Menuju konten utama

Sanksi untuk SPBE Nakal Jangan Cuma Omon-Omon Saja, Pak Menteri

SPBE nakal tidak cukup hanya diberi sanksi teguran tapi harus ditindaklanjuti secara serius, atau perlu dilakukan tindak pidana.

Sanksi untuk SPBE Nakal Jangan Cuma Omon-Omon Saja, Pak Menteri
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading Pertamina berkomitmen mengawasi takaran isi tabung LPG. (FOTO/Pertamina)

tirto.id - Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag), berhasil mengungkap kecurangan sejumlah Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE). Seluruh tabung-tabung LPG 3 kg di SPPBE, ditemukan berada di bawah ketentuan volume.

Hasil pemeriksaan PKTN terhadap Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT) dan Satuan Ukuran di 12 SPBE dan SPPBE di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, menemukan tiap SPBE rata-rata gas LPG 3 kg hanya diisi 2,3-2,4 kg. Artinya isi tersebut telah dikurangi hingga 700 gram.

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, langsung memimpin ekspose penemuan tersebut memastikan segala kecurangan terhadap gas LPG 3 kg akan ditindak tegas. Sebab, masalah ini sangat penting karena menyangkut hajat hidup rakyat banyak dan menyangkut masyarakat kecil.

"Kami akan cek setiap provinsi, tidak main-main. Untuk dua sampai tiga bulan ini, kami gunakan pendekatan administratif. Namun, jika ditemukan unsur pidana, akan kami laporkan ke pihak berwajib,” kata Zulhas di SPBE Kawasan Koja, Jakarta Utara, Senin (27/5/2024).

Pada Sabtu, (25/5/2024) sebelumnya, Zulhas juga memimpin ekspose di Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kedua ekspose ini menjadi bagian dari hasil pengawasan dilakukan Kemendag di bawah Ditjen PKTN.

Pembelian gas dengan syarat KTP mulai efektif Juni 2024

Pekerja melakukan bongkar muat gas elpiji 3 kg bersubsidi di Jakarta, Jumat (24/4/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/nym.

Dari hasil pengawasan tersebut, ditemukan ketidaksesuaian pelabelan dan kebenaran kuantitas terhadap produk gas LPG 3 kg dengan proyeksi potensi kerugian mencapai Rp18,7 miliar per tahun.

Zulhas meminta kepada para pelaku usaha agar menjalankan usaha dengan jujur. Dia berharap agar SPBE dan SPPBE terus menjaga standar kuantitas seperti yang tertera di tabung LPG. Hal ini tidak hanya berlaku untuk tabung 3 kg saja, tetapi juga untuk tabung LPG ukuran 12 kg dan 50 kg.

"Saya minta para pelaku usaha di stasiun pengisian LPG untuk berlaku jujur. Pastikan jika konsumen membeli elpiji 3 kg, yang mereka terima sesuai dengan takaran. Jangan merugikan banyak orang,” kata dia.

Zulhas juga mendorong agar bupati dan wali kota turut memastikan kesesuaian kuantitas isi tabung LPG 3 kg yang beredar di masyarakat sehingga pemerintah daerah menjalankan upaya perlindungan konsumen.

Dalam kesempatan sama, Dirjen PKTN, Moga Simatupang, menjelaskan umumnya terdapat residu di dalam tabung gas sehingga gas yang masuk tidak sampai 3 kg. Tabung gas kosong beratnya 5 kg. Jika diisi dengan gas 3 kg seharusnya berat total 8 kg.

"Prosedur operasional standarnya adalah residu harus dibuang. Namun, sejumlah pelaku usaha tidak membuang residu di tabung gas," ujar Moga.

Dari kejadian ini, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Pertamina terkait temuan BDKT produk gas LPG 3 kg tersebut yang telah dilakukan pengamanan berupa penyegelan. Tujuannya, agar produk tersebut tidak dapat digunakan terlebih dahulu sebelum dilakukan perbaikan prosedur standar.

Pertamina Beri Sanksi Teguran & Pencabutan Izin Usaha

Menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut, Pertamina Patra Niaga langsung melakukan penertiban operasional SPBE. Pertamina memberikan surat teguran kepada 12 SPBE yang pada pemeriksaan tersebut disinyalir terdapat tabung-tabung berisi gas di bawah ketentuan volume.

Direktur Pemasaran Regional Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo, mengatakan pemberian sanksi berupa surat teguran dimaksudkan agar para pengusaha SPBE segera menindaklanjuti temuan-temuan hasil pemeriksaan. Jika tidak dilakukan perubahan, maka akan diberikan sanksi yang lebih berat.

"Dan tidak menutup kemungkinan pencabutan izin usaha jika kesalahan terus dilakukan," ujar dia dalam keterangan tertulis, dikutip Senin.

HEader Pertamina III 10

Apresiasi PT Pertamina (Persero) terhadap pemerintah melalui Kementrian Keuangan dalam percepatan pembayaran dana kompensasi BBM. foto/pertamina

Sanksi terhadap pelanggaran tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, Pasal 166 ayat (1) dan (2).

PP tersebut mengatur pelaku usaha yang mengemas atau membungkus barang, memproduksi, atau mengimpor BDKT untuk diperdagangkan wajib mencantumkan kuantitas pada kemasan dan/atau label serta wajib menjamin kebenaran kuantitas yang tercantum dalam kemasan dan/atau label.

Sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yaitu sanksi administratif secara bertahap sampai dengan pencabutan perizinan berusaha.

"Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk memberikan tindakan tegas bagi seluruh lembaga penyalur dan Mitra Kerja yang menyalahi aturan," tegas Mars Ega.

SPBE Nakal Harus Proses Pidana

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra, mengatakan, SPBE nakal tidak cukup hanya diberi sanksi teguran dan pencabutan izin usaha saja. Tapi harus ditindaklanjuti secara serius, atau bahkan perlu dilakukan tindak pidana.

"Kami dari Energy Watch merekomendasikan pemerintah menindak tegas dan tanpa ampun bagi oknum yang nakal," ujar dia kepada Tirto, Senin.

Dia menuturkan, segala bentuk penyelewengan dana bantuan sosial (subsidi LPG) itu dapat dijatuhi hukuman berdasarkan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011, dan (2) mengenai penimbunan bantuan sosial dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dihukum menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016.

Aturan tersebut berbunyi: setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh karyawan, maka selain dihentikan sebagai pegawai juga perlu diproses secara pidana. Langkah ini paling efektif agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

"Untuk penjeraan agar oknum pegawai lain tidak melakukannya," ujar Abdul dia kepada Tirto, Senin

Walaupun begitu, Abdul Fickar, mengakui, tetap perlu dilihat terlebih dahulu proses kejadiannya, apakah terjadi secara sistemik artinya tercampur sejak pengisian dari pusat, atau insidental peran orang-orang yang mencampur di lapangan

"Jika karena sebab sistemik, maka harus ada perbaikan sistem pengisian agar terhindar dari percampuran. Jika perbuatan oknum, maka selain diberhentikan sebagai pegawai juga diproses secara pidana," pungkas Abdul.

DPR akan Panggil Pertamina

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, justru berencana untuk memanggil pihak Pertamina. Pemanggilan ini dilakukan untuk meminta penjelasan serta tindakan tegas yang akan dilaksanakan pemerintah kepada SPBE nakal tersebut.

"Karena hal ini menyangkut perlindungan konsumen dan penggunaan subsidi pemerintah. Komisi VII akan menindaklanjuti temuan untuk mengetahui sejauh mana kerugian negara akibat penggunaan subsidi negara yang tidak tersalurkan semestinya," ujar Eddy kepada Tirto, Senin.

Lebih lanjut, Eddy mengatakan dalam kasus ini memang perlu ada pengawasan menyeluruh dari hulu ke hilir. Pertama dari penyaluran LPG Pertamina ke tangki yang akan menyuplai SPBE. Kedua dari pengisian SPBE ke ke dalam tabung untuk disalurkan ke agen.

Pembelian gas dengan syarat KTP mulai efektif Juni 2024

Pekerja melakukan bongkar muat gas elpiji 3 kg bersubsidi di Jakarta, Jumat (24/4/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/nym.

Namun, menurut Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, pengawasan berlapis juga tak ada gunanya jika tidak ada tindakan. Karena ketegasan dalam menindak, menurutnya jauh lebih penting.

"Dalam hal ini agar masyarakat melihat bahwa pemerintah hadir dalam menindak pengusaha nakal di satu sisi dan ada efek jeranya di sisi lain," ujar Ronny kepada Tirto, Senin.

Ronny sendiri bahkan khawatir ada orang dalam yang main, atau menikmati keuntungan haram dari malpraktek semacam itu. Karena itulah begitu sulit untuk diberantas.

"Kekhawatiran tersebut hanya bisa ditepis dengan tindakan tegas, yakni ada pihak yang dikenai sanksi tegas," ujar Ronny.

Lebih lanjut, dia menilai pengawasan hanya separuh dari tugas pembenahan dan pemberantasan SPBE nakal. Separuh lagi adalah penindakan tegas tanpa pandang bulu. Jika tidak, maka praktek semacam itu, dikhawatirkan akan terus berlanjut dan akan terus menyedot keringat konsumen dengan cara yang curang.

Baca juga artikel terkait TABUNG GAS 3 KG atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin