Menuju konten utama

Ringkasan Cerita Putri Tujuh, Asal Mula Nama Kota Dumai

Ada banyak pesan moral dari cerita Putri Tujuh. Berikut ringkasan cerita Putri Tujuh, kisah yang diyakini berkaitan dengan asal mula Kota Dumai.

Ringkasan Cerita Putri Tujuh, Asal Mula Nama Kota Dumai
Cerita putri tujuh Dumai

tirto.id - Ringkasan cerita Putri Tujuh berikut ini mencakup gambaran umum kisahnya dan amanat atau pesan moral di dalamnya. Cerita Putri Tujuh merupakan salah satu tradisi lisan yang populer di Kota Dumai, Riau.

Meski disebut sebagai cerita rakyat atau legenda, cerita Putri Tujuh sering kali dikaitkan dengan asal mula Kota Dumai, yang kini masuk dalam wilayah Provinsi Riau. Masyarakat setempat bahkan mengasumsikan cerita ini sebagai peristiwa yang bersejarah, alih-alih sebuah legenda.

Sebagai cerita rakyat, dongeng Putri Tujuh dituturkan secara turun-temurun secara lisan dari generasi ke generasi. Fenomena ini selaras dengan penjelasan dari James Danandjaja dalam Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain (1997), bahwa banyak unsur kebudayaan kolektif terjaga karena diwariskan secara turun-temurun.

Pewarisan budaya itu mulanya dilakukan secara tradisional melalui tradisi lisan, atau ada pula yang memakai simbol tertentu sebagai alat bantu pengingat. Pelestarian cerita Putri Tujuh tidak hanya melalui tradisi lisan, tetapi juga didukung simbol penjaga ingatan.

Laporan riset berjudul “Tari Putri Tujuh Karya Elya Zusra sebagai Transformasi Legenda Kota Dumai” dalam Jurnal Bercadik (2013) terbitan ISI Padang Panjang menyimpulkan hal itu. DongengPutri Tujuh melekat di ingatan kolektif masyarakat Dumai karena kisah ini didukung oleh keberadaan makam Putri Tujuh dan sejumlah situs lainnya.

Ringkasan Cerita Putri Tujuh

Kisah dalam cerita Putri Tujuh berlatar suatu masa ketika Kerajaan Seri Bunga Tanjung dipimpin oleh Ratu Cik Sima. Ratu tersebut memiliki tujuh putri yang cantik.

Salah satu dari mereka memiliki kecantikan paling memukau, yakni putri bungsu Ratu Cik Sima. Namanya Mayang Sari.

Dikisahkan, suatu hari ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai. Saat terlalu asyik mandi, mereka tak menyadari bahwa ada Pangeran Empang Kuala dan pasukannya sedang mengamati.

Mulai dari situ, Pangeran Empang Kuala jatuh cinta pada Putri Mayang Sari dan berencana meminangnya. Sayangnya, pinangan tadi ditolak keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Penolakan yang mengejutkan itu membuat sang pangeran marah.

Pangeran kemudian memerintahkan pasukan Empang Kuala menyerang kerajaan Ratu Cik Sima. Mengetahui Kerajaan Seri Bunga Tanjung bakal dilanda perang, Ratu Cik Sima pun segera menyembunyikan tujuh putrinya di sebuah tempat dalam hutan.

Pertempuran antara kedua kerajaan berlangsung sangat sengit selama empat bulan yang menyebabkan kehancuran Negeri Seri Bunga Tanjung. Ratu Cik Sima akhirnya meminta bantuan kepada jin yang sedang bertapa di bukit Hulu Sungai Umai. Dengan bantuan jin, pasukan Empang Kuala mengalami malapetaka saat beristirahat di hilir Umai.

Setelah pasukannya mengalami petaka, sang pangeran sadar bahwa peperangan ini telah dimulai oleh dirinya sendiri. Dia akhirnya memerintahkan pasukannya kembali pulang ke Negeri Empang Kuala.

Setelah perang usai, Ratu Cik Sima bergegas kembali ke tempat persembunyian ketujuh putrinya. Namun, malang tak bisa dihindari, tujuh putrinya tadi telah meninggal karena kelaparan dan kehausan.

Kenyataan itu membuat Ratu Cik Sima dirundung kesedihan tak berkesudahan. Sang ratu akhirnya jatuh sakit hingga meninggal dunia.

Hingga kini, legenda Putri Tujuh tetap dikenang di Kota Dumai, dengan beberapa tempat mengabadikan memori akan peristiwa dalam cerita tersebut. Ada juga lirik "Tujuh Putri" yang dijadikan sebagai nyanyian tradisional dalam budaya masyarakat Dumai.

Cerita ini pun diyakini menjadi asal mula terbentuknya nama 'Dumai'. Istilah 'Dumai' oleh masyarakat lokal setempat diyakini berasal dari kata "d‘umai" yang diucapkan Pangeran Empang Kuala ketika melihat kecantikan Putri Mayang Sari.

Pesan Moral Cerita Putri Tujuh

Sebagaimana banyak cerita rakyat lainnya, kisah Putri Tujuh juga mengandung beberapa pesan moral. Cerita Putri Tujuh memberikan pelajaran tentang kebijaksanaan, keberanian untuk memaafkan, kekuatan cinta dan perdamaian, serta peringatan akan bahaya sifat-sifat negatif seperti kesombongan dan keegoisan.

Berikut penjelasan singkat tentang sejumlah amanat atau pesan moral dalam cerita Putri Tujuh:

1. Pentingnya sikap bijaksana

Cerita ini mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan, terutama ketika perasaan sedang dipenuhi oleh amarah. Keputusan yang diambil tergesa-gesa saat sedang marah dapat mengakibatkan berbagai konsekuensi buruk

2. Pentingnya memaafkan

Pesan moral ini menekankan pentingnya memaafkan dan mencari jalan damai dalam mengatasi konflik. Hal ini tercermin dalam konflik antara Kerajaan Seri Bunga Tanjung dan Pangeran Empang Kuala yang berakhir dengan malapetaka. Sikap saling memaafkan dapat menghindari peperangan yang mengakibatkan risiko besar

3. Bahaya Kesombongan dan keegoisan

Cerita Putri Tujuh memuat pesan moral bahwa kesombongan dan keegoisan hanya akan mengakibatkan mudarat, bahkan kehancuran. Pangeran Empang Kuala yang terpancing oleh amarah dengan sombong mengobarkan perang hanya karena masalah cinta ditolak. Akibat kesombongannya itu, konsekuensi buruk dialami oleh banyak pihak, termasuk si putri pujaaannya dan pasukannya sendiri

4. Pentingnya Saling menghormati

Pentingnya saling menghormati untuk mencegah konflik ditekankan dalam cerita ini. Jika Pangeran Empang Kuala dapat menghormati keputusan yang menolak lamarannya, serta pihak Kerajaan Seri Bunga Tanjung menyampaikan penolakan dengan halus, peperangan tentu bisa dhindari. Seandainya tidak terjadi perang, tujuh putri Ratu Cik Sima tak akan mati kelaparan dan banyak kematian pasukan kedua kerajaan bisa dihindari.

Baca juga artikel terkait CERITA RAKYAT atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Addi M Idhom