tirto.id - Peradaban lembah sungai Shindu (Indus) merupakan peradaban kuno yang pernah berkembang di kawasan sekitar aliran Sungai Indus dan Sungai Ghaggar-Hakra. Kawasan itu kini termasuk dalam wilayah Pakistan dan India barat.
Aliran Sungai Indus merupakan kawasan subur sehingga mendukung perkembangan peradaban itu di masa lalu. Muncul sekitar tahun 2800 sebelum masehi, peradaban lembah Sungai Indus tumbuh menjadi besar dengan masyarakat yang hidup dari pertanian.
Padi dan gandum merupakan tanaman utama yang dibudidayakan oleh masyarakat lembah Sungai Indus. Masyarakat lembah Sungai Indus juga beternak sapi, kerbau, dan babi.
Mengutip buku India Kuno karya Maryani (2008: 7-10), wilayah tempat peradadan Lembah Sungai Indus diperkirakan seluas Pulau Jawa. Pusat terbesar peradaban ini berada di timur Sungai Indus, tidak jauh dari wilayah bekas aliran Sungai Sarasvati kuno.
Peradaban ini pernah menumbuhkan sejumlah kota besar. Dua kota kuno dari peradaban Lembah Sungai Indus yang paling terkenal adalah Mohenjo-Daro dan Harappa.
Mohenjo-Daro pernah berkembang menjadi seperti kota-kota legendaris lainnya pada masa ribuan tahun lalu di Mesopotamia, Mesir Kuno, dan Yunani Kuno. Kota ini pun pernah jadi salah satu pusat administrasi masyarakat Lembah Sungai Indus.
Wilayah kota tersebut berada di tengah-tengah antara Lembah Sungai Indus (barat) dan Ghaggar-Hakra (timur). Kini, kawasan itu termasuk bagian dari wilayah Provinsi Sindh, Pakistan.
Sementara kota Harappa, sebagaimana dinukil dari buku Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia karya Rizem Aizid (2018: 160-161), pada masa lalu terbangun di bantaran Sungai Ravi. Kawasan itu kini masuk dalam wilayah Provinsi Punjabi, sebelah timur laut Pakistan.
Hasil penelitian dengan metode uji karbon menunjukkan, Kota Harappa yang seluas 25 km persegi dibangun dan dihuni antara tahun 3300-1600 sebelum masehi. Harappa diperkirakan menampung 40-an ribu penduduk, jumlah yang besar pada masanya.
Penduduk pertama yang mendiami Lembah Sungai Indus adalah bangsa Dravida. Bangsa tersebut diduga menjadi perintis peradaban Kota Mohenjo-Daro dan Harappa. Bangsa Dravida termasuk dalam golongan ras australoid yang memiliki ciri fisik umumnya berkulit hitam, berambut ikal dan berbadan tegap. Namun, pengaruh mereka di Asia Selatan kemudian tergerus oleh invasi Bangsa Arya.
Peradaban Lembah Sungai Indus terbukti sudah menghasilkan kebudayaan yang maju. Hingga kini penggalian untuk meneliti peninggalan peradaban ini masih terus dilakukan. Berikut ini penjelasan tentang sejumlah aspek dari kebudayaan masyarakat Lembah Sungai Indus.
1. Tata Kota Peradaban Lembah Sungai Indus
Dikutip dari modulSejarah Kelas X oleh Suciati (2020:9), komunitas awal pembentuk peradaban Sungai Indus mulai mengembangkan pusat-pusat kota besar, sekitar tahun 2600 sebelum masehi.
Kota-kota besar di peradaban kuno tersebut seperti Harappa, Generiwala, Mohenjo-Daro, Dholvira, Kalibangan, Rakhigarkhi, Rupar, dan Loothal (sekarang India).
Hasil dari penggalian di wilayah bekas kota-kota kuno itu menunjukan tata perencanaan letak kota yang rapi, pemerintahan yang mengutamakan kesehatan masyarakat, dan adanya banyak fasilitas untuk ritual keagamaan.
Perencanaan kota yang rapi terlihat dari arsitektur tata bangunan, seperti adanya pusat galangan kapal, lumbung, gudang panggung, waduk, dan dinding-dinding pagar kota. Sistem sanitasi kota juga sudah tertata dengan baik. Ada pula bukti bahwa saat itu teknik hidrolik untuk mendapatkan air sumur sudah digunakan di beberapa kota seperti Harappa, Mohenjo-Daro, dan Rakhigarkhi.
Selain itu, sarana sanitasi juga sudah menggunakan teknik seperti yang digunakan di model toilet siram. Sisa-sisa dari pembuangan kemudian dialirkan melalui pipa menuju selokan pembuangan. Sebagian rumah masyarakat Lembah Sungai Indus pun sudah dilengkapi dengan sumur sendiri.
Dibandingkan kota-kota kuno Timur Tengah, kota-kota dari peradaban Lembah Sungai Indus bisa dibilang lebih maju dalam hal penataan sistem pembuangan dan drainase.
Dikutip dari artikel "Green History Dalam Buku Teks Sejarah" oleh Hena Gian Hermana yang terbit dalam Jurnal Historia terbitan UPI Bandung (Vol 2, No 1, 2018), bukti adanya penataan kota yang teratur jelas terlihat pada peninggalan sisa-sisa kota Mohenjo-Daro dan Harappa.
Jalan-jalan di dua kota tersebut sudah rapi dan lurus dengan lebar rerata sekitar 10 meter. Selain itu, terdapat trotoar di samping kanan maupun kiri jalan dengan lebar setengah meter.
Ada juga fasilitas pemandian besar di dekat lumbung atau balai. Terdapat tangga untuk turun ke arah kolam berlapis bata di dalam lapangan berderet tiang.
Sarana pemandian umum dilapisi tar alami di sisi dan tengah kolam untuk menghindari kebocoran. Pemandian umum berukuran 12 m x 17 m memiliki kedalaman 2,4 m diperkirakan sebagai sarana upacara keagamaan.
2. Sistem Pemerintahan Masyarakat Lembah Sungai Indus
Sistem pemerintahan masyarakat di peradaban lembah Sungai Indus tidak dapat diketahui secara pasti. Menurut sebagian arkeolog, melihat kesamaan bekas reruntuhan kota utama Mohenjo-Daro dan Harappa dengan artefak seperti tembikar, stempel, timbangan, dan batu-bata yang tersebar di seluruh 2 kota itu, Mohenjo-Daro dan Harappa diperkirakan berada di bawah satu otoritas ataupun pemerintahan yang sama.
Tata letak kedua kota menunjukan adanya dua wilayah pemukiman, yaitu pemukiman administratif dan wilayah kota. Wilayah administratif untuk pemukiman orang biasa, sedangkan wilayah kota adalah pusat pemerintahan yang dihuni oleh raja bersama para bangsawan.
Namun, sebagian arkeolog lainnya berpendapat, Mohenjo-Daro dan Harappa tidak diatur di bawah seorang penguasa. Artinya, 2 kota ini bisa jadi tumbuh tanpa otoritas sehingga semua warga kota memiliki status sosial yang sama.
3. Sistem Kepercayaan Masyarakat Lembah Sungai Indus
Sistem kepercayaan masyarakat kuno peradaban Lembah Sungai Indus bisa dilihat dari penemuan beberapa stempel yang memuat lambang swastika. Selain itu, terdapat agama-agama lain yang kemudian berkembang seperti Hindu, Budha, dan Jaina (agama Dharma).
Banyak stempel yang bergambar binatang seperti stempel dengan motif arca bertanduk dengan posisi kaki menyilang. Arca bertanduk dikelilingi oleh motif binatang-binatang. Para penggali kuno menamakan motif arca tersebut sebagai pasupati, yaitu dewa pelindung hewan peliharaan.
Hal tersebut, menunjukan unsur-unsur awal hinduisme yang sudah muncul di peradaban Lembah Sungai Indus. Dalam perkembangannya, unsur-unsur tersebut membentuk kepercayaan kepada dewa-dewi.
4. Peninggalan Masyarakat Lembah Sungai Shindu (Indus)
Masyarakat peradaban awal lembah Sungai Indus telah mengenal pengukuran jarak, massa, dan waktu. Mereka juga sudah mengenal beberapa teknik metalurgi untuk memproduksi tembaga, perunggu, dan timah.
Para ahli (insinyur atau tukang) masyarakat lembah Sungai Indus dapat membuat galangan kapal, macam-macam ukiran, stempel, tembikar, perhiasan emas, dan arca. Semua barang itu dibuat dengan perencanaan yang detail.
Beberapa benda yang ditemukan di tempat penggalian sisa-sisa peradaban Lembah Sungai Indus, di antaranya ialah arca wanita menari yang terbuat dari bahan emas, patung-patung hewan (sapi, burung, monyet, dan anjing), berbagai macam stempel, hingga patung setengah sapi-zebra yang megah. Patung sapi-zebra itu diperkirakan digunakan untuk acara keagamaan.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom