Menuju konten utama

Serangan ke Rafah Tewaskan 66 Orang, Apa Dalih PM Israel?

Serangan Israel ke Rafah menewaskan 66 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Simak dalih Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Serangan ke Rafah Tewaskan 66 Orang, Apa Dalih PM Israel?
Warga Palestina memeriksa puing-puing bangunan yang hancur menyusul serangan udara Israel di kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, (26/10/2023). (Foto AP/Mohammed Dahman)

tirto.id - Serangan Israel ke Rafah, pada Minggu (26/5/2024), menewaskan 66 orang termasuk tenaga kesehatan. Menyusul serangan brutal tersebut, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berdalih tak sengaja bunuh warga sipil.

Dikutip dari Reuters, serangan Israel di Rafah terjadi setelah Mahkamah Internasional memerintahkan penghentian operasi militer di wilayah tersebut, pada Jumat (24/5/2024). Alih-alih mengikuti putusan Mahkamah Internasional, Israel malah menyerang Rafah yang menyebabkan puluhan orang tewas dan terluka.

Serangan ini terjadi di sebuah kompleks pengungsian di utara Kota Rafah, di daerah yang dikenal sebagai Tel al-Sultan. Wilayah tersebut dinyatakan sebagai "zona aman." Serangan Israel ini menyebabkan banyak tempat penampungan terbakar dengan para penghuninya masih berada di dalam.

Para korban selamat mengatakan bahwa keluarga-keluarga sedang bersiap-siap untuk tidur ketika serangan menghantam lingkungan Tel al-Sultan.

“Kami sedang berdoa ... dan kami sedang menyiapkan tempat tidur anak-anak kami untuk tidur. Tidak ada yang aneh, lalu kami mendengar suara yang sangat keras, dan api meletus di sekitar kami,” kata Umm Mohamed Al-Attar, seorang ibu Palestina.

Kementerian Luar Negeri Palestina yang berbasis di Tepi Barat mengutuk “pembantaian keji” oleh Israel. Mesir juga mengutuk “pengeboman yang disengaja oleh Israel terhadap tenda-tenda para pengungsi”, sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.

Pernyataan PM Israel Soal Serangan ke Rafah

PM Israel Benjamin Netanyahu berdalih bahwa adanya korban warga sipil terjadi ketika “sesuatu yang tidak disengaja terjadi secara tragis.” Ia mengklaim mereka menyerang Rafah karena telah menargetkan dua anggota senior Hamas dan tidak bermaksud untuk menimbulkan korban sipil.

“Di Rafah, kami telah mengevakuasi sekitar 1 juta penduduk non-kombatan dan meskipun kami telah berusaha keras untuk tidak menyerang penduduk non-kombatan, namun sayangnya kesalahan tragis terjadi,” ujarnya dalam sebuah pidato di parlemen yang diinterupsi oleh teriakan anggota parlemen dari pihak oposisi, demikian dikutip dari Reuters, Selasa (28/5/2024).

Berkaitan dengan hal tersebut, Netanyahu juga menyatakan akan menyelidiki kasus yang terjadi di Rafah.

“Kami akan menyelidiki kasus ini dan akan menarik kesimpulan,” ucap Netanyahu.

Klaim serupa juga disampaikan oleh tentara Israel yang berdalih bahwa mereka telah menggunakan "informasi intelijen yang tepat." Mereka menyebut bahwa kebakaran terjadi karena ledakan sebuah tangki bahan bakar yang berada di dekatnya.

Selain itu, militer Israel mengatakan pihaknya sedang menyelidiki kemungkinan amunisi yang disimpan di dekat kompleks yang menjadi sasaran serangan udara yang memicu kobaran api.

Jumlah Korban Tewas di Rafah Menjadi 66 Orang

Kelompok bantuan Save the Children, pada Kamis (30/5/2024), melaporkan bahwa dalam empat hari serangan di 'zona aman' Rafah, Israel telah menyebabkan kematian 66 warga Palestina.

Sebagian besar korban terdiri dari anak-anak dan perempuan yang memang tinggal di pengungsian. Kondisi ini membuat kelompok bantuan tersebut untuk mendesak otoritas global mengambil tindakan segera demi melindungi warga sipil di Rafah dan di seluruh Jalur Gaza.

Xavier Joubert, direktur Save the Children yang berada di wilayah Palestina, menyoroti ketidakamanan yang dirasakan oleh anak-anak dan keluarga di Gaza.

“Bukti apa lagi yang dibutuhkan para pemimpin untuk menunjukkan bahwa sama sekali tidak ada tempat yang aman bagi anak-anak dan keluarga di Gaza?” kata Joubert.

Joubert juga mengatakan bahwa warga Palestina secara terus-menerus terancam dan harus melarikan diri dari satu tempat ke tempat lainnya.

“Mereka secara permanen, terus-menerus, melarikan diri untuk menyelamatkan diri, dari satu zona bahaya ke zona bahaya lainnya. Dan mereka tidak melarikan diri secara acak - mereka pergi ke daerah-daerah yang diarahkan oleh Israel untuk mereka datangi 'demi keselamatan mereka'. Kemudian mereka diserang,” ujarnya lebih lengkap, seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (30/5/2024).

Baca juga artikel terkait RAFAH atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy