Menuju konten utama

Ringkasan Novel Baruang Kanu Ngarora, Bercerita Soal Apa?

Baruang Kanu Ngarora merupakan novel Sunda pertama di Indonesia. Simak ringkasan cerita, tokoh, dan amanat novel Baruang Kanu Ngarora, di bawah ini.

Ringkasan Novel Baruang Kanu Ngarora, Bercerita Soal Apa?
Novel Baruang Kanu Ngarora.

tirto.id - Baruang Kanu Ngarora merupakan novel Sunda pertama yang pertama kali dirilis pada 1914 oleh penerbit Balai Pustaka (Commissie voor de Volkslectuur). Dengan judul lain Racun bagi Muda-Mudi, novel ini tergolong monumental, terutama dalam perkembangan sastra Sunda. Lantas, siapa yang mengarang novel Baruang Kanu Ngarora?

Pengarang novel Baruang Kanu Ngarora adalah Daeng Kanduruan Ardiwinata. Tini Kartini dalam buku Daeng Kanduruan Ardiwinata Sastrawan Sunda (1979) menjelaskan, D.K. Ardiwinata merupakan sastrawan yang memelopori penyusunan peraturan ejaan bahasa Sunda dengan karya Palanggeran Nuliskeun Aksara Sunda ku Aksara Walandu.

Novel Baruang Kanu Ngarora sangat cocok dijadikan bahan belajar dalam menulis resensi, utamanya di sekolah. Dengan menyusun resensi novel Sunda Baruang Kanu Ngarora, siswa dapat belajar menyusun ulasan kritis dan analitis terkait perkembangan awal sastra Sunda.

Ringkasan Cerita Novel Kanu Ngarora

Dinukil dari buku Daeng Kanduruan Ardiwinata Sastrawan Sunda (1979) oleh Tini Kartini, berikut ringkasan cerita novel Baruang Kanu Ngarora.

Novel Baruang Kanu Ngarora mengisahkan kehidupan Nyi Rapiah, anak dari Haji Abdul Raup yang cantik jelita. Ia kemudian menikah dengan Ujang Kusen. Alih-alih hidup bahagia, hubungan mereka terguncang sejak hadirnya Aom Usman, bangsawan muda yang menggoda Nyi Rapiah.

Aom Usman berusaha mencuri hati Nyi Rapiah. Akan tetapi, usahanya gagal. Nyi Rapiah menolak untuk melarikan diri dari pesta ngunduh mantu pernikahannya dengan Ujang Kusen.

Ujang Kusen membawa Nyi Rapiah ke Sekeawi untuk merintis usaha, membeli kebun kopi, dan berdagang. Usaha mereka berdua sukses. Namun demikian, Nyi Rapiah tidak betah dan merindukan gaya hidup mewah kota, juga Aom Usman.

Suatu hari, saat Ujang Kusen pergi memetik kopi, si Abdullah, utusan Aom Usman, membujuk Nyi Rapiah untuk lari ke kota. Nyi Rapiah setuju untuk kembali ke kota, bertemu Aom Usman, yang berjanji menikahinya setelah diceraikan oleh Ujang Kusen.

Dalam pelariannya, Nyi Rapiah membohongi orang tuanya bahwa dirinya disiksa oleh Ujang Kusen. Kedua orang tuanya pun memercayai apa yang dikatakan oleh sang putri.

Tak selang lama, Ujang Kusen datang menyusul, tetapi orang tua Nyi Rapiah tidak mengizinkannya mengambil kembali sang putri. Situasi demikian dimanfaatkan Aom Usman dengan menyuruh utusannya untuk meminta agar Nyi Rapiah diceraikan. Bangsawan muda tersebut berambisi mempersunting Nyi Rapiah.

Ujang Kusen akhirnya menyetujui permintaan cerai tersebut. Nyi Rapiah pun memutuskan menikah dengan Aom Usman.

Namun, tak disangka, pernikahan tersebut tidak disetujui oleh keluarga Aom Usman sebab Nyi Rapiah bukanlah anak bangsawan. Terlebih, Aom Uspan juga telah dipertunangkan dengan Agan Sariningrat, putri seorang wedana yang masih bertalian saudara.

Walaupun Aom Usman pada mulanya menolak, setelah bertemu dengan Agan Sariningrat, akhirnya ia setuju untuk menikahinya. Dengan demikian, Nyi Rapiah terpaksa harus menerima nasib untuk dimadu.

Ujang Kusen, yang sakit hati dengan Nyi Rapiah, terjerumus dalam kehidupan kriminal, berganti-ganti istri, dan berjudi. Orang tuanya pun mulai tak tahan melihat perilaku sang anak saat mencuri uang ayahnya sebesar lima ribu gulden.

Akibat ulahnya itu, Ujang Kusen dilaporkan pada polisi hingga dijatuhi hukuman dibuang ke Surabaya selama tiga tahun. Sementar itu, yang tersisa kini hanya orang tua Ujang Kusen yang berdoa dengan penuh penyesalan untuk keselamatan anaknya.

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel Kanu Ngarora

Unsur intrinsik dan ekstrinsik merupakan elemen penting dalam karya sastra. Dua hal itu memengaruhi perkembangan cerita sekaligus karakter. Dalam novel Baruang Kanu Ngarora, terkandung beberapa unsur intrinsik, meliputi tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, serta amanat.

Sementara itu, unsur ekstrinsik novel Baruang Kanu Ngarora berkaitan dengan latar sosial penulis, yang menggambarkan kehidupan pada masa kolonial di Indonesia. Untuk memahami lebih lanjut, simak penjelasan berikut.

1. Tema

Tema novel Baruang Kanu Ngarora adalah percintaan masyarakat lokal pada masa feodal-kolonial di Indonesia, dengan bermuatan dinamika sosial, terutama tentang kedudukan perempuan. Selain itu, termuat pula tema Baruang Kanu Ngarora tentang konflik pernikahan, ketidakadilan sosial, perbedaan kelas dan kuasa.

Tema tersebut diusung dan dikemas hingga menjadi karya yang dekat dengan permasalahan rakyat kala itu. Novel Baruang Kanu Ngarora termasuk jenis karya sastra pertama yang ditulis dengan bahasa Sunda.

2. Tokoh dan penokohan

Tokoh novel Baruang Kanu Ngarora antara lain Nyi Rapiah, Ujang Kusen, dan Aom Usman. Ketiga tokoh ini memiliki pengaruh signifikan terhadap jalannya cerita.

a. Nyi Rapiah

Sebagai tokoh utama, Nyi Rapiah mengalami perjalanan hidup yang sulit karena terlibat dalam hubungan rumit antara Ujang Kusen dan Aom Usman.

b. Ujang Kusen

Ujang Kusen merupakan suami Nyi Rapiah yang awalnya mencoba membangun usaha untuk menyenangkan istrinya. Namun, ia akhirnya terjerumus ke dalam masalah akibat sakit hati dengan istrinya yang memilih lelaki lain.

c. Aom Usman

Aom Usman merupakan bangsawan muda yang mencoba menggoda dan merebut Nyi Rapiah dari Ujang Kusen. Kehadirannya menciptakan konflik dalam kehidupan rumah tangga Nyi Rapiah dan Ujang Kusen.

3. Latar

Latar dalam cerita setidaknya ada dua, yakni Sekeawi dan kota asal Nyi Rapiah. Sekeawi merupakan tempat Ujang Kusen membawa Nyi Rapiah setelah keduanya menikah. Sementara itu, penggambaran kota dalam cerita diperlihatkan saat Nyi Rapiah mendapat bujukan dari utusan Aom Usman untuk melarikan diri dari suaminya.

4. Alur

Alur cerita novel ini cenderung maju yakni mengikuti perjalanan hidup Nyi Rapiah, sejak pernikahannya dengan Ujang Kusen hingga konflik yang melibatkan Aom Usman, termasuk perjalanan hidup setelahnya.

5. Sudut pandang

Novel Baruang Kanu Ngarora menggunakan sudut pandang cerita orang ketiga serba tahu.

6. Amanat

Amanat novel ini dapat diartikan sebagai kritik terhadap ketidaksetaraan sosial dan perlakuan tidak adil yang dialami oleh rakyat jelata pada masa feodal-kolonial.

7. Unsur ekstrinsik

Unsur ekstrinsik dalam novel Baruang Kanu Ngarora memperlihatkan pemahaman penulis terhadap keadaan sosial dan budaya pada masanya. Novel ini menampilkan konteks sejarah yakni pada masa kolonial di Indonesia. Melalui kisahnya, pembaca dapat merasakan atmosfer serta ketidakadilan sosial yang terjadi pada periode tersebut.

Kesimpulan dan Amanat Cerita Novel Kanu Ngarora

Masih dilansir dari buku Daeng Kanduruan Ardiwinata Sastrawan Sunda (1979), kesimpulan novel Baruang Kanu Ngarora menggambarkan konflik sosial dan budaya pada masa feodal-kolonial di Indonesia.

Melalui kisah ini, pembaca dalam menyelami perjalanan hidup Nyi Rapiah, yang terjebak dalam konflik pernikahan rumit antara Ujang Kusen dan Aom Usman.

Novel Baruang Kanu Ngarora mengungkapkan tentang ketidakadilan sosial, ketidakberdayaan rakyat biasa di hadapan tindakan sewenang-wenang golongan feodal-kolonial, serta pandangan masyarakat pada waktu itu.

Selaras dengan hal tersebut, amanat novelBaruang Kanu Ngarora dapat diartikan sebagai kritik terhadap ketidaksetaraan sosial dan perlakuan tidak adil yang dialami oleh rakyat jelata pada masa feodal-kolonial.

Penulis, melalui karakter-karakternya, mencoba menyampaikan pesan bahwa kekuasaan dan keistimewaan sosial tidak selalu mencerminkan moralitas atau keadilan. Selain itu, ada pula amanat novel Baruang Kanu Ngarora terkait pentingnya pemahaman dan kesadaran sosial untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak-hak individu.

Dengan demikian, amanat novel Baruang Kanu Ngarora dapat mendorong pembaca untuk lebih peka terhadap ketidaksetaraan sosial, menghargai nilai-nilai keadilan serta mengingatkan akan pentingnya perubahan sosial guna menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan.

Baca juga artikel terkait BAHASA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin