tirto.id - Raden Wijaya adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 M). Sejarah hidup Raden Wijaya hingga merintis Majapahit yang nantinya menjadi imperium bercorak Hindu-Buddha terbesar di Nusantara tidak mudah, bahkan harus mempertaruhkan nyawa.
Dikutip dari Menguak Tabir Perkembangan Hindu (1998) karya Wayan Nurkancana, Raden Wijaya adalah menantu Raja Singasari yang terakhir yakni Kertanegara (1268-1292). Selain itu, Raden Wijaya juga mengemban peran sebagai salah satu senopati atau panglima perang di Kerajaan Singasari.
Nantinya, Raden Wijaya gagal menyelamatkan Kertanegara dari pemberontakan Jayakatwang yang kemudian mengambil-alih takhta Singasari. Namun, Raden Wijaya bisa membalaskan dendam mertuanya dan akhirnya mendeklarasikan kerajaan baru penerus Singasari bernama Majapahit.
Asal-Usul Raden Wijaya
Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara (1989), nama asli Raden Wijaya adalah Sang Nararya Sanggramawijaya. Ayah Raden Wijaya adalah pangeran dari Kerajaan Sunda Galuh yang bernama Rakyan Jayadarma.
Sedangkan ibundanya, Dyah Lembu Tal, adalah cucu Ken Arok, pendiri Kerajaan Singasari, demikan dikutip dari tulisan Deny Yudo Wahyudi bertajuk “Kerajaan Majapahit: Dinamika dalam Sejarah Nusantara” (2013) dari Universitas Negeri Malang.
Dengan demikian, darah bangsawan Sunda dan Jawa mengalir dalam tubuh Raden Wijaya. Raden Wijaya sebenarnya punya peluang untuk mewarisi takhta Kerajaan Sunda Galuh, namun ia memilih mengabdi ke tempat asal ibundanya, yakni Kerajaan Singasari pada era pemerintahan Raja Kertanegara.
Pilihan tersebut bukan tanpa alasan karena Raden Wijaya adalah menantu Kertanegara. Kitab Negarakertagama dan Pararaton punya cerita yang berbeda terkait kisah asmara Raden Wijaya yang mempersunting putri Raja Kertanegara.
Menurut Negarakretagama, Raden Wijaya menikah dengan 4 orang putri Kertanagara, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Tribhuwaneswari dipilih sebagai permasiuri, sedangkan yang lainnya sebagai istri selir.
Sedangkan dalam Pararaton disebutkan bahwa Raden Wijaya hanya mengawini 2 putri Kertanegara saja. Selain itu, Raden Wijaya juga memperistri seorang putri Kerajaan Dharmasraya dari Sumatera bernama Dara Petak. Putri ini dibawa dari Ekspedisi Pamalayu oleh Kerajaan Singasari di tanah Melayu pada 1275 hingga 1286 M.
Gagal Menyelamatkan Singasari
Tahun 1292 M, terjadi pemberontakan terhadap Kerajaan Singasari yang dimotori oleh Bupati Gelang-gelang (sekitar Madiun sekarang) yakni Jayakatwang. Pararaton mengisahkan, Jayakatwang mengirim pasukan bernama Jaran Guyang untuk menyerbu Singasari dari arah utara.
Raja Kertanegara yang mendengar rencana itu segera memerintahkan menantunya, yakni Raden Wijaya, untuk memimpin pasukan Singasari guna menangkal serangan pasukan Jayakatwang. Ternyata, pergerakan Jaran Guyang hanya taktik Jayakatwang semata.
Raden Wijaya memang berhasil mengalahkan pasukan Jaran Guyang. Namun, Jaran Guyang ternyata hanya pasukan kecil yang dikirim sebagai pengalihan agar pertahanan di ibu kota Singasari (sekitar Malang sekarang) tempat Raja Kertanegara bersemayam kosong.
Jayakatwang segera mengirimkan pasukan yang jauh lebih besar ke Singasari. Lantaran sebagian besar kekuatan militer Singasari yang dipimpin Raden Wijaya belum kembali, pasukan Jayakatwang berhasil menduduki istana, bahkan Raja Kertanegara terbunuh dalam insiden itu.
Di sisi lain, pasukan pimpinan Raden Wijaya tercerai-belai setelah mengetahui Singasari jatuh dan Kertanegara tewas. Bersama pengikut setia yang masih tersisa, Raden Wijaya melarikan diri ke dalam hutan rimba di sekitar aliran Sungai Brantas.
Mendirikan Kerajaan Majapahit
Inajati Adrisijanti dalam Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota (2012) menuliskan, Raden Wijaya kemudian membuka hutan di dekat Sungai Brantas itu. Desa inilah yang lantas berkembang pesat dan menjadi kerajaan dengan nama Majapahit.
Seperti diketahui, aliran Sungai Brantas melalui beberapa daerah di Jawa Timur, yakni Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, hingga Mojokerto. Sungai Brantas adalah sungai terpanjang kedua di Jawa setelah Bengawan Solo.
Asal mula nama Majapahit berawal dari buah bernama maja. Buah yang rasanya pahit itu banyak terdapat di dalam hutan tempat Raden Wijaya dan pengikutnya berlindung. Maka, ketika Raden Wijaya membentuk komunitas masyarakat di dalam rimba itu, dinamakanlah Majapahit.
Dengan dibantu jajaran panglima setia seperti Arya Wiraraja, Nambi, Kebo (Mahisa) Anabrang, Lembu Sora, dan lainnya, Raden Wijaya mampu mengalahkan Jayakatwang berkat persekutuan dengan pasukan utusan dari Kekaisaran Mongol yang tiba di Jawa.
Penguasa Kekaisaran Mongol kala itu, Khubilai Khan, mengirimkan pasukannya ke Jawa untuk menyerang Kerajaan Singasari yang ternyata telah dikuasai oleh Jayakatwang.
Setelah mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang balik pasukan Mongol dan menghancurkan mereka. Usai itu, ia mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Majapahit pada 1293 dengan pusat pemerintahan di Mojokerto. Raden Wijaya menjadi raja pertamanya dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309).
Kerajaan Majapahit yang dirintis Raden Wijaya kelak amat berjaya saat dipimpin oleh cucunya yang bernama Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanagara (1350-1389). Hayam Wuruk didampingi oleh mahapatih bernama Gajah Mada yang terkenal dengan ikrarnya: Sumpah Amukti Palapa.
Di era Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit menjelma menjadi kemaharajaan atau imperium besar yang berhasil menguasai sebagian besar wilayah Nusantara dan kawasan-kawasan lain di sekitarnya.
Daftar Raja-Raja Majapahit
- Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)
- Kalagamet/Sri Jayanagara (1309-1328)
- Sri Gitarja/Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
- Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara (1350-1389)
- Wikramawardhana (1389-1429)
- Suhita /Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)
- Kertawijaya/Brawijaya I (1447-1451)
- Rajasawardhana/Brawijaya II (1451-1453)
- Purwawisesa /Girishawardhana/Brawijaya III (1456-1466)
- Bhre Pandansalas/Suraprabhawa/Brawijaya IV (1466-1468)
- Bhre Kertabumi/Brawijaya V (1468 -1478)
- Girindrawardhana/Brawijaya VI (1478-1489)
- Patih Udara/Brawijaya VII (1489-1527)
Editor: Agung DH