tirto.id - Tanggal 23 Juli 2001, terjadi peristiwa yang menjadi sejarah dalam perjalanan perpolitikan di Indonesia. Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mengeluarkan maklumat atau Dekrit Presiden 23 Juli 2001. Lantas, bagaimana kronologi, isi, tujuan, dan apa saja dampak yang ditimbulkan?
Maklumat yang dikeluarkan Presiden Gus Dur pada 23 Juli 2001 atau era setelah reformasi merupakan dekret kedua dalam sejarah pemerintahan di tanah air. Jauh sebelumnya, tanggal 5 Juli 1959, Sukarno yang merupakan Presiden RI pertama juga melakukan hal serupa kendati dalam konteks yang berbeda.
Pada intinya, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh Bung Karno berisi tentang pembubaran Konstituante, diberlakukannya kembali UUD 1945, tidak berlakunya lagi UUD 1950, serta dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Sejarah dan Latar Belakang Dekrit Presiden 23 Juli 2001
K.H. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai Presiden RI sejak 20 Oktober 1999, menggantikan B.J. Habibie yang sebelumnya naik menjadi presiden setelah lengsernya Soeharto akibat gerakan Reformasi 1998 yang sekaligus mengakhiri rezim Orde Baru.
Selain dikenal sebagai seorang yang cerdas, Gus Dur juga sosok yang unik dan kerap memantik kontroversi, tidak terkecuali saat menjabat sebagai presiden. Sejumlah kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur dianggap kurang populer sehingga seringkali mendapatkan tentangan dari sejumlah pihak. termasuk dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Kebijakan awal Gus Dur yang menimbulkan polemik adalah dibubarkannya Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Menurut Presiden Gus Dur, dua departemen itu lebih banyak menimbulkan kerugian lantaran banyak praktek yang tidak baik alih-laih mendatangkan manfaat bagi rakyat.
Greg Barton dalam Biografi Gus Dur (2010) menuliskan, penutupan kedua departemen tersebut dinilai kontroversial yang membuat presiden kehilangan popularitas di kalangan tertentu. DPR bereaksi keras karena menganggap Gus Dur tidak berkonsultasi terlebih dulu sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut.
Akibatnya, DPR mengeluarkan hak interpelasi guna meminta keterangan kepada Presiden Gus Dur. Tanggal 18 November 1999, di hadapan DPR, Gus Dur bersikukuh tidak akan mencabut apa yang sudah diputuskannya. Bahkan, Gus Dur menyebut DPR sebagai “Taman-Taman Kanak”.
Dikutip dari Kabinet-Kabinet Republik Indonesia dari Awal Kemerdekaan sampai Reformasi (2003) karya P.N.H Simanjuntak, ucapan Gus Dur tersebut dianggap melecehkan DPR. Sejak saat itulah perseteruan antara presiden dan parlemen semakin meruncing.
Rentetan kejadian berikutnya kian memperparah relasi antara Gus Dur dan DPR sehingga kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang kala itu dipimpin oleh Amien Rais memutuskan akan menggelar Sidang Istimewa (SI) untuk mencabut mandat presiden. Gus Dur tidak tinggal diam.
Tujuan dan Kronologi Dekrit Presiden 23 Juli 2001
Rencana pelengseran Gus Dur mendapat perlawanan dari banyak pihak, terutama dari kaum Nahdliyin, lantaran, DPR maupun MPR dianggap tidak bisa membuktikan kesalahan Gus Dur secara konstitusional, termasuk dalam perkara Buloggate dan Bruneigate.
Pada intinya, tujuan Presiden Gus Dur mengeluarkan maklumat beberapa jam sebelum SI MPR adalah demi menjaga stabilitas negara di tengah situasi politik yang semakin panas. Gus Dur tidak ingin terjadi gejolak dan potensi perang saudara dengan menahan ratusan ribu pendukungnya untuk tidak berangkat ke Jakarta.
Lewat tengah malam hari Senin tanggal 23 Juli 2001 tepat pukul 01.05 WIB dini hari, Presiden Gus Dur mengeluarkan maklumat di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam pidatonya, Presiden Gus Dur menyatakan akan memberlakukan dekret.
Meskipun itu bukan tindakan yang menyenangkan, tetapi sebagai presiden, Gus Dur harus mengambil tindakan untuk keselamatan negara. Dikutip dari Hari-Hari Terakhir Gus Dur di Istana Rakyat (2009) yang disusun oleh Andreas Harsono dan kawan-kawan, Presiden Gus Dur meminta agar TNI dan Polri mengamankan pelaksanaan dekret.
Pernyataan Isi Dekrit Presiden 23 Juli 2001
Isi lengkap Dekrit Presiden 23 Juli 2001 dibacakan oleh salah satu Juru Bicara Presiden Gus Dur yaitu Yahya C. Staquf, berbunyi:
- Membekukan MPR dan DPR.
- Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggaran Pemilu dalam waktu satu tahun.
- Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.
Dampak Dekrit Presiden 23 Juli 2001
Hanya 8 jam setelah Presiden Gus Dur mengumumkan dekret, MPR melakukan sidang. Sidang Istimewa MPR ini memberikan dampak terhadap Gus Dur terkait jabatannya sebagai presiden. Beberapa dampak dari Dekrit Presiden 23 Juli 2001 antara lain:
- Pencabutan mandat dan pemberhentian Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia.
- Penetapan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden.
- Perubahan sistem pemerintahan presidensial.
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya