Menuju konten utama

Dongeng Bermanfaat, namun Bagaimana dengan Cerita yang Sama?

Mendengarkan cerita yang sama, membuat mereka dapat memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya, dan menciptakan perasaan aman dan terstruktur.

Dongeng Bermanfaat, namun Bagaimana dengan Cerita yang Sama?
Ilustrasi Membacakan Buku. foto/IStockphoto

tirto.id - Saat ini membaca dongeng atau cerita untuk anak bisa jadi bukan hal yang populer dan semakin jarang dilakukan lagi. Pesatnya perkembangan teknologi informasi, seakan membuat aktivitas tersebut makin tersingkir, tergantikan dengan berbagai pilihan informasi atau hiburan berbau digital yang lebih menarik dan instan.

Padahal aktivitas yang sepertinya sederhana tersebut memiliki banyak manfaat terutama untuk perkembangan anak. Ahli dari National Center on Early Childhood Development, Teaching and Learning menjelaskan bahwa membacakan dongeng untuk anak-anak memperluas jumlah dan variasi kata yang mereka gunakan.

Ini didukung dengan sebuah studi yang menemukan bahwa orang tua yang membacakan anak dongeng sejak lahir hingga usia 5 tahun, terpapar 1,4 juta kata lebih banyak daripada anak-anak yang tidak mengalami aktivitas serupa. Paparan ini berdampak langsung pada ketrampilan bahasa anak di masa depan.

Namun bukan hanya kekayaan kosakata saja yang akhirnya bisa diperoleh si kecil. Pendidik kesejahteraan keluarga dwibahasa di Cornell Cooperative Extension, Dinah Castro mengungkapkan saat anak mendengarkan dongeng mereka juga mengembangkan keterampilan konsentrasi dan disiplin diri.

"Anak yang mendengarkan cenderung duduk diam, mengembangkan rentang perhatian lebih lama, dan bahkan melatih ketrampilan retensi memori mereka yang sedang berkembang," katanya.

Termasuk juga soal bagaimana kreativitas anak yang terbangun melalui aktivitas membaca dongeng ini. Cerita bisa membuka dunia baru bagi anak-anak, misalnya saja cerita mengenai dinosaurus, serangga, atau pesawat terbang, atau negeri dongeng yang penuh dengan kue dan buah. Semuanya itu akan memunculkan imajinasi dan kreativitas untuk mengembangkan minat dan ide.

Bersamaan dengan itu pula, membacakan dongeng untuk anak dapat membantu mereka dalam hal pelajaran hidup dan perkembanggan sosial dan emosional.

"Membacakan cerita tentang situasi yang berpotensi emosional seperti memulai sekolah baru dapat menunjukkan kepada anak bahwa perasaan mereka normal dan membantu supaya tidak merasa sendirian saat berurusan dengan sesuatu yang baru dan tidak nyaman," jelas Castro.

Infografik Dongeng

Infografik Dongeng. tirto.id/Fuad

Berkaca dari berbagai benefit tersebut, lantas kapan sebaiknya waktu yang tepat mendongeng untuk anak? Lucia Peppy Novianti, S.Psi., M.Psi., Psikolog menyebut aktivitas membacakan dongeng untuk anak bisa dimulai sejak usia dini, bahkan ketika mereka masih bayi.

American Acedemy of Pediatrics pun juga menyarankan hal yang sama. Meski mereka tidak dapat memegang buku atau tidak mengetahui huruf abjad, tidak pernah terlalu dini untuk memulai aktvitas tersebut.

"Meski bayi yang baru lahir tidak akan memhami apa yang Anda baca, mereka dapat mengenali nada dan ritme. Suara orang tua juga akan menenangkan mereka," papar Danielle Roberts, MD, seorang dokter anak di Muskingum Valley Health Center, Ohio.

Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal, membacakan dongeng juga perlu dilakukan secara konsisten. Heather Turner, M.Ed., tutor membaca yang memiliki sertifikasi ilmu membaca menyarankan untuk menyisihkan waktu setiap hari seperti sebelum tidur, setelah mandi atau waktu tenang lainnya untuk membacakan dongeng.

"Jika Anda membacakan dongeng untuk bayi, lakukan saja dalam waktu yang singat sekitar 5-10 menit selama mereka tertarik," kata Turner.

Dengan rutinitas yang sudah terbentuk ini maka akan makin mudah juga bagi orang tua untuk memasukkan nilai-nilai yang ingin mereka ajarkan, terrmasuk saat ada pengalaman anak yang ingin dibahas atau perilaku anak yang ingin dikoreksi.

"Pembiasaan aktivitas mendongeng secara rutin setiap hari juga bisa membantu pula memberikan kedekatan dan keselarasan berkomunikasi antara orang tua dan anak," ungkap Peppy.

Cerita yang Sama, Bermanfaat Sama?

Tekait pilihan dongeng yang sesuai untuk anak, Peppy menyebut tidak ada kriteria atau topik dongeng tertentu yang bisa diceritakan kepada anak. Justru yang harus dipahami adalah orang tua harus bisa melihat bahwa proses bercerita dan mendongeng pada anak merupakan metode berkomunikasi dan mengajarkan sesuatu, baik pengetahuan dan keterampilan. Sehingga saat orang tua, misalnya saja ingin mengajarkan anak mengenai nilai toleransi maka bisa memilih dongeng dengan tokoh-tokoh yang dapat menggambarkan toleransi tersebut.

Pilihan dongeng hanya dilakukan terkait mengenai konteks pilihan bahasa ataupun alur ceritanya yang sesuai dengan usia anak. Semakin dini usia anak maka disarankan konteks dan alurnya dibuat lebih sederhana dan menggunakan ilustrasi yang dekat dengan keseharian anak. Sementara dongeng dengan alur kompleks akan lebih sesuai untuk anak yang misalnya sudah mulai masuk jenjang sekolah dasar.

Meski begitu sebuah studi yang dipublikasikan di Frontiers in Psychology, menemukan anak-anak lebih menyukai cerita yang mengandung lebih banyak informasi kausal (penjelasan sebab-akibat).

Anak-anak memililki keinginan yang besar untuk memahami mekanisme dunia di sekitar mereka dan sering membombardir orang tua dengan berbagai pertanyaan tentang bagaimana dan mengapa segala sesuatu bekerja.

"Peneliti telah menyadari selera anak-anak untuk informasi kausal selama beberapa waktu. Namun, sebelumnya tidak ada yang mengaitkan fenomena itu dengan aktivitas dunia nyata seperti membaca atau belajar," jelas Margaret Shavlik dari peneliti studi dari Vanderbilt University, Tennessee.

Dalam studi ini, peneliti melibatkan 48 anak berusia 3-4 tahun dari Austin, Texas serta sukarelawan dewasa sebagai pembaca dongeng. Setelah membaca dongeng, anak-anak yang terlibat dalam studi lantas ditanya mengenai preferensi cerita.

"Kami membacakan dua buku untuk anak-anak. Satu kaya dengan informasi kasual, dalam hal ini tentang mengapa hewan berperilaku dan berpenampilan seperti itu. Kedua, membacakan cerita yang minim kausal yang hanya menggambarkan fitur dan perilaku hewan," kata Shavlik.

Anak-anak tertarik dan antusias dengan kedua cerita. Namun saat ditanya mana yang lebih disukai, mereka cenderung memilih cerita yang memuat informasi kausal.

Hal ini membuat peneliti berkesimpulan ada keinginan alami anak-anak untuk belajar tentang bagaimana dunia bekerja. Dan dengan mengetahui jenis buku yang menjadi preferensi anak tentunya dapat membantu orang tua untuk memilih buku menarik yang dapat meningkatkan minat dan memotivasi anak dalam membangun kemampuan literasi dan bahasa sejak dini.

Namun, seringkali anak meminta untuk dibacakan dongeng yang sama dalam durasi waktu yang lama. Selain membosankan bagi yang membacakannya, apakah cerita yang sama memiliki manfaat yang sama? Mengapa si kecil senang dengan cerita yang sama?

Anak-anak tertarik pada pengulangan karena telah merasa tahu cerita tersebut dan juga faktor menghibur. Rutinitas yang konsisten membantu si kecil memahami dunia, dan membuat mereka merasa aman saat tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Anak-anak merasakan dorongan untuk mengulangi kegiatan atau tugas tertentu berulang kali," kata Pamela Green, seorang pendidik dan konsultan Montessori dan pemilik Ananda Montessori. "Anak senang mengulangi sampai selesai, dan kemudian baru beralih ke temuan baru mereka."

Pengulangan juga cara si kecil untuk mengingatkan dirinya sendiri tentang apa yang dia ketahui. Dia menikmati kegembiraan untuk melakukannya dengan benar setiap saat.

Dengan mendengarkan cerita berulang kali, mereka dapat memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya, yang menciptakan perasaan aman dan terstruktur.

Peran Orang tua

Terlepas dari pilihan buku yang sesuai dengan anak, orang tua semestinya pun turut berpartisipasi supaya anak antusias terlibat dengan aktivitas membaca dongeng ini.

Diane Ferlatte, seorang pendongeng yang telah berpartisipasi dalam festival dongeng di lima benua dan mendapatkan nominasi Grammy untuk kategori "Best Spoken Word Album for Children" mengungkapkan, penting untuk memberikan jeda saat bercerita. Ini memungkinkan anak menjadi ingin tahu dan memastikan mereka memperhatikan.

"Saat bercerita, suara juga sangat penting. Anda dapat memvariasikan riteme, nada, intonasi, dan mempercepat atau memperlambatnya," terang Ferlatte.

Selanjutnya, jangan hanya terpaku pada buku melainkan gunakan seluruh tubuh dan eksperesi, atau bisa juga alat peraga supaya cerita makin menarik.

"Kelebihan lain dari mendongeng adalah aktivitas ini mampu memberikan stimulasi pada beberapa indera tubuh anak, terlebih ketika dilakukan dengan menghadirkan ilustrasi seperti gambar atau menggunakan boneka," ungkap Peppy yang juga CEO Wiloka Workshop Yogyakarta.

Di era digital seperti sekarang ini pun, orang tua juga bisa mengeksplorasi cara-cara baru saat membacakan dongeng. Misalnya saja saat orang tua tidak berada di lokasi yang sama, mereka bisa menggunakan platform konferensi video seperti Zoom atau layanan perpesanan seperti WhatsApp. Jadi meski si kecil tidak duduk dipangkuan atau menyentuh buku secara langsung, mereka masih bisa merasakan kesenangan mendengarkan dongeng.

Dengan fleksibilitas tersebut, membacakan dongeng juga dapat melibatkan anggota keluarga lainnya. Bisa jadi suatu hari nanti, kakek atau nenek dapat membacakan dongeng juga untuk anak.

“Perkembangan teknologi saat ini bisa saja menghadirkan tantangan dalam konteks mendongeng karena anak tidak pernah mengalami atau tidak dibiasakan proses mendengarkan dongeng. Selain itu, tantangan bisa juga karena anak mempersepsi dongeng itu tidak menyenangkan, belum merasakan kesenangan dari proses itu. Namun bila mendongeng dilakukan dalam situasi yang pas bagi anak, nyaman, menggunakan bahasa dan bahasan yang menarik serta cara yang lebih interaktif, maka dongeng bisa saja tetap menyenangkan dan menarik bagi anak,” papar Peppy.

Cara interaktif ini bisa juga dilakukan dengan memilih buku digital. Selain ada banyak pilihan yang tersedia, buku digital mungkin akan lebih menarik bagi anak-anak, seperti misalnya saja secara visual lebih tajam, atau bahkan bergerak.

“Tapi kembali lagi penekanannya adalah bagaimana orang tua mampu mendongeng dengan nyaman dan komunikatif,” pungkas Peppy.

Dengan berbagai keuntungan yang didapat, rasanya membacakan dongeng untuk anak masih sangat relevan dilakukan kapan saja dan tidak ada kata terlambat untuk memulainya.

Baca juga artikel terkait TIPS PARENTING atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Lilin Rosa Santi