tirto.id - Pasukan Israel menjatuhkan bom ke al-Jaouni, sekolah yang dikelola oleh Pasukan Bangsa-Bangsa (PBB), di Gaza tengah, Kamis (12/9/2024). Serangan Israel ke sekolah al-Jaouni menewaskan 18 orang, termasuk 6 staf PBB di Palestina.
Keenam staf PBB yang tewas dalam serangan Israel ke sekolah al-Jaouni bekerja untuk United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). UNRWA merupakan organisasi PBB yang bertugas melindungi pengungsi di Palestina dan wilayah sekitar.
Serangan Israel kali ini dilakukan dengan menjatuhkan bom di sekolah yang dijadikan tempat pengungsian. Kasus ini menambah panjang daftar serangan Israel di zona aman para pengungsi di Palestina.
Kematian staf PBB akibat serangan Israel sudah dikonfirmasi oleh UNRWA. Melalui sebuah unggahan di X, UNRWA mengecam serangan tersebut.
UNRWA mengatakan bahwa sekolah ini sudah mendapatkan lima kali serangan dari Israel sejak perang dimulai pada Oktober 2023. Namun, serangan Israel kali ini merupakan yang terbesar dan memicu kematian paling banyak.
"Ini merupakan jumlah kematian tertinggi di antara staf kami dalam satu insiden. Di antara mereka yang tewas adalah manajer tempat penampungan UNRWA dan anggota tim lainnya yang memberikan bantuan kepada orang-orang terlantar," tulis UNRWA melalui X @UNRWA.
Lebih lanjut, UNRWA mengingatkan bahwa infrastruktur sipil seperti sekolah dan tempat pengungsian bukanlah target serangan.
"Kami menghimbau semua pihak yang berkonflik untuk tidak pernah menggunakan sekolah atau daerah di sekitarnya untuk tujuan militer atau pertempuran," lanjut UNRWA.
Kronologi Serangan Israel yang Tewaskan 6 Staf PBB
Serangan Israel ke sekolah al-Jaouni yang menewaskan enam staf PBB terjadi di pagi hari, saat jam makan. Berdasarkan laporan Al Jazeera, serangan tersebut dijatuhkan di pusat evakuasi sekolah al-Jouni saat para pengungsi sedang mengantre makanan.
Detik-detik serangan bermula sejak sebuah jet tempur Israel melalui langit sekolah. Jet tersebut menjatuhkan sebuah misil yang langsung meledak ke badan sekolah.
Menurut korban yang selamat, serangan itu "mencabik-cabik" semua orang yang ada di lokasi kejadian, yaitu wanita dan anak-anak. Misil yang dijatuhkan cukup besar, mengingat pecahannya masih terlihat usai kejadian.
Setelah serangan tersebut, area pusat evakuasi banjir darah. Tubuh-tubuh korban tergeletak di samping puing-puing sekolah yang hancur.
Misil juga menyebabkan salah satu bagian sekolah mengalami lubang besar. Para pengungsi yang selamat segera menyerbu masuk mencari-cari keluarga dan kerabat mereka, berharap tidak menjadi korban.
Mereka yang tersisa dengan tegar mengumpulkan bagian tubuh keluarga mereka yang jadi korban dan membungkusnya dengan kain yang tersisa.
Berdasarkan video dokumentasi yang dirilis Al Jazeera, para pengungsi yang selamat menggunakan kain karpet dan kantong seadanya untuk mengangkut jenazah keluarganya.
Korban-korban yang terluka segera dilarikan ke pusat kesehatan terdekat dan menerima pertolongan. Sejauh ini UNRWA mengonfirmasi 18 orang tewas akibat serangan tersebut. Korban yang tewas termasuk enam staf PBB dan dua bayi kembar.
Sekolah al-Jouni adalah salah satu tempat penampungan pengungsi di Jalur Gaza yang masih tersisa. Sekolah ini menampung 12.000 pengungsi Palestina, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Jumlah Korban Serangan Israel ke Palestina
Jumlah korban serangan Israel ke Palestina terus bertambah. Sejak serangan yang diluncurkan pada 2023, Israel telah membunuh sebanyak 41.084 warga Palestina dan melukai 95.029 orang.
Jumlah korban diprediksi lebih banyak dari pada laporan resmi Kementerian Kesehatan Palestina. Pasalnya, banyak kasus korban tewas yang tidak dilaporkan karena keterbatasan sistem komunikasi dan komunikasi.
Sementara itu, dari pihak Israel sedikitnya 1.139 orang tewas dan sekitar 200 lainnya ditawan tentara Hamas. Korban yang terus bertambah membuat banyak pihak mendesak ditetapkannya gencatan senjata.
Masih mengutip Al Jazeera, Hamas mengatakan kepada mediator bahwa mereka siap melaksanakan usulan gencatan senjata dari AS dan PBB tanpa persyaratan baru dari pihak mana pun.
Editor: Iswara N Raditya