tirto.id - Serat Pararaton atau Kitab Pararaton adalah sebuah naskah kuno yang pertama kali disusun pada tahun 1535 Saka atau sekitar 1613 Masehi. Kitab Pararaton cukup terkenal dalam budaya Indonesia, bahkan menjadi salah satu rujukan sejarah zaman kerajaan.
Kitab Pararaton sering kali dikaitkan dengan kisah Ken Angrok atau Ken Arok. Motif penulisannya mirip dengan karya-karya zaman dahulu lainnya, seperti Babad Tanah Jawi. Tujuan penulisan karya-karya demikian adalah memperkuat legitimasi kekuasaan.
Dengan tujuan tersebut, para raja acap kali mendaku diri mereka sebagai perwakilan atau reinkarnasi dewa-dewa. Dengan cara tersebut, harapannya, rakyat akan patuh dan merasa dilindungi oleh kekuasaan ilahi.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang Kitab Pararaton, simak ulasan ringkas berikut ini yang membahas mulai dari ringkasan isi Kitab Pararaton hingga sejarah singkatnya.
Ringkasan Isi Kitab Pararaton
Secara garis besar, isi Kitab Pararaton menceritakan tentang awal mula berdirinya kerajaan di Singasari yang dipimpin oleh Ken Angrok. Arum Tunjung dalam ulasan "Kitab Pararaton" (2022) menjelaskan, kitab tersebut penuh dengan kisah tragis dan konflik yang memakan banyak korban.
Kisah tragis tersebut mencakup pelarian Tunggul Ametung bersama Ken Dedes serta pembunuhan Mpu Gandring oleh Ken Angrok. Pembunuhan Mpu Gandring itu akhirnya mengakibatkan kutukan pada keturunan Ken Angrok dan tujuh raja berikutnya. Mereka semua mati karena keris Mpu Gandring.
Setelah membunuh Mpu Gandring, Ken Angrok berambisi merebut Ken Dedes dengan cara membunuh Tunggul Ametung menggunakan keris yang dipesan dari Mpu Gandring. Namun, akhirnya Ken Angrok pun tewas oleh keris tersebut. Keris itu juga menjadi penyebab kematian raja-raja yang berkuasa setelahnya.
Selain mengisahkan Ken Arok, Ken Dedes, dan Tunggul Ametung, Kitab Pararaton juga mencakup cerita tentang patih kenamaan Kerajaan Majapahit, Gajah Mada. Perang Bubat juga turut dibahas dalam kitab tersebut.
Di Pararaton, Perang Bubat dipicu oleh keinginan Majapahit membawa Putri Sunda. Namun keinginan Majapahit ditolak oleh Raja Sunda hingga akhirnya pecahlah Perang Bubat.
Kitab ini dinamai pararaton, yang berarti Kitab Para Datu atau Kitab Para Raja dalam bahasa Kawi. Beberapa pakar menyebut Kitab Pararaton sebagai katuturanira Ken Angrok, 'kisah mengenai Ken Angrok'.
Kitab Pararaton Ditemukan di Mana?
Kitab Pararaton ditemukan di Bali setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Penyalinan buku ini juga dilakukan di Bali. Namun, ia baru diterjemahkan ke bahasa-bahasa modern oleh para sejarawan sejak akhir abad ke-19.
Dijelaskan dalam kajian Museum Ullen Sentalu berjudul “Pararaton: Kitab Rekayasa Belanda?” (2022), sejarawan Asia Tenggara di EFEO Paris, Wayan Jarrah, mengatakan bahwa salinan Kitab Pararaton di Bali diidentifikasi berasal dari Swecchapura/Gelgel pada 1613 M dan pada 1638 M dari Tabanan.
Siapa Penulis Kitab Pararaton
Dalam artikel berjudul “Manunggaling Ken Arok dan Serat Pararaton” (2008) oleh Suwardi dijelaskan, Kitab Pararaton ditulis oleh anonim. Meski tidak jelas siapa penulisnya, Kitab Pararaton tergolong sebagai karya sastra yang penting dalam kajian sejarah dan sastra Jawa.
Mengenai penulis Kitab Pararaton yang anonim juga diulas dalam kajian Museum Ullen Sentalu berjudul “Pararaton: Kitab Rekayasa Belanda?” (2022). Di balik penulis anonim, kronik dalam Kitab Pararaton dapat diidentifikasi tujuannya, yakni sebagai sarana merekam sejarah pada zaman Jawa Kuno.
Dalam kajian tersebut juga dijelaskan, judul "pararaton" dibuat oleh ahli sejarah asal Belanda, JLA Brandes. Brandes menyematkan judul tersebut ketika mulai menerjemahkan dalam versi modern pada 1896. Proses penerjemahannya dilakukan sejak 1888.
Pemberian judul "pararaton" oleh Brandes dikarenakan kitab tersebut pada mulanya tidak memiliki judul baku yang spesifik. Yang ada hanya kata-kata semacam pengantar isi, yaitu katuturanira Ken Angrok 'kisah tentang Ken Angrok.
Kitab Pararaton Peninggalan Kerajaan Apa?
Masih dalam kajian “Pararaton: Kitab Rekayasa Belanda?” (2022), dijelaskan bahwa Kitab Pararaton merupakan tulisan yang berasal dari masa akhir Majapahit. Oleh karena itu, Kitab Pararaton dikenal sebagai peninggalan Kerajaan Majapahit yang tidak dikenal penulisnya.
Kitab Pararaton merupakan kronik yang mengisahkan raja-raja penguasa Jawa Timur pada masa Hindu Buddha, mulai dari akhir era Kediri, Tumapel-Singasari, dan berlanjut pada era Majapahit.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin