tirto.id - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sikka menggelar aksi demo dengan mendatangi Kantor DPRD Sikka pada Jumat (11/04/2025) siang.
Aksi demo dari GMNI Cabang Sikka ini terkait ketiadaan dokter anestesi yang berujung meninggalnya seorang ibu hamil dan bayi dalam kandungan di IGD RSUD Maumere, NTT, Rabu (9/5/04/2025).
Aksi demo di halaman Kantor DPRD Sikka nyaris ricuh karena mahasiswa menuntut masuk ke dalam ruangan DPRD yang tengah berlangsung penutupan Rapat Paripurna II Masa Sidang II dan Rapat Paripurna Istimewa III Masa Sidang II Tahun Sidang 2024/2025.
Setelah bernegosiasi dengan aparat kepolisian, Satpol PP, dan Damkar, mahasiswa diizinkan masuk ke dalam ruang paripurna untuk beraudiensi dengan Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD, Anggota DPRD serta Direktur RSUD Tc Hillers Maumere.
Ketua GMNI Cabang Sikka, Yohanes Maro, mengatakan, pihaknya meminta pemerintah dan rumah sakit untuk segera mendatangkan dokter anestesi.
Yohanes mengatakan, GMNI dan masyarakat tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar, melainkan membutuhkan bukti konkret kehadiran dokter anestesi.
"Hari ini di RSUD Maumere belum ada dokter anestesi. Justru karena hari ini ketiadaan dokter anestesi, hari ini kita datang. Kita mendesak segera mendatangkan dokter anestesi, tidak peduli apapun model kerja sama yang dilakukan pemerintah dengan rumah sakit disini," ujar Yohanes Maro.
Yohanes Maro melanjutkan, pemerintah diminta untuk tidak menunda karena kebutuhan dokter anestesi sangat darurat.
"Semakin kita menunda kita tidak tahu sebentar malam mungkin saja ada yang meninggal karena ketiadaan dokter anestesi. Ini situasi darurat karena itu penanganannya darurat. Tidak bisa menjelaskan hanya koordinasi. Kita butuh hal konkret," ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Direktur RSUD Tc.Hillers Maumere, dr. Clara Francis, mengatakan, pihak rumah sakit dan pemerintah daerah sudah berupaya dengan mekanisme yang ada untuk menghadirkan dokter anestesi di RSUD Maumere.
"RSUD Maumere sudah memiliki dua dokter anestesi namun keduanya mengudurkan diri. Seperti yang disampaikan Bupati Sikka, kami juga tidak diam dan tidur saja. Kami berupaya sejak awal, bahwa dua dokter anestesi ini adalah orang Maumere asli dan ingat pembiayaan dari pemerintah. Kita ini dibiayai pemerintah, yang satu mengundurkan diri dan yang satu belum memperpanjang kontrak yang seharusnya dalam pengabdiannya menurut Kemenkes masih dua tahun wajib mengabdi," ungkapnya.
Clara menerangkan, pihak rumah sakit melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan NTT hingga Kemenkes dan melakukan peminjaman beberapa dokter anestesi di RSUD Komodo dan RSUD Aeramo.
Clara menambahkan, di akhir tahun, pihaknya melakukan koordinasi dan peminjaman beberapa dokter sambil berkordinasi dengan Dinas Kesehatan NTT dan Kemenkes.
"Tetapi sekali lagi mencari dokter anestesi tidak semudah mencari barang di toko. Sehingga kami mendapatkan pinjaman dokter dari RSUD Komodo dan RSUD Aeramo," ungkapnya.
Ia mengakui upaya teknis dari pihak rumah sakit bersama DPRD dan Pemda sudah dilakukan. Namun, ketersediaan dokter anestesi cukup sulit.
Pada kesempatan itu, Bupati Sikka, Juventus Prima Yoris Kago, mengatakan, dirinya mengapresiasi setinggi-tingginya atas kepedulian dan kontribusi dari mahasiswa yang konsen terhadap isu-isu sosial.
Ia mengatakan, masalah berkaitan ketersediaan dokter anestesi sudah sejak Januari 2025. Sebelumnya, Sikka memiliki 2 orang dokter anestesi pada Januari 2025 lalu, namun mereka mengambil keputusan untuk mengundurkan diri. Juventus pun menyadari dampak besar kepada pelayanan publik ketika para dokter anestesi mengundurkan diri.
"Saya juga trenyuh karena berkaitan juga dengan nyawa manusia," ungkapnya.
Juventus menuturkan, pihaknya kemudian mengambil inisiatif untuk berkomunikasi dengan 2 dokter itu. Dalam proses dialog itu, sudah ada titik temu secara informal karena ini berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang vital.
"Ada beberapa tuntutan yang mereka sampaikan kepada kami, kami menyanggupi tuntutan mereka dan kami sampaikan bahwa tuntutan mereka terkait insentif, terkait pembagian jasa kami komitmen untuk urusan itu. Kami sepakat berkaitan dengan insentif itu ada kenaikan," ujarnya.
Juventus menambahkan, selanjutnya sempat ada pertemuan melalui Zoom dengan Kemenkes. Namun, dalam pertemuan itu tidak ada titik temu. keputusan yang sudah disepakati akhirnya berubah. Kedua dokter anestesi itu merasa tidak mau lagi mengabdi di Kabupaten Sikka.
"Dalam proses deadlock, ketika ada agenda kami dengan semua kepala daerah dan gubernur ke Jakarta, ketiadaan dokter anestesi diisi dengan peminjaman dokter anestesi dari RSUD Aeramo, jadi pelayanan tetap ada. Di sela-sela kunjungan di Jakarta, kami bertemu dengan Kemenkes. Dalam proses pertemuan itu, sebenarnya di awal ada tarik ulur panjang, kemudian kita diskusi dan minta dan dijanjikan dikasih 2 dokter," ungkapnya.
Ia menambahkan, proses dokter anestesi itu tidak semudah kita membeli tiket pesawat. Ada tahapan, dan rangkaian sistem yang harus dibereskan.
Lanjutnya, tahun ke depan kita berencana untuk investasi jangka panjang dengan menyekolahkan dokter yang ada untuk mengambil spesialis dan membuat perjanjian kerja sama agar ke depan tidak muncul masalah yang serupa lagi.
Penulis: Mario Wihelmus PS
Editor: Andrian Pratama Taher