tirto.id - Gempa megathrust berkekuatan magnitudo 7,1 terjadi di Jepang pada Kamis tanggal 8 Agustus 2024 lalu. Setelah fenomena alam di Jepang tersebut, BMKG memberi peringatan tentang waspada gempa megathrust di Selat Sunda dan ada potensi memicu tsunami.
Sumber gempa di Jepang pada Kamis lalu berasal dari zona megathrust Nankai di laut Hyuganada, Prefektur Miyazaki, dekat Pulau Kyushu. Mengutip data dari laman resmi Japan Meteorological Agency atau Badan Meteorologi Jepang, pusat gempa berada pada kedalaman 30 km dan memiliki latitude 31.8 N serta longtitude 131.7E.
Berkaca dari apa yang melanda Jepang, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan untuk mewaspadai potensi gempa -bahkan bisa memicu tsunami- yang dapat terjadi di zona megathrust yang ada di wilayah Indonesia.
Melalui rilisnya, BMKG memperingatkan bahwa gempa megathrust "tinggal tunggu waktu" saja melanda wilayah Indonesia. Disebutkan, terdapat kekhawatiran terhadap Megathrust Selat Sunda M 8.7 dan Megathrust Mentawai-Suberut M 8.9 yang sudah lama tidak melepaskan energinya.
Indonesia memiliki sejumlah zona megathrust yang tersebar di tanah air. Zona megathrust yang ada wilayah perairan Indonesia antara lain: Zona Subduksi Mentawai-Siberut (di sepanjang batas barat Sumatra, atau di barat Kepulauan Mentawai); lalu Zona Subduksi Sunda (memanjang di selatan Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba).
Kemudian Zona Subduksi Banda; Zona Subduksi Sulawesi Utara; Zona Subduksi Lempeng Laut Maluku; Zona Subduksi Lempeng Selatan Laut Filipina; serta Zona Subduksi Utara Papua.
Zona subduksi merupakan zona bidang pertemuan lempeng samudera dan lempeng benua. Zona ini merupakan zona inti dari zona megathrust yang biasanya menjadi sumber terjadi gempa megathrust yang berkekuatan besar.
Selain zona subduksi, Indonesia juga memiliki tiga segmentasi megathrust yang berada di Samudera Hindia atau selatan Jawa. Tiga segementasi megathrust tersebut yakni segmen Selat Sunda-Banten, Segmen Jawa Barat-Jawa Tengah, dan Segmen Jawa Timur. Ketiga segmen ini sangat perlu diwaspadai mengingat jumlah penduduk di wilayah Jawa yang banyak dan padat.
Gempa yang terjadi di zona segmen megathrust tersebut berpotensi menimbulkan dampak yang cukup besar, bahkan bisa memicu gelombang tsunami.
Salah satu segmen megathrust yang perlu diwaspadai ialah Zona Megathrust Selat Sunda. Selain karena lokasinya yang berada di wilayah laut, segmen tersebut juga berdekatan dengan gunung api aktif yaitu Gunung Anak Krakatau.
Apa Itu Zona Megathrust Selat Sunda?
Zona Segmen Megathrust Selat Sunda berada di Samudera Hindia di selatan Bengkulu, Lampung, hingga selatan Jawa Barat. Zona ini memiliki panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) sepanjang 4 cm per tahun.
Menurut BMKG, aktivitas Zona Megathrust Selat Sunda masih menjadi ancaman bahaya terbesar yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Berdasarkan data BMKG, sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar lagi di segmen Megathrust Selat Sunda sehingga zona ini menyimpan energi yang cukup dahsyat.
Di zona megathrust, lempeng samudera yang berat bergerak menunjam ke bawah lempeng benua yang lebih ringan. Pergerakan ini menciptakan medan tegangan pada jalur subduksi dan akan terus bertambah hingga mencapai titik kritis. Pada akhirnya, terjadi pelepasan energi dalam bentuk gempa bumi.
Apabila energi tersebut tidak dilepaskan dalam waktu yang lama, maka kekuatannya akan terakumulasi menjadi potensi pelepasan energi yang besar dan menimbulkan gempa besar pula.
Hal ini yang menjadi kekhawatiran BMKG terhadap segmen Zona Megathrust Selat Sunda yang belum melepaskan energi besar atau gempa besar dalam ratusan tahun terakhir.
Dikhawatirkan, energi yang ada di Segmen Megathrust Selat Sunda terakumulasi dan mencapai titik kritis yang tidak dapat diprediksi dan melepaskan gempa besar.
Dikutip dari Antara, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, pada Senin (12/8/2024) menyampaikan bahwa Segmen Megathrust Selat Sunda memiliki potensi seismik gap mencapai 8,7 Magnitudo.
Sebagai perbandingan, gempa megathrust Sumatra yang menyebabkan tsunami Aceh pada 2004 memiliki kekuatan magnitudo 9,1.
Sementara gempa megathrust yang melanda Mentawai tahun 2010 berkekuatan magnitudo 7,7. Adapun gempa megathrust di selatan Jawa Barat yang memicu tsunami Pangandaran pada 2006 berkekuatan magnitudo 7,7.
Untuk mengantisipasi dan memimalisir dampak dari potensi gempa besar megathrust Selat Sunda, BMKG telah memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).
Sistem ini digunakan untuk monitoring, prosesing, dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dengan lebih cepat dan akurat.
Sensor-sensor sistem InaTEWS berada di berbagai titik strategis di darat dan laut. Selain itu, sistem ini juga telah terintegrasi antar-instansi pemerintah.
Penulis: Bintang Pamungkas
Editor: Balqis Fallahnda & Iswara N Raditya