Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Perang Paregreg: Awal Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Sejarah Perang Paregreg yang Melemahkan Kerajaan Majapahit

Sejarah Perang Paregreg: Awal Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit di Daha atau Kediri. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/pd/18

tirto.id - Majapahit, kerajaan di Nusantara yang pernah menguasai hampir seluruh bagian yang kini disebut Indonesia, menyisakan penggal sejarah kelam. Terjadi Perang Paregreg sebagai salah satu awal kehancuran kemaharajaan yang berdiri sejak akhir abad ke-13 Masehi ini.

Dikutip dari Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand (2013) yang ditulis oleh Choirul Fuad Yusuf, pada masa jayanya, menurut Nagarakertagama, Majapahit membawahi tidak kurang dari 98 kerajaan di Nusantara. Wilayah kekuasaan kerajaan Hindu-Buddha ini mencakup Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Maluku.

Sebesar apapun kerajaan pasti memiliki cerita tersendiri sebelum kehancurannya, termasuk Kerajaan Majapahit. Kendati kekuasaannya meliputi banyak wilayah di Nusantara, bahkan hingga tanah seberang, kerajaan yang berpusat di Jawa Timur ini digerus kehancuran lantaran perang saudara.

Latar Belakang Perang Paregreg

Mulai melemahnya Kerajaan Majapahit bermula dari wafatnya Mahapatih Gajah Mada pada 1364. Sosok yang terkenal dengan Sumpah Amukti Palapa untuk menyatukan Nusantara ini merupakan tandem sejati bagi Raja Majapahit kala itu, Hayam Wuruk yang bertaktha sejak tahun 1350.

Ketiadaan Gajah Mada membuat Hayam Wuruk ikut terpuruk dan akhirnya meninggal dunia pada 1389. Wafatnya Hayam Wuruk, juga sebelumnya Gajah Mada, membuat stabilitas Kerajaan Majapahit semakin rapuh. Banyak wilayah taklukan yang mulai melepaskan diri.

Sebagai penerus takhta Majapahit, tampillah Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk alias suami dari Kusumawardhani. Kusumawardhani adalah putri Hayam Wuruk dari permaisuri.

Kepemimpinan Wikramawardhana ternyata mendapat guncangan dari kalangan internal kerajaan sendiri. Perlawanan tersebut dikobarkan oleh Bhre Wirabhumi yang merupakan putra Hayam Wuruk dari istri selir.

Dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (2005), Slamet Muljana menjelaskan mengenai perebutan posisi raja baru setelah meninggalnya Hayam Wuruk memiliki pengaruh besar dalam keruntuhan kemaharajaan ini.

Saat itu, Wikramawardhana menguasai bagian keraton barat Majapahit. Sedangkan, Bhre Wirabhumi memimpin keraton bagian timur. Pertikaian ini bersumber pada masalah perebutan kepemimpinan pemerintahan di antara para penguasa daerah atau raja-raja taklukan yang masih merupakan kerabat istana.

Tahun 1405, pecahlah polemik antara pihak Wikramawardhana melawan kubu Bhre Wirabhumi yang kemudian disebut sebagai Perang Paregreg. Perang saudara ini dimenangkan oleh Wikramardhana setelah Bhre Wirabhumi tewas pada 1406.

Menurut Pranoedjoe Poespaningrat dalam buku Kisah Para Leluhur dan yang Diluhurkan: Dari Mataram Kuno sampai Mataram Baru (2008), Perang Paregreg merupakan salah satu faktor penyebab kemunduran Majapahit.

Kian Melemah dan Akhirnya Musnah

Deretan penerus penguasa Majapahit setelah Wikramawardhana (1389-1429) tidak ada yang mampu membangkitkan kejayaan kerajaan yang pernah digapai pada masa Hayam Wuruk dan Gajah Mada.

Dikutip dari The Name's of Hayam Wuruk Sister's (1978) karya J. Noorduyn, pusat pemerintahan Majapahit dipindahkan dari Trowulan ke Daha (Kediri) pada era kepemimpinan Girindrawardhana atau Brawijaya VI (1478-1489).

Pindahnya ibu kota tidak membuat kondisi Majapahit membaik, bahkan semakin lemah pengaruhnya. Terlebih dengan kemunculan pusat kekuasaan baru di Jawa, yakni Kesultanan Demak yang didirikan oleh Raden Patah, pangeran Majapahit, putra dari Bhre Kertabumi atau Brawijaya V (1468-1478).

Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Ajaran Islam kala itu memang sedang berkembang pesat dan kian melemahkan pamor Majapahit yang mayoritas rakyatnya menganut agama Hindu atau Buddha.

Majapahit runtuh ketika terjadi serangan oleh Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggana (1521-1546). Trenggana adalah penguasa Kesultanan Demak ke-3 setelah Raden Patah dan Pati Unus.

Tahun 1527, Sultan Trenggana mengirim pasukan untuk menduduki Majapahit dan mengambil-alih wilayah-wilayah taklukan yang masih tersisa. Kemaharajaan yang pernah amat besar dan perkasa itu pun akhirnya benar-benar musnah.

Baca juga artikel terkait KERAJAAN MAJAPAHIT atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya