tirto.id - Ada kisah cinta terlarang yang mengawali sejarah Kerajaan Singasari, setidaknya menurut Kitab Pararaton. Demi hasrat memiliki Ken Dedes, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, merebut dan memerdekakan Tumapel dari Kerajaan Kediri, lalu bertakhta sebagai raja pertama Singasari sejak tahun 1222 Masehi.
Singasari adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Jawa Timur sebelum Majapahit. H.M. Nasruddin Anshoriy, Ch. melalui Neo Patriotisme: Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa (2008) menyebutkan, kerajaan yang semula bernama Tumapel ini diperkirakan berada di wilayah Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Sosok Ken Arok, Ken Dedes, maupun Tunggul Ametung hanya termaktub di Kitab Pararaton. Sedangkan Negarakertagama sama sekali tidak menyebut nama-nama itu. Tafsiran Pararaton dan Negarakertagama kerap dijadikan rujukan untuk menelusuri riwayat Singasari maupun kerajaan penerusnya, Majapahit.
Cerita Ken Arok dan Ken Dedes
Dikisahkan oleh R. Pitono dalam bukunya yang bertajuk Pararaton (1965), Ken Arok adalah anak dari seorang pejabat daerah era kekuasaan Kerajaan Kediri. Namun, Ken Arok justru tumbuh sebagai sosok berandal yang gemar berjudi dan kerap melakukan aksi perampokan.
Hingga akhirnya, Ken Arok bertemu dengan seorang brahmana yang konon datang dari India bernama Lohgawe. Brahmana ini sedang mencari orang yang diyakininya sebagai titisan Dewa Wisnu di tanah Jawa.
Dikutip dari karya Made Urip Dharmaputra berjudul Sanatana Dharma (2020), Lohgawe yakin bahwa Ken Arok adalah orang yang dicarinya. Kepada Ken Arok, Lohgawe berkata bahwa suatu saat nanti ia akan menjadi penguasa jagat atau Chakravartin.
Lohgawe lalu mengajak Ken Arok ke Tumapel untuk bekerja kepada penguasa di sana, yakni Tunggul Ametung. Atas permohonan Lohgawe, Tunggul Ametung bersedia menerima Ken Arok sebagai pengawalnya.
Permintaan langsung Lohgawe sebagai seorang brahmana tentunya sulit ditolak oleh Tunggul Ametung. Terlebih, kepada Tunggul Ametung, Lohgawe mengatakan bahwa Ken Arok adalah anak angkatnya.
Tunggul Ametung punya seorang istri yang sangat cantik, Ken Dedes namanya. Ken Dedes adalah putri semata wayang seorang pendeta Buddha bernama Empu Purwa yang tinggal di lereng Gunung Kawi, di perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar sekarang.
Sebagai pengawal pribadi, Ken Arok selalu mendampingi Tunggul Ametung beserta istrinya, Ken Dedes. Hingga suatu ketika, secara tidak sengaja Ken Arok melihat kain Ken Dedes tersingkap saat turun dari kereta kuda di taman. Dari dalam singkapan itu, terlihat pancaran sinar yang membuat Ken Arok terpukau.
Ken Arok lalu menceritakan kejadian tersebut kepada Lohgawe. Sang brahmana mengatakan bahwa sinar yang dilihat Ken Arok itu menandakan bahwa Ken Dedes adalah wanita yang dimuliakan, perempuan pilihan, calon ibu yang bakal menurunkan raja-raja penguasa di Jawa.
“Wanita yang bercahaya di bagian rahasianya adalah wanita nariswari (ratu yang agung). Itu wanita pilihan. Betapa pun nestapanya, laki-laki yang menikahi wanita seperti itu akan menjadi raja yang besar,” ucap Lohgawe seperti ditafsirkan dari Pararaton oleh Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan (2005).
Pembunuhan Tunggul Ametung
Mendengar kata-kata Lohgawe, Ken Arok terdiam sejenak. Ken Arok berpikir, rasanya ia jatuh cinta kepada Ken Dedes meskipun itu terlarang. Jalan satu-satunya adalah dengan membunuh atasannya sendiri yakni Tunggul Ametung.
Selain itu, jika ucapan Lohgawe benar, maka dengan menghabisi Tunggul Ametung ia akan mendapatkan kesempatan untuk menjadi pemimpin Tumapel dengan Ken Dedes sebagai ratunya. Terlebih, Lohgawe juga meramalkan bahwa Ken Arok adalah titisan Dewa Wisnu, calon penguasa jagat raya.
Sebagai seorang brahmana, Lohgawe tentu saja tidak menyetujui niat Ken Arok yang ingin membunuh Tunggul Ametung. Namun, kehendak Ken Arok sudah bulat, wanita pujaan dan takhta kekuasaan akan segera diperolehnya.
Setelah mendapatkan keris ampuh bikinan Mpu Gandring, Ken Arok melakukan niatnya itu. Mpu Gandring adalah pembuat keris terkenal dari Desa Lulumbang (kini sekitar Blitar). Namun, lantaran suatu alasan, Ken Arok justru membunuh Mpu Gandring demi memperoleh keris tersebut.
Ken Arok segera kembali ke Tumapel untuk melaksanakan misinya pada 1222 Masehi itu. Menurut Pararaton, Ken Arok akhirnya bisa membunuh Tunggul Ametung dengan menikamnya saat penguasa Tumapel itu sedang terlelap tidur.
Bahkan, Ken Arok terhindar dari dugaan bahwa ia sebagai pelaku pembunuhan tersebut. Dengan cerdik atau licik, Ken Arok mengarahkan kesalahan tersebut kepada sahabatnya sendiri yang juga abdi setia Tunggul Ametung yang bernama Kebo Hijo (Kebo Ijo).
Kebo Hijo menjadi tersangka utama pembunuhan Tunggul Ametung karena sempat memamerkan keris Mpu Gandring sebelum terjadinya peristiwa itu. Ini sebenarnya merupakan siasat Ken Arok yang sebelumnya memang memperlihatkan keris ampuh tersebut kepada Kebo Hijo.
Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes yang saat itu telah mengandung anak dari Tunggul Ametung. Ken Dedes memang tidak mencintai Tunggul Ametung dan pernikahannya dengan mendiang penguasa Tumapel itu dilakukan karena keterpaksaan.
Jan Laurens Andries Brandes melalui karyanya yang berjudul Pararaton (Ken Arok) of het Boek der Koningen van Tumapel en Majapahit (1886) menukil isi Kitab Pararaton mengisahkan pernikahan tersebut sebagai berikut:
“Saling mencintai Ken Angrok (Ken Arok) dan Ken Dedes selama pernikahannya. Ketika genap bulannya, lahirlah anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung, dinamai Anusapati, nama sebutannya Panji Anengah.”
Pararaton juga mengisahkan, Anusapati yang merupakan anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung nantinya mengetahui bahwa Ken Arok telah membunuh ayahnya. Anusapati pun membalas dendam. Pada 1247 M, Anusapati menghabisi nyawa Ken Arok, juga dengan keris Mpu Gandring.
Awal Sejarah Kerajaan Singasari
Setelah membantai Tunggul Ametung dan mengawini Ken Dedes, Ken Arok mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Tumapel pada 1222 M itu juga. Pararaton menyebut Ken Arok menyandang gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.
Ken Arok bahkan berambisi memerdekakan Tumapel dari pengaruh Kerajaan Kediri. Terjadilah Perang Ganter antara Tumapel di bawah pimpinan Ken Arok melawan Kediri dengan rajanya Kertajaya.
Pertempuran tersebut dimenangkan oleh Tumapel yang membuat wilayah kekuasaan Ken Arok bertambah luas setelah Kerajaan Kediri runtuh. Kerajaan Tumapel pada akhirnya lebih dikenal dengan nama Kerajaan Singasari sesuai nama pusat pemerintahannya.
Pararaton menyatakan bahwa masa pemerintahan Ken Arok sebagai penguasa Tumapel alias Singasari sekaligus yang mengawali Wangsa Rajasa berlangsung lama, yakni sejak tahun 1222 hingga 1247 M.
Tahun 1247 M itu, tulis Pararaton, Ken Arok tewas dibunuh oleh Anusapati. Jenazah Ken Arok diyakini disemayamkan di Candi Kagenengan, Malang, Jawa Timur.
Dikutip dari Perempuan Jawa: Kedudukan dan Peranannya dalam Masyarakat Abad VIII-XV (2016) karya Titi Surti Nastiti, pernikahan Ken Arok dan Ken Dedes dikaruniai 4 orang anak yaitu Mahesa Wong Ateleng, Apanji Saprang, Agnibhaya, serta Dewi Rimbu.
Selain Ken Dedes, Ken Arok juga beristrikan Ken Umang. Perkawinan ini dikaruniai 3 orang putra dan 1 orang putri yang masing-masing bernama Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Twan Wregola, serta Dewi Rambi.
Menurut Pararaton, Tohjaya nantinya membalaskan dendam Ken Arok dengan membunuh Anusapati, juga dengan keris Mpu Gandring, pada 1249 M. Selanjutnya, Tohjaya bertakhta sebagai penguasa Kerajaan Singasari.
Editor: Addi M Idhom