tirto.id - Kota Rafah tengah menjadi sorotan global menyusul serangan udara mematikan dari militer Israel yang berlangsung mulai Minggu (26/5/2024) lalu. Agresivitas Israel menyasar kamp pengungsian warga Palestina.
Akibatnya, puluhan orang tewas. Berdasarkan update dari Aljazeera pada Kamis (30/5) pagi, setidaknya korban jiwa diketahui bertambah menjadi 21 orang dalam serangan Israel di bagian selatan kota Rafah.
Rafah sejatinya adalah lokasi paling aman untuk warga Palestina, khususnya bagi mereka yang mengungsi dari wilayah Gaza utara. Sebanyak 1,4 juta warga Palestina atau separuh lebih penduduk Gaza menetap di Rafah sejak pecahnya konflik pada 7 Oktober 2023.
Sebagai wilayah yang berada jauh dari zona berbahaya, Rafah menjadi tempat yang memungkinkan untuk dipilih oleh para pengungsi. Kini, dengan adanya bombardir dari Israel, kota Rafah masuk masuk dalam zona merah.
Selain mengakibatkan korban jiwa, serangan Israel akhir pekan lalu membuat banyak tempat penampungan terbakar. Israel dilaporkan menjatuhkan bom seberat 900 kg dan rudal ke kompleks pengungsian Rafah tersebut.
Profil Kota Rafah, Letak, & Perbatasan
Rafah adalah salah satu kota di wilayah Jalur Gaza. Mengacu pada peta, letak Rafah berada di bagian paling selatan Jalur Gaza atau berjarak 30 kilometer (19 mil) di sebelah barat daya kota Gaza.
Dengan kata lain, letak Rafah langsung berbatasan dengan negara Mesir. Namun demikian, Rafah memiliki sejarah yang lebih panjang. Melansir Middle East Eye, kota ini telah tercatat di prasasti Mesir kuno abad ke-13 SM.
Munculnya Rafah bermula dari adanya pemukiman di sekitar sebuah oasis yang menghubungkan Semenanjung Sinai dan Gaza. Orang Mesir kuno menyebutnya Robihwa, orang Yunani dan Romawi menyebutnya Raphia, orang Israel memanggilnya Rafiah. Adapun orang Arab menamainya Rafah.
Pada awal-awal era kekhalifahan Islam, Rafah dikenal sebagai tempat peristirahatan para pedagang keliling. Pada abad 11, sudah ada penginapan, toko, pasar, dan masjid di daerah Rafah.
Selama periode abad ke-9 hingga abad 12, komunitas Yahudi berkembang pesat di Rafah. Selepas tu, sebagian besar dari mereka pindah ke Ashkelon, negara tetangga, yang kini masuk wilayah Israel.
Memasuki awal abad 20, tepatnya tahun 1906, Rafah menjadi kota yang terbagi dua. Sebuah garis dibuat melalui kota Rafah untuk memisahkan wilayah di bawah kekuasaan Inggris Raya dan Palestina-Ottoman.
Tahun 1917, Rafah kemudian jatuh sepenuhnya ke tangan Inggris Raya saat meletusnya pemberontakan Arab dan kejatuhan kekaisaran Ottoman. Meski begitu, populasi di Rafah meningkat dari tahun ke tahun.
Populasi & Peta Wilayah Kota Rafah
Laporan statistik dari pemerintah Inggris di Palestina menyatakan bahwa terdapat 599 orang di Rafah tahun 1922. Jumlah itu akhirnya meningkat secara signifikan lebih dari dua dekade kemudian.
Merujuk laman Visualizing Palestine, Rafah memiliki populasi 2.220 orang pada 1945. Semuanya merupakan warga Palestina. Saat peristiwa Nakba terjadi pada 1947-1949, penduduk Rafah tetap bertahan di wilayahnya.
Sebaliknya, kamp pengungsian didirikan di Rafah pada 1949. Kompleks ini digunakan untuk menampung pengungsi Palestina yang terusir oleh aksi milisi Zionis dalam peristiwa Nakba, momentum terbentuknya negara Israel.
Rafah kemudian kembali terbagi dua pada 1982. Hal ini menyusul perjanjian perdamaian antara Israel dan Mesir di bulan Maret 1979. Pasukan dan pemukim Israel menarik diri dari Semenanjung Sinai.
Perbatasan yang membelah Rafah terbentuk kembali, hampir sama dengan garis batas yang dibuat tahun 1906. Alhasil, Rafah menjadi bagian dari Gaza dan Mesir. Keduanya dipisahkan kawat berduri sebagai pembatas.
Setelah melalui berbagai kejadian penting, Rafah tetap berkembang sebagai sebuah kota. Populasi Rafah mencapai 164.000 jiwa pada 2016. Semua penduduk di kota tersebut merupakan warga Palestina.
Sejak konflik yang terjadi pada 7 Oktober 2023, Rafah dianggap sebagai tempat teraman untuk pengungsian warga Gaza utara. Status itu setidaknya bertahan hingga Israel menggempur Rafah mulai akhir pekan lalu.
Penulis: Ahmad Yasin
Editor: Yulaika Ramadhani