Menuju konten utama

Update Israel Serang Rafah: 100.000 Warga Mengungsi & Krisis Air

Serangan Israel ke Rafah menyebabkan lebih dari 100.000 warga Palestina mengungsi, Kamis (7/5/2024), serta terancam krisis air dan pasokan.

Update Israel Serang Rafah: 100.000 Warga Mengungsi & Krisis Air
Seorang perempuan Palestina yang terluka akibat pemboman Israel berjalan meninggalkan rumahnya di Rafah, Jalur Gaza, Jumat (1/12/2023). (AP Photo/Hatem Ali).

tirto.id - Berdasarkan update terkini, serangan Israel ke Rafah menyebabkan lebih dari 100.000 warga Palestina mengungsi meninggalkan Rafah. Para pengungsi Palestina juga menghadapi ancaman krisis air bersih dan pasokan makanan.

Serangan Israel ke Rafah telah berlangsung sejak Februari tahun ini. Serangan tersebut berdasarkan titah dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menyebut ingin menghancurkan seluruh batalion milik Hamas.

“Kami akan menghancurkan batalion Hamas di sana, kami akan menyelesaikan semua tujuan perang, termasuk mengembalikan semua sandera kami,” katanya dalam pidato Selasa (7/5/2024), seperti yang dikutip dari AP News.

Israel mengklaim bahwa Rafah adalah benteng pertahanan utama Hamas sekaligus terakhir yang belum dihancurkan di Jalur Gaza. Israel mengirim pasukan darat untuk menjatuhkan pasukan Hamas di Rafah.

Kondisi Terkini di Rafah Akibat Serangan Israel

Lebih dari 100.000 orang pergi meninggalkan Rafah pada Kamis (9/5/2024). Mereka terpaksa angkat kaki dari kota itu untuk berlindung dari rangkaian ledakan dan penembakan dari Israel.

Mengutip dari The Guardian, pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jumlah pengungsi kali ini merupakan yang terbanyak di Gaza selama beberapa bulan terakhir. Rafah merupakan sebuah kota yang berada di barat daya Jalur Gaza.

Kota ini menjadi tempat pengungsian akhir warga Palestina di Jalur Gaza sejak rangkaian peristiwa militer 7 Oktober 2024. Setidaknya sebanyak 1 juta warga Gaza mengungsi di Rafah.

"Jalanan sangat padat dengan mobil, gerobak keledai, troli, truk pickup, dan pejalan kaki. Beberapa di antaranya sudah beberapa kali mengungsi dan membawa material untuk berlindung, dan hal itu tidaklah mudah; sebagian lagi bergerak (mengungsi) untuk pertama kalinya," kata pejabat PBB seperti yang dikutip dari The Guardian, Jumat (10/5/2024).

Kondisi Rafah sendiri, sebelum serangan masif dari Israel, tak cukup layak untuk ditinggali. Mayoritas pengungsi masih tinggal di tenda-tenda perkemahan tanpa listrik atau fasilitas kesehatan layak.

Seiring dengan adanya serangan Israel ke Rafah kondisi para pengungsi semakin memburuk. Mereka yang semula kesulitan mendapat pasokan makanan dan kesehatan, semakin sulit mendapat bantuan.

Rentetan serangan yang terjadi menyebabkan bantuan yang dikirim dari Mesir terhambat dan tidak dapat mencapai para pengungsi. Hal ini diperburuk dengan krisis air bersih di berbagai wilayah Jalur Gaza.

Mengutip Al Jazeera, krisis air dan kebersihan di seluruh Gaza menyebabkan tak ada lagi daerah yang aman untuk para pengungsi berlindung.

Sektor kesehatan Rafah juga terdampak. Rumah Sakit Emirat di Rafah membatasi operasionalnya, sedangkan Rumah Sakit Abu Yousef al-Najjar sudah dikosongkan sejak Selasa (7/5/2024).

Imbasnya, satu-satunya fasilitas medis Kuwait yang masih beroperasi di Rafah kewalahan. Direkutur Rumah Sakit Kuwait sempat menulis pesan putus asa di media sosial meminta bantuan tenaga medis profesional untuk merawat korban, pada Kamis (9/5/2024), dini hari.

Kementerian Kesehatan Gaza menyebut bahwa ada 60 orang tewas karena serangan Israel ke Rafah dalam 24 jam. Saat ini puluhan jenazah korban serangan masih berada di rumah sakit setempat.

Sebagian besar korban berasal dari kalangan warga sipil. Masih berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Gaza, jumlah korban harian yang jatuh akibat serangan di Rafah mencapai 50 orang. Ini merupakan jumlah korban tertinggi di Gaza sejak awal Mei 2024.

Baca juga artikel terkait PALESTINA ISRAEL atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Addi M Idhom