tirto.id - Perbudakan merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat zaman dulu. Bahkan, perbudakan hampir dikenal dalam semua peradaban dan masyarakat kuno. Namun, kini zaman telah berubah. Lantas, apa pengertian perbudakan dan contohnya di dunia, serta bagaimana sejarah perbudakan di Indonesia?
Deretan masyarakat kuno pernah menerapkan praktik perbudakan, seperti Sumeria, Mesir Kuno, Cina Kuno, Imperium Akkad, Asiria, India Kuno, Yunani Kuno, Kekaisaran Romawi, Khalifah Islam, orang Ibrani di Palestina, warga asli Amerika, dan lain sebagainya.
Salah satu contoh praktik perbudakan yang cukup terkenal dalam sejarah dunia terjadi di Mesir. Kaum budak dijadikan sebagai tenaga kerja untuk membangun piramid, kuil, istana, dan lainnya.
Praktik perbudakan di dunia bahkan masih berlangsung di zaman modern, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada abad ke-18 dan 19. Begitu pula yang dilakukan oleh bangsa-bangsa kolonial Eropa terhadap bangsa-bangsa lain yang menjadi jajahan mereka.
Pengertian dan Makna Istilah Perbudakan
Istilah budak dalam bahasa Inggris disebut dengan slave yang berasal dari kata slav. Menurut Encyclopædia Britannica, kata slav merujuk pada bangsa Slavia yang ditangkap dan dijadikan budak saat perang awal abad pertengahan (abad ke-5 hingga 15 Masehi).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), salah satu makna kata "budak" adalah "hamba" atau "jongos". Sedangkan "perbudakan" berarti "sistem segolongan manusia yang dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan golongan manusia yang lain."
Adapun perbudakan modern adalah tindakan kejatahan yang menguntungkan yang melanggar hak asasi manusia sehingga mempengaruhi individu, masyarakat, dan negara.
Tindak kejahatan tersebut bersifat laten dan sering dikelilingi oleh ketidakpahaman tentang aspek-aspek yang terkait dan bagaimana membedakannya dari bentuk kekerasan lain,
Di Indonesia, dalam konteks perbudakan modern, masalah ini juga diatur melalui perundang-undangan, yakni dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang atau UU 21/2007. Dalam UU tersebut dipaparkan mengenai pengertian perbudakan, yaitu:
“Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.”
Sejarah Perbudakan di Indonesia
Dikutip dari Modul Petunjuk Teknis dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, sejarah perbudakan di Indonesia sudah ada sejak abad ke-14 Masehi.
Pada kurun 1400-1700 M, ada orang-orang yang secara sukarela menyerahkan diri kepada penguasa, menjadi budak untuk membayar utang karena tidak mampu membayar maskawin, gagal panen atau sebab lainnya.
Anthony Reid melalui buku Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 (2011) juga mengungkapkan adanya praktik perbudakan di Indonesia pada masa lalu. Disebutkan, ada orang-orang yang beranggapan lebih baik menjual diri kepada orang lain demi mendapatkan makanan atau uang ketimbang mengemis.
Budak-budak pada masa itu dipekerjakan untuk membangun rumah atau istana kaum bangsawan atau para saudagar kaya. Praktik perbudakan yang pernah ada dalam sejarah Indonesia diketahui terjadi di Aceh, Banten, Batavia, dan banyak wilayah lainnya dengan jenis atau penerapan yang berbeda-beda.
Perbudakan di Nusantara semakin kentara pada masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau kompeni Belanda yang menaklukkan Jayakarta pada 1619. Oleh orang-orang asing itu, nama Jayakarta kemudian diganti Batavia yang menjadi pusat pemerintahan VOC.
VOC membutuhkan tenaga kerja untuk membangun benteng, loji, jalan, gedung pemerintahan, pasar, rumah-rumah para pejabat kompeni, jembatan dan berbagai garapan lainnya. Maka itu, didatangkan para budak dari berbagai tempat untuk mengerjakan proyek tersebut tanpa upah.
Tak hanya kaum pria, praktik perbudakan juga menimpa kaum perempuan. Di Batavia pada masa VOC, budak-budak perempuan didatangkan untuk kepentingan pribadi maupun bisnis.
Adolf Heuken SJ dalam Historical Sites of Jakarta (2007) mengungkapkan, budak perempuan dibutuhkan karena minimnya wanita asli Belanda, Tionghoa, atau Arab di Batavia. Pada abad ke-18, permintaan semakin tinggi sehingga harga jual budak perempuan muda bisa 2-3 kali lipat harga budak lelaki.
Kala itu, lanjut Heuken, selain untuk memuaskan kebutuhan biologis, budak perempuan juga disuruh untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga.opulasi yang rentan dan berisiko.
Perbudakan juga terjadi pada masa pendudukan Jepang di Indonesia yang berlangsung dari tahun 1942 hingga 1945. Kala itu dikenal istilah Romusha untuk para pekerja paksa, juga Jugun Ianfu terkait dengan perbudakan seks di koloni Jepang.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Iswara N Raditya