Menuju konten utama
Mozaik

Empat Arca dari Candi Singasari Akhirnya Dikembalikan Belanda

Setelah lebih dari 200 tahun berada di Belanda, empat arca dari Candi Singasari akhirnya dikembalikan ke Indonesia.

Empat Arca dari Candi Singasari Akhirnya Dikembalikan Belanda
Header mozaik candi singasari dan arca yang kembali. tirto.id/Ecun

tirto.id - Empat arca yang diambil Belanda dari Candi Singasari telah dikembalikan ke Indonesia, yakni Durga Mahisasuramardini, Mahakala, Nandiswara, dan Ganesha.

Arca-arca itu dikembalikan bersamaan ratusan benda bersejarah lainnya, seperti keris dari Kerajaan Klungkung, seni koleksi Pita Maha Bali, dan benda-benda jarahan Ekspedisi Lombok 1894.

Benda-benda itu berhasil kembali ke Indonesia setelah pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan upaya repatriasi bersama dengan Pemerintah Kerajaan Belanda.

"Repatriasi benda bersejarah ini bukan sekadar memindahkan barang dari Belanda ke Indonesia, melainkan untuk mengungkap pengetahuan sejarah dan asal-usul benda-benda seni bersejarah yang selama ini belum diketahui masyarakat," ungkap Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar Farid.

Benda-benda yang ratusan tahun sempat berada di Belanda itu kemudian dipamerkan kepada publik lewat pameran bertajuk "Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara" yang diselenggarakan di Galeri Nasional pada 28 November hingga 10 Desember 2023.

Arca Prajnaparamita yang juga dari Candi Singasari dan telah dikembalikan oleh Belanda pada 1978, turut dipamerkan.

Penghormatan terhadap Kertanegara

Kerajaan Singasari yang bercorak Hindu-Buddha didirikan oleh Ken Arok. Dalam rentang waktu 222 M hingga 1292 M, empat raja bertakhta di Singasari, yakni Ken Arok, Anusapati, Wisnuwardhana, dan Kertanegara. Masa pemerintahan Kertanegara disebut-sebut sebagai puncak kejayaan Kerajaan Singasari.

"Raja Kertanegara adalah raja yang tidak ada bandingannya, patuh dalam hukum, teguh dalam menjalankan ketentuan agama, menjalankan berbagai upacara, dan mempunyai gagasan perluasan cakrawala mandala ke luar Jawa yang meliputi dwipantara,” tulis Hariani Santiko dalam "Kehidupan Bernegara Raja Kertanegara" (Kalpataru, Majalah Arkeologi Vol. 9, No. 1, Mei 2020).

Keberadaan Candi Singasari berkaitan dengan Kertanegara. Menurut Edi Sedyawati, dkk dalam Candi Indonesia Seri Jawa (2013, hlm. 296), sejumlah pendapat menghubungkan candi ini dengan Raja Kertanegara yang gugur tahun 1292 M bersama para pendeta.

"Berita ini diperoleh dari Prasasti Gajahmada tahun 1273 Saka (1351 M), yang ditemukan tidak jauh dari candi itu,” imbuhnya.

Di sekitar Candi Singasari terdapat beberapa arca. Selain arca-arca yang baru dikembalikan Belanda, juga terdapat dua arca Dwarapala dengan ukuran besar.

Sebagian pendapat menyebut Candi Singasari dibangun dengan konsep dua agama, Hindu Siwa dan Buddha Tantris. Hal itu diketahui dari beberapa bagian candi.

"Ada juga orang menduga bahwa Candi Singasari mempunyai dua tujuan, ialah bahwa kaki candi dengan bilik-biliknya diperuntukkan pada agama Siwa, sedangkan tubuh-tubuh candi kepada agama Buddha," ungkap Jessy Oey Blom dalam "Peninggalan-peninggalan Purbakala di Sekitar Malang" yang terbit dalam Amerta (Vol. 2, 1985).

Selain itu, bukti dua konsep agama dalam pembangunan candi ini juga ditemukan dari beberapa arca.

"Sifat tantris Candi Singasari ditunjukkan oleh arca Bhairawa Cakra-cakra tersebut," ungkap Hariani Santiko dalam tulisannya di Kalpataru, Majalah Arkeologi (Vol. 9, No. 1, Mei 2020).

Menurut Edi Sedyawati, dkk (2013), Candi Singasari memiliki tiga karakterisitik, yaitu ruang utama yang berada di kaki candi, tubuh candi yang kosong, dan pemahatan relief yang berbeda pada bagian atas dan bawah candi.

Ruang utama merupakan tempat arca Durga Mahisasuramardini dan Ganesha. Kiwari, dari tiga penampil yang ada di kaki candi, hanya tersisa satu arca.

Infografik mozaik candi singasari dan arca yang kembali

Infografik mozaik candi singasari dan arca yang kembali. tirto.id/Ecun

Dibawa ke Belanda sebagai Hadiah

Saat pertama kali ditemukan pada 1803, kondisi Candi Singasari tak terawat seperti sebagian besar candi-candi lainnya di Indonesia. Memasuki dekade 1930-an, kondisi candi semakin mengkhawatirkan dan akhirnya mulai diperbaiki.

"Candi dibangun kembali selapis demi selapis. Pembangunan kembali seluruhnya tidak mungkin karena terlalu banyak bahan-bahan asli yang hilang, terutama dari puncak-puncak bilik-bilik samping. Candi itu dibangun kembali sampai kepada atap tingkat dua, itu pun tidak lengkap," tambah Jessy Oey Blom dalam tulisannya di Amerta (Vol. 2, 1985).

Saat Candi Singasari dipugar, dua arca yang berada pada penampil sudah tidak ada karena dibawa ke Belanda. Tiga arca lain, yakni Nandiswara, Mahakala, dan Prajnaparamita nasibnya setali tiga uang.Orang yang disebut-sebut bertanggung jawab membawa arca-arca tersebut ke Belanda adalah Nicolaas Engelhard, Gubernur Pantai Timur Jawa.

Marieke Bloembergen dan Martijn Eickhoff dalam "Exchange and the Protection of Java's Antiquities: A Transnational Approach to the Problem of Heritage in Colonial Java" yang dimuat dalam The Journal of Asian Studies (Vol. 72, No. 4, November 2013), arca-arca itu dibawa pada tahun 1819 sebagai hadiah bagi Raja William I.

Arca Prajnaparamita terlebih dahulu dikembalikan oleh Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Indonesia pada 1978. Sementara empat arca lainnya harus menunggu lebih dari 200 tahun untuk bisa kembali ke tanah air.

Baca juga artikel terkait MOZAIK atau tulisan lainnya dari Omar Mohtar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Omar Mohtar
Penulis: Omar Mohtar
Editor: Irfan Teguh Pribadi