Menuju konten utama

Menilik Revisi UU Polri Berikan Wewenang Penyadapan ke Polisi

UU Polri seharusnya mengatur masalah kelembagaan saja, bukan masalah kewenangan kepolisian seperti penyadapan.

Menilik Revisi UU Polri Berikan Wewenang Penyadapan ke Polisi
Refleksi sejumlah anggota Polisi saat mengikuti apel kesiapan pengamanan Pemilu 2024 di lapangan eks Bandara Selaparang, Mataram, NTB, Senin (5/2/2024). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa.

tirto.id - Wacana revisi UU Polri mengemuka di tengah sejumlah rangkaian upaya revisi undang-undang yang dilakukan DPR RI menjelang akhir masa kerjanya. Sejumlah pihak menyoalkan keberadaan di tengah deretan upaya revisi undang-undang setelah Prabowo Subianto menang Pilpres 2024.

Dalam salah satu poin yang disorot adalah pemberian wewenang penyadapan kepada kepolisian. Hal itu terungkap dalam pasal 14 ayat 1 poin yang menyatakan bahwa Polri mendapatkan wewenang penyadapan.

"Melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian sesuai dengan undang-undang yang mengatur tentang penyadapan," bunyi pasal tersebut sebagaimana dikutip dalam draf yang diterima.

Rencana ini tentu menimbulkan pro kontra, apalagi undang-undang yang mengatur soal penyadapan masih belum selesai. Sebagai catatan, RUU Penyadapan sampai saat ini masih tertahan di DPR sejak digulirkan pada 2023 lalu.

Peneliti KontraS, Hans G. Yosua, menyoroti beberapa alasan pemberian kewenangan penyadapan kepada polisi tidak tepat. Pertama, mereka melihat tidak ada urgensi penyadapan diatur di UU Polri. Ia beralasan, UU Polri mengatur masalah kelembagaan, bukan masalah kewenangan kepolisian.

"Seharusnya dia mengatur tentang kelembagaan organisasi polri. Nah, penyadapan itu kan dilakukan dalam rangka, dalam konteks penanggulangan tindak pidana. Maka seharusnya penyadapan diatur di undang-undang yang berhubungan dengan penanggulangan, penanganan tindak pidana, bukan di undang-undang yang secara khusus mengatur tentang kelembagaan institusi negara," kata Hans kepada Tirto, Rabu (22/5/2024).

Hans menambahkan, upaya penyidikan memang bisa menggunakan penyadapan, tetapi bukan satu-satunya metode. Ia menilai penambahan wewenang justru menjadi alat pembenaran atas tindakan penyadapan. Padahal, Hans menilai perlu ada regulasi khusus mengenai penyadapan.

Saat ini, Indonesia belum memiliki aturan tentang penyadapan tetapi kepolisian malah mendapatkan wewenang penyadapan. Ia beralasan, tanpa pengaturan yang jelas dapat memicu pelanggaran HAM dan privasi warga.

Selain itu, Hans mengingatkan bahwa penyadapan yang dilakukan saat ini memiliki standar berbeda-beda di setiap lembaga penegak hukum. Ia mengakui perlu ada pengaturan lembaga mana yang mendapat penyadapan, tahapan penindakan penyadapan hingga objek maupun alat yang digunakan dalam penyadapan.

Hans pun menilai pengaturan semakin penting karena sudah ada lembaga yang menggunakan maupun contoh kasus urgensi penggunaan metode penyadapan. Ia mencontohkan pada kasus terorisme maupun upaya pencarian intelijen.

Di sisi lain, lembaga yang bisa menggunakan penyadapan saat ini adalah KPK. Kewenangan penyadapan kini harus mendapat izin Dewan Pengawas (Dewas) KPK, sementara kepolisian tanpa pengaturan spesifik.

"Oleh karena itu kami sepakat bahwa seharusnya penyadapan dibuat undang-undang sendiri, bukan diatur di dalam undang-undang, lembaga, atau institusi tertentu sehingga menimbulkan standarisasi berbeda," kata Hans.

Hans khawatir pemberian wewenang penyadapan tanpa pengaturan penyadapan akan memicu penyalahgunaan wewenang.

"Jangan sampai penyadapan yang seharusnya dilakukan dalam rangka penanggulangan tindak pidana tapi justru dilakukan untuk tujuan lain dalam tanda kutip," kata Hans.

Apel gelar pasukan Operasi Ketupat 2024

Personel Korps Brimob Mabes Polri memeriksa kelengkapan senjata saat apel gelar pasukan Operasi Kepolisian Terpusat Ketupat 2024 di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Rabu (3/4/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.

Sementara itu, peneliti ISESS Bambang Rukminto menilai kewenangan penyadapan kepolisian seharusnya diatur dalam rangka penegakan hukum dari izin pengadilan. Ia menilai, masalah penyadapan harus diatur dalam undang-undang sendiri.

"Bila tak diatur lebih dulu dalam UU Penyadapan, potensi penyalah gunaan wewenang itu akan sangat besar. Resikonya tentu akan mengganggu rasa aman dan nyaman publik yang bisa mengarah menjadi alat kontrol masyarakat," kata Bambang, Rabu (23/5/2024).

Bambang menekankan, NKRI ini bukan negara polisi (police state) dimana institusi pemerintah bisa mengontrol secara ekstrem kebebasan warganya, yang mengarah pada bentuk negara fasis.

Oleh karena itu, pengaturan kewenangan tentang penyadapan perlu diatur lebih ketat. Ia pun menilai kewenangan penyadapan tidak bisa diberikan langsung kepada kepolisian, sementara sistem kontrol dan pengawasan belum bisa dipastikan berjalan dengan baik.

Selain itu, Bambang mengingatkan bahwa fungsi penyadapan berkaitan dengan keamanan dan kedaulatan negara. Selama ini, kata Bambang, fungsi itu dilakukan oleh BIN.

"Bila tidak diatur dalam UU Penyadapan lebih dulu, resikonya adalah tumpang tindih kewenangan. Yang lebih penting daripada memberi kewenangan pada kepolisian sendiri terkait penyadapan, lebih baik mengatur mekanisme transfer data antar lembaga," kata Bambang.

Selain itu, Bambang menilai bahwa permasalahan bukan hanya soal penyadapan, melainkan perlu pembahasan undang-undang keamanan nasional.

"Kalau mau lebih serius lagi juga perlu segera dibahas soal UU Keamanan Nasional. UU Penyadapan itu hanya terkait dengan proses penyadapan, tetapi kalau soal device penyadapan tak juga diatur apakah tak beresiko bahwa kita juga disadap pihak lain produsen alat sadap tersebut," kata Bambang.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari, mengakui poin itu diharapkan diperbaiki. Ia menilai ketentuan penyadapan mengacu pada undang-undang.

"Kemarin sudah saya berikan masukan dan juga sudah diperbaiki rumusannya. Kewenangan penyadapan dimiliki Polri namun tetap harus mengacu pada undang-undang yang mengatur penyadapan sebagaimana perintah putusan Mahkamah Konstitusi," kata Taufik kepada Tirto, Rabu (23/5/2024).

Selain itu, Taufik berharap agar pembahasan rumusan normanya tidak berubah yakni tetap merujuk pada UU Penyadapan. Taufik pun berharap agar penyadapan mengikuti undang-undang.

"RUU Polri ini rencananya akan dibahas oleh Komisi III bersama pemerintah setelah disetujui menjadi RUU usulan DPR. Polri bisa memiliki kewenangan penyadapan sepanjang mengikuti pembatasan yang nantinya ditentukan undang-undang terutama terkait akuntabilitas penyadapannya," kata Taufik.

Baca juga artikel terkait UU POLRI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto