tirto.id - Serangan biadab Israel terhadap para pengungsi Palestina di Rafah dikecam masyarakat dunia. Padahal International Court of Justice (ICJ) memerintahkan Israel untuk menghentikan serangannya di Rafah. Lantas, apa alasan Israel tetap serang Rafah dan abaikan putusan ICJ?
Pada Minggu, 28 Mei 2024 malam, Israel menyerang tenda-tenda pengungsi Palestina di Rafah lewat udara. Serangan tersebut setidaknya menewaskan 45 orang pengungsi Palestina. Pebuatan keji itu berlanjut pada Selasa, 28 Mei 2024, di mana 21 orang pengungsi meninggal dunia dalam serangan serupa.
Serangan udara tersebut membuat tenda para pengungsi terbakar, api menyebar dengan cepat, meratakan tempat pengungsian tersebut dengan tanah. Kantor berita Wafa, mengutip Palestine Red Crescent Society (PRCS), mengatakan banyak dari para pengungsi meninggal “dibakar hidup-hidup” di dalam tenda.
Mengutip laporan Al Jazeera hari ini, Kamis, 30 Mei 2024, penduduk Rafah mengatakan tank-tank Israel merangsek masuk ke Tal as-Sultan di bagian barat bersama dengan Yibna dan dekat Shaboura di pusat kota Gaza paling selatan.
Mereka kemudian mundur ke arah zona penyangga di perbatasan dengan Mesir, bukannya bertahan seperti yang terjadi pada serangan-serangan lainnya.
“Kami menerima panggilan darurat dari warga di Tal as-Sultan di mana pesawat tak berawak menargetkan warga yang mengungsi ketika mereka bergerak dari daerah tempat mereka tinggal menuju daerah yang aman,” kata Haitham al-Hams, wakil direktur ambulans dan layanan darurat di Rafah.
Menteri Kesehatan Majed Abu Raman mendesak Amerika Serikat untuk menekan Israel agar membuka perlintasan Rafah untuk memberikan bantuan, dengan mengatakan bahwa tidak ada indikasi bahwa pihak berwenang Israel akan segera melakukannya dan para pasien di Gaza yang terkepung sekarat karena kurangnya perawatan.
Apa Alasan Israel Tetap Serang Rafah?
Israel tetap serang Rafah dengan dalih untuk menyerang Hamas. Mereka mengklaim telah menyerang “sebuah kompleks Hamas di Rafah yang menjadi tempat para teroris Hamas beroperasi”.
Israel menambahkan bahwa mereka “menyadari adanya laporan yang mengindikasikan bahwa sebagai akibat dari serangan dan kebakaran yang disulut oleh beberapa warga sipil di daerah tersebut terluka”.
Kenyataan bahwa mereka telah membunuh para pengungsi diklaim sebagai suatu kesalahan. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan “sebuah kesalahan yang tragis.”
“Terlepas dari upaya terbaik kami untuk tidak melukai mereka yang tidak terlibat, sayangnya sebuah kesalahan tragis terjadi tadi malam. Kami sedang menyelidiki kasus ini,” kata Netanyahu.
Ironinya, serangan Israel tersebut terjadi hanya dua hari setelah ICJ memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan mereka di Rafah.
Melansir laporan BBC, ICJ pada Jumat, 24 Mei 2024 memutuskan dengan 13 suara banding dua suara bahwa Israel harus “segera menghentikan serangan militernya, dan tindakan lainnya di Kegubernuran Rafah, yang dapat mempengaruhi kondisi kehidupan kelompok Palestina di Gaza, yang dapat menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian.”
Melihat kebrutalan yang dilakukan Israel setelah putusan tersebut dikeluarkan, bisa disimpulkan bahwa Israel jelas telah mengabaikan putusan ICJ.
Kelompok kemanusian, Mercy Corps, menyebut bahwa ICJ perlu melakukan tekanan lebih untuk memerintahkan Israel melakukan gencatan senjata. Mercy Corps mengatakan, tekanan terhadap Israel harus dilakukan guna melindungi warga Palestina, khususnya mereka yang mengungsi di Rafah.
“Serangan Rafah telah membawa dampak kemanusiaan yang menghancurkan yang telah kami perkirakan dan takutkan,” kata Kate Phillips-Barrasso, wakil presiden kebijakan dan advokasi global Mercy Corps dikutip Al Jazeera.
“Terlepas dari sifatnya yang bertahap, konflik ini telah menyebabkan hampir 900.000 orang yang lemah dan tidak memiliki strategi penanggulangan yang tersisa, mengungsi ke daerah-daerah di Gaza tengah yang tidak memiliki infrastruktur, kepadatan penduduk yang parah, persenjataan yang belum meledak, dan hampir tidak ada akses bantuan,” ujarnya.
“Yang lebih buruk lagi, aksi militer ini telah menyebabkan penutupan Rafah dan penutupan fungsional penyeberangan Kerem Shalom (Karem Abu Salem), dua jalur utama dalam respon kemanusiaan,” tambah Phillips-Barrasso.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Iswara N Raditya