tirto.id - Kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Sumatera. Sejarah kerajaan ini tidak terlepas dari sosok Adityawarman (1347-1375 Masehi) yang memiliki relasi erat dengan Majapahit, kerajaan bercorak Hindu-Buddha terbesar yang berpusat di Jawa bagian timur.
Asal-muasal nama Pagaruyung sebagai kerajaan sebenarnya belum diketahui dengan pasti, yang lebih sering ditemukan adalah nama Malayapura, kerajaan Melayu yang diproklamirkan oleh Adityawarman di Dharmasraya dan nantinya dipindahkan ke Pagaruyung.
Adapun J.G Casparis lewat penelitian berjudul "Peranan Adityawarman Putera Melayu di Asia Tenggara" dalam Tamadun Melayu (1989) menyebutkan bahwa Kerajaan Dhamasraya dan beberapa daerah taklukan Adityawarman lainnya termasuk dalam wilayah Malayapura.
Menurut tafsiran Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (2005), Adityawarman semula dikirim untuk menaklukkan wilayah-wilayah penting di Sumatera sekaligus berkedudukan sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit.
Di Prasasti Amoghapasa terpahat nama Malayapura yang dideklarasikan oleh Adityawarman di Dharmasraya. Pada 1347, Adityawarman memindahkan pusat pemerintahan dari Dharmasraya ke Pagaruyung. Dari sinilah riwayat Kerajaan Pagaruyung bermula.
Adityawarman Raja Pendiri & Utusan Majapahit
Adityawarman terpaut relasi erat dengan Kerajaan Majapahit, terutama pada era pemerintahan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350 M). Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah putri Raden Wijaya yang mendirikan Majapahit pada 1293 M.
Tribhuwana Wijayatunggadewi memimpin Majapahit setelah era saudaranya, Jayanegara (1309-1328 M), dan Raden Wijaya (1293-1309 M). Di era sang ratu inilah, hasrat Majapahit untuk menyatukan Nusantara dirintis.
Tahun 1334 M, Tribhuwana Wijayatunggadewi melantik Gajah Mada sebagai mahapatih Majapahit yang nantinya mewujudkan cita-cita itu pada masa pemerintahan putra sang ratu, Hayam Wuruk (1350-1389 M).
Atas dasar misi itulah Tribhuwana Wijayatunggadewi mengirim Adityawarman ke tanah Melayu atau Sumatera. Misi yang sama pernah dilakukan oleh raja terakhir Singasari yang juga kakek Tribhuwana yakni Kertanegara (1268-1292 M) dengan melancarkan Ekspedisi Pamalayu.
Di Sumatera, Adityawarman pada akhirnya menjadi raja bawahan Majapahit dengan menyandang gelar kehormatan Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa.
J.H.C. Kern dalam De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi (1907) menyebut kerajaan yang dipimpin oleh Adityawarman pada 1337 sebagai Malayapura Swarnnabhumi atau Kanakamedini yang berpusat di Dharmasraya (wilayah Sumatera Barat sekarang).
Beberapa referensi menyebutkan bahwa Adityawarman adalah putra (ada juga yang menyebut cucu) Dara Jingga, putri Raja Dharmasraya terdahulu yakni Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa (1286-1316 M) yang dibawa ke Jawa setelah Ekspedisi Pamalayu pada era Kertanegara dari Kerajaan Singasari.
Setelah Singasari runtuh, Raden Wijaya yang merupakan menantu Kertanegara mendirikan Kerajaan Majapahit. Sebagian sejarawan meyakini bahwa Dara Jingga dipersunting oleh Raden Wijaya, namun ada pula yang menyebut putri Melayu itu dinikahi pejabat Singasari atau Majapahit lainnya.
Atas dasar asal-usul itulah Tribhuwana Wijayatunggadewi memilih Adityawarman sebagai wakil Majapahit yang ditunjuk untuk memimpin perjalanan ke tanah Melayu dan pada akhirnya memulai riwayat Kerajaan Malayapura atau Dharmasraya lalu Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat.
Prasasti dan Versi Lokasi Kerajaan
Salah satu sumber yang digunakan untuk menelisik keberadaan Kerajaan Malayapura atau Dharmasraya adalah Prasasti Amoghapasa yang berwujud arca alias patung.
Arca Amoghapasa merupakan hadiah dari Raja Kertanegara (kakek Tribhuwana Wijayatunggadewi) dari Kerajaan Singasari untuk Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa (kakek Adityawarman), Raja Dharmasraya kala itu, dalam Ekspedisi Pamalayu.
Pada 1347 M, Adityawarman menambahkan pahatan di bagian belakang Arca Amoghapasa untuk melegitimasi dirinya sebagai raja. Menurut Slamet Muljana dalam Kuntala, Sriwijaya dan Suwarnabhumi (1981), peristiwa ini tercatat pula dalam Prasasti Padang Roco.
Prasasti Padang Roco juga mengidentifikasi bahwa pada tahun itu pula, pusat kerajaan yang semula berada di Dharmasraya dipindahkan oleh Adityawarman ke pedalaman Minangkabau atau yang kini dikenal sebagai wilayah Pagaruyung, Sumatera Barat.
Mengenai lokasi tepatnya Kerajaan Pagaruyung, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Ada yang menyebut kerajaan ini berpusat di Palembang (Sumatera Selatan), namun ada pula yang meyakini bahwa Kerajaan Pagaruyung terletak di tepi Sungai Batang Hari antara Sumatera Barat dan Jambi.
Pagaruyung juga disebut-sebut berlokasi di Tanah Datar, Sumatera Barat. Di daerah ini, ditemukan beberapa prasasti terkait Melayu Kuno pada rentang periode abad ke-13 dan 14 Masehi, terutama yang diperkirakan berasal dari era pemerintahan Adityawarman.
Setelah Adityawarman wafat pada 1375 M, dikutip dari tulisan S. Suleiman dalam The Archaeology and History of West Sumatra (1977), takhta dilanjutkan oleh putra mahkota, Ananggawarman (1375-1417 M), seperti yang termaktub dalam Prasasti Batusangkar yang ditemukan di Tanah Datar.
Nantinya, sejak pertengahan abad ke-15 M, pemerintahan di Pagaruyung yang sebelumnya menganut Hindu-Buddha, seperti yang menjadi agama resmi di Kerajaan Majapahit, berubah menjadi pemerintahan bercorak Islam.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya