Menuju konten utama
Sumpah Pemuda

Peran Moh Yamin dalam Kemerdekaan Indonesia & Sumpah Pemuda

Bagaimana peran Mohammad Yamin dalam Sumpah Pemuda dan kemerdekaan Indonesia? Simak ulasan sejarah perjuangan Moh Yamin berikut!

Peran Moh Yamin dalam Kemerdekaan Indonesia & Sumpah Pemuda
Foto Mohammad Yamin. FOTO/Istimewa

tirto.id - Mohammad Yamin dilahirkan di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, tanggal 2 Agustus 1903. Pendidikan dasarnya ditempuh di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian lanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) di Solo.

Setelah menamatkan AMS, Moh. Yamin lanjut kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia (cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia).

Dikutip dari Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance 1944–1946 (1972) yang ditulis oleh Benedict Anderson, Mohammad Yamin lulus pada 1932 dengan meraih gelar Master in de Rechten atau sarjana hukum. Gambar Moh Yamin beserta infografik biodatanya dapat dilihat di sini.

Yamin termasuk salah satu nama yang lekat dengan pergerakan nasional Indonesia. Dari usia muda hingga menjadi tokoh yang matang, dia aktif memperjuangkan kemerdekaan. Ada peran Moh Yamin dalam Sumpah Pemuda hingga sidang-sidang BPUPKI. Bagaimana sepak terjang dan peran Moh Yamin? Simak terus ulasannya di sini.

Peran Mohammad Yamin dalam Kemerdekaan Indonesia

Selama kuliah, Moh Yamin terlibat aktif dalam gerakan pemuda. Peran Moh Yamin dalam pergerakan ini membuat ia memiliki sumbangan signifikan dalam Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Selepas melalui usia muda, Mohammad Yamin terus aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Peran Moh Yamin dalam kemerdekaan Indonesia, terutama di level pemikiran, bahkan kerap disandingkan dengan tokoh besar macam Sukarno, Soepomo, dan lainnya.

Memasuki era setelah Indonesia merdeka, sepanjang kariernya, Yamin menjabat berbagai posisi penting, mulai dari Menteri Kehakiman, Menteri Pendidikan, Menteri Sosial, Menteri Penerangan, hingga Ketua Dewan Perancang Nasional.

Moh Yamin meninggal pada 17 Oktober 1962, saat ia masih menjabat Menteri Penerangan di Kabinet Kerja III yang dipimpin Presiden Sukarno. Yamin kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 1973.

Mohammad Yamin layak disebut sosok 'serba bisa'. Selain menjadi politikus, Moh Yamin dikenal sebagai ahli hukum, pemikir sejarah, penulis, penyair, hingga ahli bahasa. Latar belakang ini membuat peran Moh Yamin dalam perjuangan kemerdekaan cukup besar.

Di dunia politik, Moh Yamin merintis karier dari Jong Sumatranen Bond. Sedari muda, dia telah getol mengampanyekan ide persatuan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ia pula sosok yang mengusung ide bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Di kalangan aktivis pergerakan nasional, Yamin termasuk pendukung gagasan fusi gerakan pemuda.

Pilihan politik Yamin sempat memicu kontroversi di kalangan aktivis pergerakan nasional saat ia memutuskan masuk Volksraad. Keputusan Yamin menjadi anggota Dewan Rakyat bentukan pemerintah kolonial Belanda itu dinilai mengubah sikap politiknya dari semula non-kooperatif beralih lunak.

Meski begitu, Yamin tetap vokal menyuarakan kritik pada pemerintah kolonial di sidang-sidang Volksraad. Restu Gunawan dalam Muhammad Yamin dan Cita-Cita Persatuan Indonesia (2005) mencatat, sikap Yamin di Volksraad bisa dibilang 'radikal' karena kerap bersuara keras.

Di luar politik praktis, pemikiran dan karya Moh Yamin jauh lebih menggema. Gagasanya tentang kebangsaan mengalir melalui syair, buku sejarah, hingga ide dasar negara.

Mohammad Yamin muda pada 1922 pernah menerbitkan kumpulan puisi "Tanah Air" yang disebut-sebut sebagai buku puisi Melayu modern pertama yang pernah diterbitkan. Enam tahun berselang, Yamin merilis buku kumpulan sajak "Indonesia Tumpah Darahku" yang terbit saat Kongres Pemuda II 1928.

Kaka Avian Nasution melalui buku Moh. Yamin: Peran dan Sumbangsihnya bagi Indonesia (2024) menulis, kedua buku itu menunjukkan pergeseran fokus karya Yamin dari semula tentang pulau Sumatra menjadi kebesaran nusantara dan persatuan bangsa Indonesia.

Karya-karya Yamin lainnya, terutama tentang sejarah, juga menyuarakan ide keagungan bangsa Indonesia seperti buku Gadjah Mada (1945) dan Sedjarah Peperangan Dipanegara (1945).

Dalam sejumlah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), Mohammad Yamin juga turut menyumbangkan banyak ide penting. Selain Soekarno dan Soepomo, sosok lain yang turut menyumbang ide dasar negara adalah Moh Yamin.

Sebagian ide Moh Yamin dalam sidang BPUPK bahkan terbilang visioner. Mengutip catatan Abdurakhman di laman Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI Kemdikbud), Yamin sempat melontarkan ide agar Mahkamah Agung diberi kewenangan menguji kesesuaian undang-undang dengan UUD (Undang-Undang Dasar).

Sayangnya, usulan Yamin tadi ditolak dalam sidang BPUPK sehingga tidak menjadi bagian dari UUD 1945. Berpuluh tahun kemudian, ide Yamin tentang judicial review UU tersebut diakomodasi dalam amandemen UUD 1945 melalui pembentukan Mahkamah Konstitusi.

Peran Mohammad Yamin dalam Sumpah Pemuda

Peran Moh Yamin dalam peristiwa bersejarah Kongres Pemuda sangat krusial. Ia adalah salah satu tokoh yang menggagas sekaligus merumuskan ikrar atau teks naskah Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta) tanggal 28 Oktober 1928.

Sebelum itu, Moh Yamin juga turut andil di Kongres Pemuda I pada tahun 1926. Pendapat Muhammad Yamin tentang bahasa nasional adalah salah satu sumbangsihnya di Kongres Pemuda I.

Bagaimana peran Mohammad Yamin dalam Kongres Pemuda I dan II hingga munculnya ikrar Sumpah Pemuda? Berikut ini penjelasan lengkapnya.

1. Peran Moh Yamin di Kongres Pemuda I dan Ide Bahasa Persatuan

Mohammad Yamin mengawali kiprahnya di pergerakan semasa kuliah di Batavia (Jakarta) pada perjalanan dekade 1920-an. Dinukil dari Menjadi Indonesia (2006) karya Parakitri T. Simbolon, Mohammad Yamin kala itu bergabung dengan Jong Sumatranen Bond.

Saat Kongres Pemuda I digelar di Jakarta selama 30 April-2 Mei 1926, Moh Yamin adalah salah satu yang berpartisipasi sebagai wakil dari Jong Sumatranen Bond.

Tujuan Kongres Pemuda I adalah membangun semangat kerja sama di antara organisasi pemuda di Indonesia demi memajukan persatuan dan kebangsaan, serta menguatkan hubungan.

Kongres Pemuda I dihadiri oleh perwakilan dari beberapa perkumpulan atau organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Theosofi, dan lainnya.

Di Kongres Pemuda I, terlihat peran Muhammad Yamin terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Dia menjadi salah satu tokoh pemuda yang menyampaikan gagasan mengenai pentingnya bahasa persatuan yang mengikat berbagai komponen bangsa Indonesia.

Dalam Sumpah Pemuda: Latar Belakang dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008) yang disusun Momon Abdul Rahman dkk, disebutkan Mohammad Yamin menyampaikan pidato berjudul "Kemungkinan Perkembangan Bahasa-bahasa dan Kesusasteraan Indonesia di Masa Mendatang".

Tanpa mengurangi penghargaan terhadap bahasa-bahasa daerah lain seperti Sunda, Aceh, Bugis, Minangkabau, Madura, dan lain-lain, Mohammad Yamin berpendapat bahwa hanya ada dua bahasa yang mempunyai peluang untuk dijadikan bahasa persatuan Indonesia, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Melayu.

Bahasa Jawa, papar Yamin di forum Kongres Pemuda I, berpeluang menjadi bahasa persatuan karena memiliki jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Sementara itu, bahasa Melayu juga mempunyai peluang menjadi bahasa persatuan karena sudah menjadi bahasa pergaulan (lingua franca).

Namun, ide Yamin yang menyarankan agar bahasa Jawa atau bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa persatuan tidak sepenuhnya diterima oleh peserta kongres.

Mohammad Tabrani dari Jong Java berpendapat, apabila bangsa bernama Indonesia, bahasanya juga harus bernama bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa atau bahasa Melayu. Ketidaksepahaman antara dua pendapat ini membuat Kongres Pemuda I belum menghasilkan keputusan mutlak.

2. Peran Moh Yamin dalam Sumpah Pemuda (Kongres Pemuda II)

Kongres Pemuda II merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I. Kongres yang kedua ini juga diadakan di Batavia atau Jakarta. Ada tiga rapat atau sidang yang digelar selama 27 dan 28 Oktober 1928.

Rapat pertama dilangsungkan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) pada 27 Oktober 1928. Rapat kedua digelar di Gedung Oost-Java Bioscoop pada 28 Oktober 1928. Rapat ketiga yang juga diadakan tanggal 28 Oktober 1928 dilaksanakan di Gedung Indonesische Clubgebouw.

Ada 750 peserta dari beberapa organisasi atau perkumpulan yang mengirimkan wakilnya untuk mengikuti Kongres Pemuda II, termasuk dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Pemuda Indonesia, Jong Islamieten Bond (JIB), Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lainnya.

Selanjutnya dibentuk kepanitiaan kongres yang terdiri dari perwakilan para peserta serta dipimpin oleh Sugondo Djojopuspito sebagai ketua.

Susunan panitia Kongres Pemuda II adalah sebagai berikut:

  • Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
  • Wakil Ketua: RM Djoko Marsaid (Jong Java)
  • Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
  • Bendahara: Amir Syarifuddin (Jong Batak).
  • Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond)
  • Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemuda Indonesia)
  • Pembantu III: R.C.L Senduk (Jong Celebes)
  • Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
  • Pembantu V: Rochjani Soe’oed (Pemuda Kaum Betawi).
Di Kongres Pemuda II, tepatnya pada rapat pertama 27 Oktober 1928, Mohammad Yamin menyampaikan gagasannya bertajuk "Dari Hal Persatuan dan Kebangsaan Indonesia." Di forum itu terlihat salah satu peran Muhammad Yamin dalam Sumpah Pemuda, karena ia menyampaikan pemikiran yang menguatkan ide persatuan bangsa Indonesia.

Dalam pidatonya, seperti dikutip dari Sumpah Pemuda: Latar Belakang dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008) yang disusun Momon Abdul Rahman dan kawan-kawan, Mohammad Yamin mengulas tentang pentingnya persatuan untuk kebangsaan.

"Persatuan di antara bangsa Indonesia dimungkinkan kekal karena mempunyai dasar yang kuat yaitu persamaan kultur, persamaan bahasa, persamaan hukum adat. Satu bangsa yang bersatu karena rohnya kuat," papar Mohammad Yamin.

Lebih lanjut, Mohammad Yamin menyatakan persatuan Indonesia dapat diperkuat melalui lima faktor, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Mohammad Yamin juga mengimbau kaum ibu untuk menanamkan semangat kebangsaan kepada anak-anak. Sempat terjadi perdebatan yang cukup alot tentang sejumlah gagasan Yamin, tetapi pada akhirnya bisa diambil kata sepakat.

Di rapat ketiga hari kedua tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda menyepakati mengenai ikrar Sumpah Setia atau Sumpah Pemuda.

Bersama beberapa kawan, Mohammad Yamin turut merumuskan teks naskah Sumpah Pemuda yang berbunyi sebagai berikut:

Pertama

Kami Putra-Putri Indonesia,

mengaku bertumpah darah yang satu,

Tanah Indonesia

Kedua

Kami Putra-Putri Indonesia,

mengaku berbangsa yang satu,

Bangsa Indonesia.

Ketiga

Kami Putra-Putri Indonesia,

menjunjung bahasa persatuan,

Bahasa Indonesia.

Baca juga artikel terkait SUMPAH PEMUDA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Edusains
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Addi M Idhom