Menuju konten utama

Sejarah Jugun Ianfu pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia

Jugun ianfu Indonesia mengalami masa suram menjadi budak seks para tentara Jepang. Simak sejarah singkat jugun ianfu dan bedanya dengan karayuki-san.

Sejarah Jugun Ianfu pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia
Ilustrasi jugun ianfu Indonesia. Foto/crazydreamer.blog.uns.ac.id

tirto.id - Jugun ianfu istilah ini mengacu pada perbudakan seks yang diatur oleh pemerintah Jepang saat Perang Dunia Kedua. Termasuk untuk jugun ianfu Indonesia, perempuan lokal dipaksa menjadi pelayan seksual untuk para tentara Jepang. Selain untuk menghibur, keberadaan mereka diyakini bisa meningkatkan kinerja dan moral.

Pengertian jugun ianfu digunakan untuk merujuk pada keberadaan wanita penghibur yang terlibat dalam perbudakan seks. Mereka ditempatkan di wilayah jajahan yang sudah dikuasai pihak Jepang. Para jugun ianfu diambil dari perempuan lokal yang dipaksa untuk melakukan itu semua.

Mengutip Antara, Dr. Hirfumi Hayashi dari Universitas Kanto Gakui mengemukakan, praktik jugun ianfu di Indonesia dan lainnya berlangsung dalam kurun 1942-1945. Perempuan jugun ianfu selain dari Indonesia juga termasuk orang Jepang, Korea, Tiongkok, Malaya (Malaysia dan Singapura), Thailand, Filipina, Myanmar, Vietnam, India, Eurasia, Belanda, dan penduduk kepulauan Pasifik. Jumlahnya sekira 20.000 - 30.000 perempuan yang tersebar di banyak rumah bordil pangkalan militer, namun dijalankan penduduk setempat.

Sejarah Jugun Ianfu di Indonesia

Sejarah jugun ianfu pada masa penjajahan Jepang di Indonesia tidak lepas dari penerapan praktik ini di berbagai kawasan Asia Pasifik. Penelitian berjudul Upaya Masyarakat Indonesia dalam Memperjuangkan Keadilan Jugun Ianfu Tahun 1997-1997 oleh Universitas Jember, pemerintah Jepang sudah menjalankan aktivitas jugun ianfu di semua kawasan Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, pada 1942-1945.

Pada masa itu, Indonesia dalam kondisi yang sangat miskin hingga masyarakat sulit untuk memperoleh makan. Awal penjajahan Jepang di Indonesia, kehidupan para jugun ianfu sebenarnya sudah terjamin. Mereka mendapatkan makanan bergizi, obat-obatan, dan sebagainya.

Pada 1943 terjadi krisis persediaan makanan yang jumlahnya menurun. Hal ini menyebabkan pemerintah Jepang melakukan penjatahan makanan sangat ketat bagi jugun ianfu Indonesia. Alhasil kebijakan tersebut memicu penyiksaan terhadap para jugun ianfu, baik secara fisik maupun psikologis.

Saat itu, diperkirakan ada lebih dari 40 rumah hiburan yang didirikan oleh Jepang di Indonesia. Perempuan jugun ianfu ini dikumpulkan dengan penjagaan militer yang cukup ketat.

Mereka harus menunggu tamu dan dipaksa menjadi budak seks. Meski melayani hampir setiap hari, para jugun ianfu tidak pernah dibayar. Banyak tamu yang memperlakukan jugun ianfu dengan kasar dan tidak manusiawi.

Tidak sedikit jugun ianfu yang akhirnya sakit secara fisik maupun mental. Mereka juga harus melakukan pemeriksaan rutin di rumah sakit dan menjalani pengobatan. Jika ada yang hamil, mereka harus menggugurkan kandungannya.

Usai angkat kaki dari Indonesia pada 1945, Jepang lantas melepaskan para jugun ianfu. Ada beberapa yang dikembalikan ke wilayah asalnya masing-masing. Banyak pula jugun ianfu posisinya saat itu jauh dari tempat asalnya

Jugun ianfu ditelantarkan dalam keadaan menyedihkan. Ada beberapa catatan merangkum banyaknya masalah yang dirasakan oleh para jugun ianfu. Catatan ini dikemukakan oleh Eka Hindra dan Koichi Kimura yang menulis buku Momoye, Mereka Memanggilku:

1. Jugun ianfu memiliki kesehatan yang benar-benar buruk

Hal itu terjadi karena mereka mengalami kekerasan fisik, psikologis, dan seksual. Sebagian jugun ianfu juga meninggal karena tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai.

2. Trauma berat

Trauma berat dirasakan akibat perbudakan seks yang dilakukan oleh Jepang. Mereka menjalani semua itu pada usia yang masih benar-benar muda.

3. Tekanan sosial

Sebagian masyarakat menilai sinis mantan jugun ianfu. Mereka dianggap bekas pelacur.

4. Tertekan secara psikis

Psikis mereka juga ikut tertekan setelah mendapatkan perlakuan tidak manusiawi selama menjadi jugun ianfu.

5. Hidup dalam keadaan miskin

Sebagian besar perempuan jugun ianfu hidup dalam kondisi miskin. Mereka tidak diberikan akses pada dunia kerja karena alasan bekas pelacur.

Perbedaan Jugun Ianfu dengan Karayuki-san

Jugun ianfu dan karayuki-san memiliki kesamaan makna yaitu perempuan penghibur. Karayuki-san telah dikenal lebih dahulu oleh orang Jepang ketimbang jugun ianfu yang muncul lebih belakangan.

Karayuki-san adalah sebutan untuk pelacur dari perempuan Jepang yang menjajakan diri di luar negeri. Mereka eksis sepanjang zaman Meiji kurun waktu 1868 - 1912 hingga jelang Perang Dunia II. Persebaran mereka cukup luas, termasuk ke Indonesia.

Menurut buku Karayuki-san, Kodansha Encyclopedia of Japan IV (1983), karayuki-san ditemukan sampai ke Siberia, Manchuria, China, Pasific Selatan, Asia Tenggara, Amerika hingga Afrika usai Restorasi Meiji pada 1868. Kebanyakan perempuan yang menjadi karayuki-san berasal dari Kyushi bagian barat, terutama wilayah Amakusa.

Perbedaan mendasar jugun ianfu dengan karayuki-san adalah asal dari si perempuan penghibur. Jugun ianfu rata-rata diambil dari perempuan lokal di tanah jajahan dan karayuki-san adalah orang Jepang. Namun, sebagian jugun ianfu juga sebelumnya menjadi karayuki-san.

Perbedaan selanjutnya, meski sama-sama jugun ianfu, perempuan mantan karayuki-san mempunyai kedudukan lebih tinggi dari perempuan lokal di wilayah jajahan. Mantan karayuki-san bahkan kerap menjadi mucikari untuk mengelola tempat hiburan.

Adapun jugun ianfu dari perempuan di wilayah jajahan berada di kasta terendah. Mereka yang harus melayani nafsu seksual para tentara dari kalangan mana saja. Mereka tidak diberikan hak dalam memiliki para tamu yang harus dilayani.

Baca juga artikel terkait JUGUN IANFU atau tulisan lainnya dari Marhamah Ika Putri

tirto.id - Edusains
Kontributor: Marhamah Ika Putri
Penulis: Marhamah Ika Putri
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar