tirto.id - Seorang bayi berusia 19 bulan di Sabah, Malaysia, didiagnosa menderita kanker ovarium. Kisah bayi kena kanker ovarium di Sabah ini menyita perhatian publik, karena penyakit tersebut sangat langka terjadi pada bayi.
Mengutip laporan dari The Straits Times, Fallarystia Sintom, ibu dari bayi D, mengatakan bahwa ia mulai menyadari ada yang tidak wajar pada anaknya sejak bulan Agustus lalu. Pasalnya, anaknya kerap menangis karena merasa kesakitan di area perut.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa bayi D menderita kanker ovarium. Kondisi ini menyebabkan. Fallarystia dan suaminya Riksi Tahir (25), sempat merasa putus asa dengan biaya pengobatan bagi putrinya.
Beruntung, kisah bayi D menjadi viral dan mendapat banyak simpati publik. Sejak berita tentang bayi D mengidap kanker ovarium tersebar, banyak warga Malaysia menyumbangkan dana untuk biaya pengobatannya.
Sejauh ini, masyarakat Malaysia berhasil mengumpulkan donasi senilai RM30.000 atau sekitar Rp108 juta.
“Beberapa orang telah menyalurkan dana kepada kami sejak berita tentang Daneen pertama kali dilaporkan dan banyak yang masih mengirim pesan kepada kami,” ucap Fallarystia kepada Sinar Daily Malaysia, Kamis (10/10/2024).
Kisah Bayi Kena Kanker Ovarium
Fallarystia mulai menyadari penyakit putrinya pada Agustus 2024. Ia merasa anaknya menjadi kurang aktif dan hanya ingin digendong. Bayi D juga sering menderita sembelit dan perut kembung.
“Anak saya merasa tidak nyaman dan karena dia belum bisa berbicara, dia hanya menangis ketika dia kesakitan,” kata Fallarystia seperti dikutip dari Asia One, Senin (14/10/2024).
Fallarystia dan keluarganya membawa putrinya di rumah sakit setempat untuk dilakukan pemeriksaan. Namun, di rumah sakit tersebut, dokter tidak dapat mendiagnosis penyakit putrinya.
Setelah hasil pemeriksaan darahnya tiba-tiba menurun, bayi D kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Spesialis Wanita dan Anak Sabah. Dokter di rumah sakit spesialis ini akhirnya mendeteksi adanya tumor sepanjang 13,5 cm.
Setelah dilakukan operasi pada 2 Oktober, pihak rumah sakit mengonfirmasi bahwa bayinya menderita kanker ovarium stadium 3. Kanker ovarium dibedakan menjadi empat stadium, di mana stadium empat adalah yang paling buruk.
Masih mengutip Asia One, Aliansi Penelitian Kanker Ovarium (Ocra), menjelaskan kanker stadium tiga berarti kanker telah menyebar dari satu atau kedua ovarium ke are di luar panggul, seperti perut, kelenjar getah bening, atau permukaan hati.
Setelah sang putri mendapat diagnosis kanker ovarium stadium 3, Fallarystia merasa benar-benar patah hati.
"Saat saya diberi tahu, saya patah hati karena anak saya masih sangat muda dan indung telur kanannya sudah diangkat," cerita Fallarystia.
Kendati demikian, Fallarystia tak kehilangan harapan akan kesembuhan anaknya.
"Selama ada pengobatan, ada harapan," ucap Fallarystia penuh harap.
Saat ini, bayi D telah berhasil menjalani operasi pengangkatan tumor. Setelah pulih dari operasi, bayi D diperkirakan akan memulai kemoterapi.
Penyebab Kanker Ovarium pada Anak-Anak
Kanker ovarium pada balita dan anak-anak termasuk kasus yang langka. Berdasarkan studi yang diterbitkan di jurnal Medicine (2019), tumor ovarium anak-anak hanya ditemukan dalam 0.43 dari 100.000 kasus.
Lantas, apa penyebab kanker ovarium pada anak-anak? Menurut okter spesialis penyakit dalam dan onkologi, Ronald Hukum, kanker ovarium, seperti yang terjadi pada bayi D, kemungkinan karena riwayat genetik hingga paparan bahan kimia pada anak.
Mengutip Radio Republik Indonesia (RRI), edisi 12 Oktober 2024, Ronald mengatakan kemungkinan kanker muncul lebih cepat jika sang ibu mengonsumsi obat-obatan tertentu selama kehamilan.
Ia menekankan bahwa hingga saat ini, penyebab perkembangan kanker yang lebih cepat atau lambat pada setiap orang belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, ia menganjurkan orang dengan riwayat genetik kanker untuk rutin menjalani pemeriksaan.
Selaras dengan hal tersebut, Boston Children’s Hospital menyebut bahwa penyebab kanker ovarium masih belum sepenuhnya dipahami oleh dokter.
Tidak ada tindakan spesifik yang bisa dilakukan atau dihindari untuk mencegah perkembangan tumor. Penting untuk diketahui bahwa sebagian besar tumor, termasuk tumor ovarium, seringkali muncul tanpa penyebab yang jelas.
Di sisi lain, Ronald juga mengomentari kasus kanker ovarium bayi D, yang menurutnya kemungkinan besar sudah ada dari sejak masa kehamilan ibu. Namun, ia menekankan bahwa kasus demikian sangat jarang terjadi.
Lebih lanjut, mengingat bahwa tumor telah mencapai ukuran 13 cm, seharusnya tumor tersebut sudah dapat terdeteksi sejak di dalam kandungan. Hal ini seharusnya bisa diidentifikasi melalui pemeriksaan USG rutin.
Ia juga menjelaskan bahwa tren kasus kanker ovarium di Indonesia tergolong sangat jarang. Jenis kanker yang paling sering dilaporkan pada anak-anak adalah kanker darah atau leukemia.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Yonada Nancy & Dipna Videlia Putsanra