Nasional TIK) yang digelar setiap tahun.
Pada gelaran Gemastik ke-9 tahun lalu, misalnya, perwakilan ITS jadi juara 2 dengan menggondol lima medali, hanya terpaut satu peringkat dari Universitas Indonesia sebagai tuan rumah dan juara umum.
Laboratorium teknik informatika ITS memiliki perangkat Virtual Reality dan pengembangan menuju Internet of Think, istilah untuk memungkinkan semua perangkat terkoneksi internet, misalnya mengatur lampu cahaya dan mesin pendingin udara.
Mereka juga menjalin mitra dengan perusahaan rintisan seperti Bukalapak dan Blibli, salah dua pemain lapak daring terbesar di Indonesia, yang bertandang ke ITS setiap tahun untuk memperkenalkan kebutuhan perusahaan sekaligus memberi tawaran kepada mahasiswa, untuk bekerja magang maupun mengejar karier profesional.
Mengembangkan Kapal Bertenaga Surya
Pada 22 April lau, mahasiswa-mahasiswa jurusan Teknik Sistem Perkapalan, lewat Marine Solar Boat Team, meluncurkan Jalapatih 3, kapal generasi ketiga tenaga surya, di sungai Kalimas, Surabaya. Kapal ini akan ikut di ajang Monaco Solar Boat Chalalenge di Monte Carlo pada 13-15 Juli mendatang.
Tim Marine, yang saat ini berjumlah 16 orang, semula terbentuk dari inisiatif mahasiswa pada 2011. Impian mereka besar: mereka ingin bikin suatu kapal yang kelak bisa dipakai oleh masyarakat umum untuk menghubungkan pulau-pulau kecil, atau bisa dipakai oleh nelayan, sektor yang masih sangat minim di Indonesia.
Sektor maritim selama ini dianaktirikan, tetapi pemerintahan Jokowi agaknya mulai menggarapnya secara serius. Kapal bertenaga surya di Indonesia pun masih minim, padahal bisa sangat mungkin dikembangkan berkat keuntungan sebagai negeri tropis.
Gagasan menuju impian muluk para mahasiswa ini didiskusikan. Pada Pekan Kreativitas Mahasiswa tentang tenaga surya, ide itu mulai ada tampak, ada ada dosen yang mendukung mereka. "Maka Terbentuklah Jalapatih 1,” kata Fadilah Kurnia, humas tim kepada Tirto.
Tim ini juga mengakomodir mahasiswa dari jurusan lain termasuk dari teknik fisika dan teknik mesin.
Mereka punya manajemen yang mengatur keuangan dari pihak kampus dan sponsor. Mereka juga punya kantor dan bengkel sendiri.
Meski begitu, penelitian tenaga surya di Indonesia masih minim, bahkan di tingkat Asia sekalipun. "Kompetisinya masih belum bergairah," ujar Fadilah, mengklaim bahwa sejauh ini ITS adalah tim pertama dari mahasiswa yang meriset soal kapal tenaga surya sejak 2011. Langkah ini kelak diikuti oleh Universitas Gadjah Mada (Yogya), Universitas Diponegoro (Semarang), UI, dan Universitas Sumatera Utara.
Mengembangkan pelbagai inovasi lewat sumber energi terbarukan adalah langkah yang semakin relevan di tengah krisis energi dan perubahan iklim. Negara-negara maju mengembangkannya. Tak heran, jika ajang dua tahunan bernama Dutch Solar Challenge menjadi kontes paling bergengsi dari pengembangan kapal bertenaga surya.
Pada 2016, saat menggunakan Jalapatih 2, tim ITS lolos mewakili Asia, bersama tim dari UI dan Tiongkok. Tim marine ITS mengenalkan prototipe kapal dengan empat panel sel solar, yang mampu menghasilkan energi hingga 1.000 watt buat menggerakkan baling-baling, dengan berat lebih ringan karena berbahan serat karbon.
Masih dengan cita-cita yang sama, sampai sekarang, para anggota tim berharap bahwa keahlian mereka bisa dinikmati masyarakat luas, dan bersedia mengajak kerjasama dengan individu atau kelompok yang mau mendanai pembuatan kapal lebih besar dan berdaya angkut massal.
“Kita bisa membangun kapal-kapal yang benar-benar bisa diterapkan di masyarakat," ujar Fadilah, optimis. "Kita bisa bikin yang lebih efisien untuk menampung orang.”
Penulis: Tony Firman
Editor: Fahri Salam