tirto.id - Kesultanan Gowa-Tallo adalah kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan dan berpusat di Makassar. Posisinya yang strategis menjadikan wilayah kerajaan ini sebagai salah satu jalur pelayaran dan pusat perdagangan terpenting di Nusantara dalam sejarah.
Dikutip dari Soedjipto Abimanyu dalam Kitab Kerajaan Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara (2014), Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo -yang sempat terpisah dan berseteru- membentuk persatuan pada 1528 dan mengalami masa-masa kejayaan.
Sejak awal abad ke-17 Masehi, Kerajaan Gowa-Tallo resmi menjadi kerajaan Islam atau kesultanan. I Mangarangi Daeng Manrabbia (1593-1639) menjadi penguasa Gowa-Tallo pertama yang memeluk agama Islam dan lantas memakai gelar Sultan Alauddin I.
Sebelum menjadi kerajaan Islam atau kesultanan, masyarakat Gowa dan Tallo menganut kepercayaan animisme atau kepercayaan terhadap leluhur yang disebut To Manurung.
Sejarah Awal Kerajaan Gowa-Tallo
Asal usul nama Gowa sudah dikenal sejak tahun 1320, yaitu sejak era pemerintahan penguasa Gowa pertama yang bernama Tumanurung Bainea. Orang-orang Makassar dan Bugis dikenal sebagai kaum pelaut yang tangguh.
Mattulada melalui buku Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar Dalam Sejarah (2011) mengungkapkan bahwa terdapat 9 negeri kecil yang sudah ada di Gowa sebelum Tumanurung hadir.
Mereka mengikat diri di bawah naungan Paccallaya (Ketua Dewan Pemisah). Adapun 9 negeri tersebut adalah Kasuwiang Tambolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero.
Awalnya, mereka sering terlibat pertikaian. Dengan adanya Paccalaya, konflik tersebut dapat ditekan. Mereka sadar bahwa untuk dapat hidup lebih damai dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa mempersatukan dan mengakomodir seluruh kepentingan.
Ahmad M Sewang dalam buku Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI sampai Abad XVII (2013) menyebutkan, mereka mencari orang dari luar kelompok. Kemudian, mereka bertemu dengan Tumanurung di bukit Tamalate dan mengangkatnya menjadi raja dari ke-9 negeri di Gowa itu.
Selanjutnya, digelar perundingan antara Kasuwiang Salapa (perwakilan dari 9 negeri), Tumanurung, dan Paccalaya.
Dikutip dari penelitian Apriani Kartini dengan judul "Lontara Bilang Sebagai Sumber Kerajaan Gowa" (2014) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, berikut ini isi perjanjian tersebut:
“Berkatalah Kasuwiang Salapangan kepada Tumanurung: Dikaulah yang akan menjemput kami menjadi baginda raja kami. Berkatalah Tumanurung: Engkau berhamba dirilah kepadaku, sementara aku masih menumbuk padi, masih mengambil air. Berkatalah Kasuwiang Salapanga: Sedang istri kami tidak melakukan hal itu, apalagi baginda yang kami pertuankan. Sesudah itu Tumanurunga menyanggupi diangkat karaeng di Gowa.”
Berdasarkan kesepakatan tersebut, maka Tumanurung dinobatkan sebagai raja pertama dari silsilah penguasa Kerajaan Gowa. Kedatangannya bak juru selamat di tengah-tengah masyarakat yang saat itu penuh dengan kekacauan dan ketidakteraturan.
Riwayat Kerajaan Gowa dan Tallo
Kerajaan Gowa pernah terbelah menjadi dua setelah masa pemerintahan Tonatangka Lopi pada perjalanan abad ke-15. Dua putranya, yakni Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero berebut takhta sehingga terjadilah perang saudara.
Dikutip dari tulisan William P. Cummings bertajuk "Islam, Empire and Makassarese Historiography in the Reign of Sultan Alauddin (1593-1639)" dalam Journal of Southeast Asian Studies (2007), Batara Gowa mengalahkan sang adik. Karaeng Loe kemudian turun ke muara Sungai Tallo dan mendirikan kerajaan baru bernama Tallo.
Versi lainnya menyebutkan, Tonatangka Lopi memang membagi wilayah Kerajaan Gowa menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, Karaeng Gowa dan Karaeng Loe ri Sero. Jadilah ada dua kerajaan yakni Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.
Dua kerajaan kembar ini berpolemik selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya, setelah tahun 1565, Gowa dan Tallo bersatu kembali dengan kesepakatan Rua Karaeng se’re ata atau dua raja, seorang hamba.
Setelah bersatu kembali, kerajaan ini disebut Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar. M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008), mengungkapkan, ada sistem pembagian kekuasaan, yaitu raja berasal dari garis keturunan Gowa, sedangkan perdana menterinya berasal dari garis Tallo.
Menjelang berakhirnya abad ke-16 atau menuju abad ke-17, Kerajaan Gowa-memasuki masa Islam dan berubah menjadi kesultanan. Begitu pula dengan pemimpinnya yang kemudian menyandang gelar sultan.
Daftar Penguasa Gowa Pra-Islam
- Tumanurung Bainea (awal abad ke-14)
- Tamasalangga Baraya (1320 -1345)
- I Puang Loe Lembang (1345-1370)
- I Tuniata Banri (1370-1395)
- Karampang Ri Gowa (1395-1420)
- Tunatangka Lopi (1420-1445)
- Batara Gowa Tuniawangngang Ri Paralakkenna (1445-1460)
- Pakere Tau Tunijallo Ri Passukki (1460)
- Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna (1460-1510)
- I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga (1510 -1546)
- I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta (1546-1565)
- I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565)
- I Tepu Karaeng Daeng Parabbung Tunipasulu (1565-1590)
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya