tirto.id - Manusia selalu memiliki dua sisi mata uang dalam setiap tindakannya, seperti takabur atau tawadhu. Dua hal tersebut akan saling bertentangan. Satu sikap menyeru manusia pada kebaikan, dan lainnya mengajak manusia pada keburukan mau pun perbuatan dosa.
Takabur misalnya, adalah sifat yang dimiliki oleh Iblis. Sifat sombongnya menempatkan Iblis berada dalam kekekalan api neraka. Iblis menolak perintah Allah untuk hormat pada Nabi Adam dengan mengatakan:
"Aku lebih baik dari Adam. Kau ciptakan aku dari api sementara Kau ciptakan dia dari tanah" (QS Al A'raf:12)
Takabur serupa dengan ujub yang membuat pelakunya cenderung meremehkan dan merendahkan orang lain. Imam Al Ghazali menyebut ujub sebagai penyakit kronis dalam kibat Bidayatul Hidayah. Siapa pun yang merasa dirinya lebih baik dari hamba Allah lainnya maka dia pelaku takabur.
Berkebalikan dengan takabur, tawadhu adalah sikap rendah hati. Menurut buku Akidah Akhlak Kelas VIII (Kemenag, 2020), pengertian tawadhu adalah sikap dan perbuatan manusia yang menunjukkan adanya kerendahan hati, tidak sombong dan tinggi hati, serta tidak mudah tersinggung. Sikap tawadhu dapat ditemukan dalam Al Quran surah Al Furqan ayat 63.
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqan:63)
Orang yang melakukan tawadhu tidak melihat diri sendiri lebih baik dari hamba Allah lainnya. Dia menyadari baha sumber kenikmatan datangnya dari Allah. Tidak ada rasa sombong dan merasa lebih baik pada orang yang bertawadhu, ketika dia berhasil mendapatkan berbagai kenikmatan yang telah diterima.
Tawadhu menunjukkan sikap tenang, sederhana, dan bersungguh-sungguh menjauhi rasa takabur atau pun sum'ah agar orang lain mengetahui amal kebaikan yang dikerjakan. Salah satu akhlak terpuji ini mesti diteladani oleh setiap umat Islam yang ingin memeperoleh kebaikan dalam agama hingga muamalahnya di lingkungan sosial.
Dilansir laman NU Online, ada beberapa ciri yang menunjukkan sikap tawadhu;
1. Seseorang tidak suka atau tidak berambisi agar dirinya menjadi sosok terkenal dan penuh pujian. Popularitas tidak menjadi prioritas dalam tawadhu.
Sebaliknya, dia akan ikhlas saat beramal semata-mata mencari ridho Allah dan bukan pengakuan dari manusia.
2. Selalu menjunjung tinggi kebenaran dan menerimanya, tanpa memandang disampaikan oleh orang dengan status sosial yang lebih rendah.
Bagi orang yang tawadhu, kebenaran apa pun harus diterima. Hal ini sejalan dengan ucapan sahabat Ali bin Abi Thalib yang meyatakan, "Jangan melihat siapa yang mengatakan, lihatlah apa yang dikatakannya".
3. Mau bergaul dengan siapa pun termasuk fakir miskin, lalu mencintai mereka. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam adalah teladan dalam mencintai kaum fakir dan miskin. Beliau tidak membedakan mereka dalam pergaulan.
4. Mudah dalam membantu orang lain yang memerlukan bantuan. Orang tawadhu tidak membeda-bedakan siapa yang akan dibantunya, baik sederajat atau tidak. Dia senantiasa meringankan beban orang lain yang membutuhkan.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yulaika Ramadhani