tirto.id - Serangan udara Israel menewaskan 67 penduduk Palestina di kota Rafah, Jalur Gaza, pada Senin, 12 Januari 2024. Warga sipil dilaporkan menjadi sasaran hingga perang yang kini dialihkan ke Rafah.
AP News memberitakan tentara Israel menyelamatkan dua sandera pada Senin (12/2/2024) pagi hari. Mereka menyerbu apartemen yang dijaga ketat di sebuah kawasan padat penduduk di Rafah, Jalur Gaza.
Pada waktu yang nyaris bersamaan, serangan udara Israel turut menewaskan lebih dari 60 warga Palestina. Korban termasuk wanita dan anak-anak.
Kementerian Luar Negeri Palestina melalui media sosial X (Twitter) menyebutkan Israel kini mentargetkan warga sipil. Perang diyakini sedang dialihkan ke Rafah dan para pengungsi menjadi incaran bom Israel.
"Israel secara resmi terus mentargetkan warga sipil dan mengalihkan perang ke Rafah untuk mendorong penduduk mengungsi di bawah pemboman," tulis Kementerian Luar Negeri Palestina.
"Pembantaian yang terjadi baru-baru ini pada masa pendudukan menjadi bukti valid atas peringatan internasional dan kekhawatiran bencana dari perluasan perang ke Rafah," lanjut mereka.
Rafah Terbelah Menjadi 2 Sejak 1982
Rafah merupakan salah satu kota di Jalur Gaza bagian selatan. Kota ini berjarak sekitar 30 kilometer (19 mil) di sebelah barat daya Kota Gaza.
Jika melihat ke dalam peta, maka Rafah berada di bagian paling selatan kawasan Jalur Gaza, Palestina. Artinya, letak Rafah berada di perbatasan dengan negara Mesir.
The Scotsman menuliskan, Rafah terpecah menjadi 2 pada tahun 1982 seiring mundurnya pasukan Israel dari Semenanjung Sinai.
Rafah menjadi bagian Gaza dan Mesir hingga banyak keluarga yang akhirnya dipisahkan oleh sebuah pembatas berupa kawat berduri.
Lokasi ini termasuk tempat paling aman bagi warga Gaza utara yang diperintah mengungsi selama awal konflik dengan Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Sebanyak 1,4 juta warga Palestina alias lebih dari separuh penduduk Gaza menghuni kota Rafah demi menyelamatkan diri dari aksi pemboman Israel.
Namun, situasi yang sangat kontras kini terjadi di Rafah. Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel atau Israel Defense Forces (IDF), Daniel Hagari, menyebutkan pasukannya berhasil mendobrak sebuah bangunan di pusat kota Rafah untuk menyelamatkan 2 sandera pada Senin (12/2).
Mereka mengklaim telah menemukan Fernando Simon Marman (60 tahun) dan Louis Har (70 tahun), kakak beradik ipar yang dibawa dari kibbutz Nir Yitzhak pada 7 Oktober 2023.
Fernando dan Louis dilaporkan dalam kondisi kesehatan yang baik setelah diketahui berada di lantai dua dan ditahan anggota Hamas bersenjata di sebuah apartemen.
Militer Israel mengatakan operasi tersebut sudah direncanakan sejak lama. Mereka juga masih mencari sandera Israel lainnya di Rafah. Separuh lebih dari total 240 sandera yang diculik militan Hamas dikatakan belum ditemukan.
Kondisi Rafah Terkini, Israel Serang 14 Rumah dan 3 Masjid
Al-Jazeera mengabarkan pada Senin (12/2), Israel meluncurkan serangan udara di kota Rafah, Gaza selatan, hingga menewaskan puluhan orang.
Sebuah sumber menyebutkan serangan tersebut menewaskan 52 orang. Sedangkan sumber lain mengatakan sedikitkan 67 warga meninggal. Laporan ini mengutip pejabat kesehatan di Gaza. Menurut para pejabat Palestina, serangan Israel itu menyasar 14 rumah dan tiga masjid di Rafah.
Sedangkan Al Jazeera Arab mengklaim setidaknya 63 orang tewas dalam serangan terhadap masjid-masjid di hari yang sama. Pernyataan pers Hamas mengutarakan lebih dari 100 orang turut menjadi korban meninggal.
Ashraf al-Qidra, juru bicara Kementerian Kesehatan, mengatakan sedikitnya 67 orang tewas dalam serangan tersebut, termasuk wanita dan anak-anak. Al-Qidra menuturkan tim penyelamat masih melakukan pencarian di antara reruntuhan bangunan.
Pengeboman Israel membuat Rafah menjadi hancur. Sebagian besar warga melarikan diri dari rumah masing-masing menuju tempat lain untuk menghindari pertempuran.
Sebuah rekaman menunjukkan mayoritas rumah sudah rata dengan tanah, tenda-tenda amburadul, dan mayat yang berjejeran dengan berlumuran darah dibawa ke rumah sakit.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan tekanan militer yang terus-menerus bakal menghasilkan kebebasan bagi 100 sandera yang masih ditawan Hamas.
"Hanya tekanan militer yang berkelanjutan, sampai kemenangan penuh, yang akan menghasilkan pembebasan semua sandera kami," ucap Netanyahu.